logo blog

Friday, July 21, 2017

Loh, kok ada arab di Indonesia ?


“Ente Jamaah  ???? “

Disadari atau tidak pertanyaan seperti ini kerap terdengar ditelinga orang arab yang ada di Indonesia. Tidak hanya dari kalangan sesama arab yang melontarkan pertanyaan seperti ini namun hal serupa pun sering terjadi dikalangan masyarakat pribumi. Pertanyaan tersebut digunakan oleh masyarakat pribumi atau sesama arab untuk mengetahui seseorang yang berwajah arab yag ada di Indonesia berasal dari keturunan Habaib apa bukan. Lantas apa yang mereka maksud jamaah ?  Orang arab atau habaib yang ada di Indonesia menyebut golongan dirinya dengan sebutan jamaah sedangkan orang selain arab mereka sebut dengan ahwal. Sebutan jamaah pun terbatas dan tidak dapat disandang oleh semua orang yang berwajah arab atau memiliki garis keturunan arab akan tetapi dikhususkan kepada golongan habaib semata.

Berbicara mengenai golongan habaib yang ada di Indonesia, perlu diketahui bersama bahwasanya golongan ini berasal dari Hadramaut. Tokoh pertama golongan Alawi di Hadramaut adalah Ahmad bin Isa yang dijuluki al-Muhajir. Kepindahannya ke Hadramaut disebabkan kekuasaan diktator kekhalifahan Bani Abbas yang secara turun menurun memimpin umat Islam mengakibatkan rasa ketidakpuasan di kalangan rakyat. Rakyat mengharapkan salah satu keturunan Rasulullah dapat memimpin mereka. Akibat dari kepemimpinan yang diktator, banyak kaum muslim berhijrah untuk menjauhkan diri dari pusat pemerintahan di Baghdad dan menetap di Hadramaut. Mereka hijrah ke Hadramaut bukan karena dimusuhi atau dikejar-kejar tetapi mereka lebih mementingkan keselamatan aqidah keluarga dan pengikutnya. Mereka hijrah dari Baghdad ke Hadramaut mengikuti kakeknya Rasulullah saw yang hijrah dari Makkah ke Madinah.

Setelah kedatangan Ahmad bin Isa banyak yang mengikuti jejaknya untuk hijrah ke Hadramaut dengan tujuan yang sama yakni memperdalam ilmu agama dan menyelamatan aqidahnya. Semenjak itu golongan Habaib tumbuh berkembang disana, banyak Majlis Ta’lim dan Majlis ilmu lainnya yang didirikan oleh para Habaib yang menetap. Banyak kalangan muda dari berbagai Negara termasuk Indonesia yang memperdalam ilmu agama di Hadramaut, mereka memilih Hadramaut sebagai tempat tujuan mengkaji ilmu agama karena Majlis Ta’lim yang ada disana benar-benar kental dengan ajaran agamanya bahkan dari segala sisi pun mendukung seseorang untuk mempedalam ilmu agama disana. Salah satunya adalah lingkungannya yang jauh dari pengaruh Globalisasi.

Ahmad bin Isa wafat di Husaisah pada tahun 345 Hijriah. Beliau mempunyai dua orang putera yaitu Ubaidillah dan Muhammad. Ubaidillah hijrah bersama ayahnya ke Hadramaut dan mendapat tiga orang putera yaitu Alwi, Jadid dan Ismail (Bashriy). Dalam tahun-tahun terakhir abad ke 6 H keturunan Ismail (salah satu keturunannya ialah Syekh Salim Bin Bashriy) dan Jadid (salah satu keturunannya ialah al-Imam Abi Jadid Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Jadid) punah dalam sejarah, sedangkan keturunan Alwi tetap lestari. Mereka menamakan diri dengan nama sesepuhnya Alwi, yang kemudian dikenal dengan kaum Sayyid Alawiyin.

Golongan Alawiyin menyebarkan da’wah Islamiyah di Asia Tenggara melalui dua tahap, pertama hijrah ke India kemudian dari India ke Asia Tenggara, atau langsung dari Hadramaut ke Asia Tenggara melalui pesisir India. Di antara yang hijrah ke India adalah seorang alim syarif Abdullah bin Husein Bafaqih ke kota Kanur dan menikahi anak menteri Abdul Wahab dan membantunya sampai wafat. Lalu syarif Muhammad bin Abdullah Alaydrus berhijrah atas permintaan kakeknya syarif Syech bin Abdullah Alaydrus. Begitu pula keluarga Abdul Malik yang diberi gelar Azhamat Khan, dari keluarga inilah asal keturunan penyebar Islam di Jawa yang disebut dengan Wali Songo. Kemudian dari India mereka melanjutkan perjalanannya ke Indonesia yaitu daerah pesisir utara Sumatera yang sekarang dikenal dengan propinsi Aceh. Inilah awal mula munculnya golongan Habaib di Indonesia.

Indonesia memiliki semboyan persatuan dan kebersamaan yakni Bhineka Tunggal Ika. Semboyan singkat ini memiliki arti Bangsa Indonesia lahir dari suatu proses sejarah pertumbuhan dan perjuangan yang panjang, kemudian menegara sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat melalui Proklamasi 17 Agustus 1945. Kemerdekaan bangsa membawa konsekuensi logis pada pergaulan antarbangsa yang sekaligus menghendaki pelibatan diri ke dalam pembangunan tata kehidupan dunia yang harmonis menuju kesejahteraan umat manusia.

Disamping itu, bangsa Indonesia menyadari bahwa betapa kondisi dan konstelasi geografi yang menjadi ruang hidupnya, serta segala isinya berdampak erat pada berbagai perbedaan ciri dan karakter budaya penduduknya. Berbagai ragam perbedaan yang ditandai oleh keberadaan lebih dari 200 etnis dan suku bangsa, sekitar 400 bahasa, serta bermacam agama yang dianut oleh rakyatnya merupakan faktor yang melahirkan perbedaan-perbedaan kepentingan dan tujuan setiap kelompok masyarakat, Perbedaan kepentingan dan tujuan tersebut dapat diperkuat oleh faktor ruang hidup berupa pulau-pulau yang secara geografis terpisah satu dari yang lain.

Bhinneka Tunggal Ika, adalah semboyan pada lambang negara Republik Indonesia yang keberadaannya berdasarkan PP No 66 Tahun 1951, yang mengandung arti “Berbeda tetapi satu” . Semboyan tersebut menurur Prof. Soepomo, menggambarkan gagasan dasar, yakni menghubungkan daerah-daerah dan suku-suku bangsa di seluruh nusantara menjadi Kesatuan Raya. Singkatnya, Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan pemersatu bangsa Indonesia dimana semua suku ras dan agama berpadu menjadi satu kesatuan yakni bangsa Indonesia.

Lantas, apa hubungannya golongan Habaib yang ada di Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika ? Ketika mendengar pertanyaan ini sudah barang pasti semua orang mempunyai argumen masing-masing. Golongan habaib yang memiliki ciri khas tersendiri mulai dari wajah, tradisi dan kebiasaan namun membaur dengan orang pibumi Indonesia merupakan salah satu contoh dari Bhineka Tunggal Ika. Meskipun memiliki tradisi berbeda namun ahwal dan jamaah (sebutan dari kalangan habaib) tetap hidup berdampingan secara rukun. Memang dari kalangan ahwal banyak yang mempertanyakan cara hidup dan tradisi jamaah yang serba ada aturan turun temurun.

Contohnya saja masalah pernikahan, syarifah (penyebutan perempuan dikalangan habaib) diwajibkan untuk menikahi sayyid (penyebutan golongan habaib yang masih muda) begitupun sebaliknya, padahal jika ditinjau dari segi manusiawi sebuah prasaan terhadap lawan jenis tidak dapat dipaksakan. Apalagi ketika lingkungan syarifah tersebut didominasi oleh ahwal dibanding jamaah. Kita bahkan juga tidak tau bagaimana perasaan seorang syarifah yang erikat dengan tradisi perjodohan dan keharusan tersebut. Dan sekarang pertanyaannya adalah berasal dari manakah aturan dan tradisi seperti itu ? Golongan habaib meyakini bahwasanya jika seorang syarifah menikah dengan selain sayyid maka garis keturunannya dari Rosulullah akan putus. Contoh lain dari tradisi golongan habaib adalah ciri khasnya yang menggunakan marga dibelakang namanya. Marga itu antara lain adalah Assegaf, Alhabsy, Alkaff, Ba’abud dan lain sebagainya. Uniknya lagi dikalangan sayyid saling mengunggulkan marganya saat duduk bersama sayyid dari marga lain, mereka kerap kali duduk ngobrol santai dan bercanda dengan mengunggulkan marganya masing-masing.

Setelah kedua contoh tersebut, ada satu fakta yang sangat dominan dikalangan habaib. Yakni bahwasanya golongan habaib kerap kali dianggap sebagai seseorang yang sangat mengerti ajaran agama islam secara mendalam. Meskipun tidak seluruhnya demikian namun ada sekelompok masyarakat yang fanatic penuh terhadap habaib. Memang benar banyak Habaib di Indonesia yang mengerti ajaran islam secara mendalam bahkan tidak sedikit dari beliau merupakan wali Allah, namun juga ada dari kalangan habaib yang memiliki pengetahuan ilmu umum yang luar biasa. Akan tetapi fanatic masyarakat yang membabi buta menyebabkan mereka tidak mengerti bahwasanya pengetahuan tidak mungkin didapat melalui garis keturunan kecuali bagi mereka yang mendapat keistimewaan dari Allah. Fanatik yang seperti itu dapat menyebabkan mereka tidak bisa membedakan yang benar dan yang salah karena apapun yang diucapkan oleh panutannya akan selalu dianggap benar. Padahal mereka tidak tau yang mereka jadikan panutan itu memang benar memiliki pengetahuan agama atau tidak.

Selain golongan masyarakat yang memiliki sifat fanatic yang membabi buta akan kepercayaannya bahwasanya golongan habaib memiliki pengetahuan agama yang mendalam, ada golongan yang mempercayai adanya barokah dalam diri habaib karena beliau-beliau masih sambung darah dengan Rasululloh. Golongan ini berbeda dengan golongan yang kedua. Golongan masyarakat yang seperti ini bukannya secara menyeluruh menganggap semua habaib memiliki ilmu pengetahuan agama yang mendalam namun mereka menghormati habaib karena mereka menghormati dan mencintai Rasullulloh SAW.

Dari sekian banyaknya contoh diatas, dapat disimpulkan bahwasanya Bhineka Tunggal Ika benar-benar semboyan pemersatu bangsa yang tidak dapat diragukan lagi. Golongan orang arab Indonesia bisa hidup berdampingan dengan damai bersama masyarakat pribumi Indonesia. Apapun pandangan masyarakat terhadap golongan habaib intinya hanya satu yakni kesatuan. Mereka berinteraksi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari, hasil dari interaksi mereka yang baik adalah banyak dari kalangan habaib yang bias kita kenal dengan berbagai ciri khas tersendiri, Habib Riziq yang memiliki pengetahuan ilmu agama yang mendalam, Najwa Shihab yang memiliki kemampuan bebicara yang luar biasa serta mahir dibidang politik dan Riza Shahab seorang actor yang berwajah tampan. Mereka menjalani hidup sama seperti masyarakat pada umumnya, entah mereka seorang yang menerima tradisi itu atau tidak.





EmoticonEmoticon