“Ente Jamaah ???? “
Disadari
atau tidak pertanyaan seperti ini kerap terdengar ditelinga orang arab yang ada
di Indonesia. Tidak hanya dari kalangan sesama arab yang melontarkan pertanyaan
seperti ini namun hal serupa pun sering terjadi dikalangan masyarakat pribumi.
Pertanyaan tersebut digunakan oleh masyarakat pribumi atau sesama arab untuk
mengetahui seseorang yang berwajah arab yag ada di Indonesia berasal dari
keturunan Habaib apa bukan. Lantas apa yang mereka maksud jamaah ? Orang arab atau habaib yang ada di
Indonesia menyebut golongan dirinya dengan sebutan jamaah sedangkan orang
selain arab mereka sebut dengan ahwal. Sebutan jamaah pun terbatas dan tidak
dapat disandang oleh semua orang yang berwajah arab atau memiliki garis
keturunan arab akan tetapi dikhususkan kepada golongan habaib semata.
Berbicara
mengenai golongan habaib yang ada di Indonesia, perlu diketahui bersama
bahwasanya golongan ini berasal dari Hadramaut. Tokoh pertama golongan Alawi di
Hadramaut adalah Ahmad bin Isa yang dijuluki al-Muhajir. Kepindahannya ke
Hadramaut disebabkan kekuasaan diktator kekhalifahan Bani Abbas yang secara
turun menurun memimpin umat Islam mengakibatkan rasa ketidakpuasan di kalangan
rakyat. Rakyat mengharapkan salah satu keturunan Rasulullah dapat memimpin
mereka. Akibat dari kepemimpinan yang diktator, banyak kaum muslim berhijrah
untuk menjauhkan diri dari pusat pemerintahan di Baghdad dan menetap di
Hadramaut. Mereka hijrah ke Hadramaut bukan karena dimusuhi atau dikejar-kejar
tetapi mereka lebih mementingkan keselamatan aqidah keluarga dan pengikutnya.
Mereka hijrah dari Baghdad ke Hadramaut mengikuti kakeknya Rasulullah saw yang
hijrah dari Makkah ke Madinah.
Setelah
kedatangan Ahmad bin Isa banyak yang mengikuti jejaknya untuk hijrah ke
Hadramaut dengan tujuan yang sama yakni memperdalam ilmu agama dan menyelamatan
aqidahnya. Semenjak itu golongan Habaib tumbuh berkembang disana, banyak Majlis
Ta’lim dan Majlis ilmu lainnya yang didirikan oleh para Habaib yang menetap.
Banyak kalangan muda dari berbagai Negara termasuk Indonesia yang memperdalam
ilmu agama di Hadramaut, mereka memilih Hadramaut sebagai tempat tujuan
mengkaji ilmu agama karena Majlis Ta’lim yang ada disana benar-benar kental
dengan ajaran agamanya bahkan dari segala sisi pun mendukung seseorang untuk mempedalam
ilmu agama disana. Salah satunya adalah lingkungannya yang jauh dari pengaruh
Globalisasi.
Ahmad
bin Isa wafat di Husaisah pada tahun 345 Hijriah. Beliau mempunyai dua orang
putera yaitu Ubaidillah dan Muhammad. Ubaidillah hijrah bersama ayahnya ke
Hadramaut dan mendapat tiga orang putera yaitu Alwi, Jadid dan Ismail
(Bashriy). Dalam tahun-tahun terakhir abad ke 6 H keturunan Ismail (salah satu
keturunannya ialah Syekh Salim Bin Bashriy) dan Jadid (salah satu keturunannya
ialah al-Imam Abi Jadid Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ali bin
Jadid) punah dalam sejarah, sedangkan keturunan Alwi tetap lestari. Mereka
menamakan diri dengan nama sesepuhnya Alwi, yang kemudian dikenal dengan kaum
Sayyid Alawiyin.
Golongan
Alawiyin menyebarkan da’wah Islamiyah di Asia Tenggara melalui dua tahap,
pertama hijrah ke India kemudian dari India ke Asia Tenggara, atau langsung
dari Hadramaut ke Asia Tenggara melalui pesisir India. Di antara yang hijrah ke
India adalah seorang alim syarif Abdullah bin Husein Bafaqih ke kota Kanur dan
menikahi anak menteri Abdul Wahab dan membantunya sampai wafat. Lalu syarif
Muhammad bin Abdullah Alaydrus berhijrah atas permintaan kakeknya syarif Syech
bin Abdullah Alaydrus. Begitu pula keluarga Abdul Malik yang diberi gelar
Azhamat Khan, dari keluarga inilah asal keturunan penyebar Islam di Jawa yang
disebut dengan Wali Songo. Kemudian dari India mereka melanjutkan perjalanannya
ke Indonesia yaitu daerah pesisir utara Sumatera yang sekarang dikenal dengan
propinsi Aceh. Inilah awal mula munculnya golongan Habaib di Indonesia.
Indonesia
memiliki semboyan persatuan dan kebersamaan yakni Bhineka Tunggal Ika. Semboyan
singkat ini memiliki arti Bangsa Indonesia lahir dari suatu proses sejarah
pertumbuhan dan perjuangan yang panjang, kemudian menegara sebagai bangsa yang
merdeka dan berdaulat melalui Proklamasi 17 Agustus 1945. Kemerdekaan bangsa
membawa konsekuensi logis pada pergaulan antarbangsa yang sekaligus menghendaki
pelibatan diri ke dalam pembangunan tata kehidupan dunia yang harmonis menuju
kesejahteraan umat manusia.
Disamping
itu, bangsa Indonesia menyadari bahwa betapa kondisi dan konstelasi geografi
yang menjadi ruang hidupnya, serta segala isinya berdampak erat pada berbagai
perbedaan ciri dan karakter budaya penduduknya. Berbagai ragam perbedaan yang
ditandai oleh keberadaan lebih dari 200 etnis dan suku bangsa, sekitar 400
bahasa, serta bermacam agama yang dianut oleh rakyatnya merupakan faktor yang
melahirkan perbedaan-perbedaan kepentingan dan tujuan setiap kelompok
masyarakat, Perbedaan kepentingan dan tujuan tersebut dapat diperkuat oleh
faktor ruang hidup berupa pulau-pulau yang secara geografis terpisah satu dari
yang lain.
Bhinneka
Tunggal Ika, adalah semboyan pada lambang negara Republik Indonesia yang keberadaannya
berdasarkan PP No 66 Tahun 1951, yang mengandung arti “Berbeda tetapi satu” .
Semboyan tersebut menurur Prof. Soepomo, menggambarkan gagasan dasar, yakni
menghubungkan daerah-daerah dan suku-suku bangsa di seluruh nusantara menjadi
Kesatuan Raya. Singkatnya, Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan pemersatu bangsa
Indonesia dimana semua suku ras dan agama berpadu menjadi satu kesatuan yakni
bangsa Indonesia.
Lantas,
apa hubungannya golongan Habaib yang ada di Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika ?
Ketika mendengar pertanyaan ini sudah barang pasti semua orang mempunyai
argumen masing-masing. Golongan habaib yang memiliki ciri khas tersendiri mulai
dari wajah, tradisi dan kebiasaan namun membaur dengan orang pibumi Indonesia
merupakan salah satu contoh dari Bhineka Tunggal Ika. Meskipun memiliki tradisi
berbeda namun ahwal dan jamaah (sebutan dari kalangan habaib) tetap hidup
berdampingan secara rukun. Memang dari kalangan ahwal banyak yang
mempertanyakan cara hidup dan tradisi jamaah yang serba ada aturan turun
temurun.
Contohnya
saja masalah pernikahan, syarifah (penyebutan perempuan dikalangan habaib)
diwajibkan untuk menikahi sayyid (penyebutan golongan habaib yang masih muda)
begitupun sebaliknya, padahal jika ditinjau dari segi manusiawi sebuah prasaan
terhadap lawan jenis tidak dapat dipaksakan. Apalagi ketika lingkungan syarifah
tersebut didominasi oleh ahwal dibanding jamaah. Kita bahkan juga tidak tau
bagaimana perasaan seorang syarifah yang erikat dengan tradisi perjodohan dan
keharusan tersebut. Dan sekarang pertanyaannya adalah berasal dari manakah
aturan dan tradisi seperti itu ? Golongan habaib meyakini bahwasanya jika
seorang syarifah menikah dengan selain sayyid maka garis keturunannya dari
Rosulullah akan putus. Contoh lain dari tradisi golongan habaib adalah ciri
khasnya yang menggunakan marga dibelakang namanya. Marga itu antara lain adalah
Assegaf, Alhabsy, Alkaff, Ba’abud dan lain sebagainya. Uniknya lagi dikalangan
sayyid saling mengunggulkan marganya saat duduk bersama sayyid dari marga lain,
mereka kerap kali duduk ngobrol santai dan bercanda dengan mengunggulkan
marganya masing-masing.
Setelah
kedua contoh tersebut, ada satu fakta yang sangat dominan dikalangan habaib.
Yakni bahwasanya golongan habaib kerap kali dianggap sebagai seseorang yang
sangat mengerti ajaran agama islam secara mendalam. Meskipun tidak seluruhnya
demikian namun ada sekelompok masyarakat yang fanatic penuh terhadap habaib.
Memang benar banyak Habaib di Indonesia yang mengerti ajaran islam secara
mendalam bahkan tidak sedikit dari beliau merupakan wali Allah, namun juga ada
dari kalangan habaib yang memiliki pengetahuan ilmu umum yang luar biasa. Akan
tetapi fanatic masyarakat yang membabi buta menyebabkan mereka tidak mengerti
bahwasanya pengetahuan tidak mungkin didapat melalui garis keturunan kecuali
bagi mereka yang mendapat keistimewaan dari Allah. Fanatik yang seperti itu
dapat menyebabkan mereka tidak bisa membedakan yang benar dan yang salah karena
apapun yang diucapkan oleh panutannya akan selalu dianggap benar. Padahal
mereka tidak tau yang mereka jadikan panutan itu memang benar memiliki
pengetahuan agama atau tidak.
Selain
golongan masyarakat yang memiliki sifat fanatic yang membabi buta akan
kepercayaannya bahwasanya golongan habaib memiliki pengetahuan agama yang
mendalam, ada golongan yang mempercayai adanya barokah dalam diri habaib karena
beliau-beliau masih sambung darah dengan Rasululloh. Golongan ini berbeda
dengan golongan yang kedua. Golongan masyarakat yang seperti ini bukannya secara
menyeluruh menganggap semua habaib memiliki ilmu pengetahuan agama yang
mendalam namun mereka menghormati habaib karena mereka menghormati dan
mencintai Rasullulloh SAW.
Dari
sekian banyaknya contoh diatas, dapat disimpulkan bahwasanya Bhineka Tunggal
Ika benar-benar semboyan pemersatu bangsa yang tidak dapat diragukan lagi.
Golongan orang arab Indonesia bisa hidup berdampingan dengan damai bersama
masyarakat pribumi Indonesia. Apapun pandangan masyarakat terhadap golongan
habaib intinya hanya satu yakni kesatuan. Mereka berinteraksi dengan baik dalam
kehidupan sehari-hari, hasil dari interaksi mereka yang baik adalah banyak dari
kalangan habaib yang bias kita kenal dengan berbagai ciri khas tersendiri,
Habib Riziq yang memiliki pengetahuan ilmu agama yang mendalam, Najwa Shihab
yang memiliki kemampuan bebicara yang luar biasa serta mahir dibidang politik
dan Riza Shahab seorang actor yang berwajah tampan. Mereka menjalani hidup sama
seperti masyarakat pada umumnya, entah mereka seorang yang menerima tradisi itu
atau tidak.
EmoticonEmoticon