BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehidupan dunia
bersifat fana dan semu. Kehidupan sebenarnya adalah kehidupan setelah mati.
Namun banyak manusia yang lupa atau melupakan diri. Mereka mengabaikan tujuan
penciptaan manusia untuk beribadah kepada Alloh SWT.
Di era
perkembangan zaman yang semakin maju, terjadi kemerosotan dalam pemeliharaan
keimanan. Seperti perekonomian yang berkembang justru memalingkan perhatian
manusia untuk lebih mencari harta, bahkan sampai lupa waktu hingga
mendewakannya. Di lain sisi terdapat sebagian kaum muslim yang terjebak pada
ibadah ritual semata dan cenderung meninggalkan perkara duniawi. Sepanjang
hidupnya dihabiskan untuk beribadah dengan cara mengasingkan diri (uzlah) dari
masyarakat dan berbagai cara lainnya.
Dunia merupakan
ladang akhirat. Siapa yang menanam kebaikan akan memanen kebaikan pula. Namun,
Allah juga mengingatkan untuk tidak melalaikan kehidupan duniawi, seperti
makan, minum, bekerja, dan memberi nafkah keluarga. Maka dari itu, kami akan
membahas hadits-hadits yang berkaitan dengan keseimbangan dunia dan akhirat.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah sebagai berikut :
1)
Bagaimana
konsep tentang pola hidup seimbang antara dunia dan akhirat ?
2)
Apa macam-macam
keseimbangan dalam hidup ?
3)
Bagaimana
keseimbangan pendidikan menurut islam ?
4)
Apa hikmah
dalam menerapkan keseimbangan dunia dan akhirat
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
sebagai berikut :
1)
Untuk
mengetahui bagaimana konsep tentang pola hidup seimbang antara dunia dan
akhirat
2)
Untuk
mengetahui macam-macam keseimbangan dalam hidup
3)
Untuk
mengetahui keseimbangan pendidikan menurut islam
4)
Untuk
mengetahui apa hikmah dalam menerapkan keseimbangan dunia dan akhirat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Keseimbangan Dunia dan Akhirat
Allah SWT
menciptakan segala sesuatu didunia ini berpasang-pasang. Misalnya, ada langit
ada bumi, ada siang ada malam, ada wanita ada pria dan lain sebagainya supaya
mereka saling mengenal, saling mencintai, menyayangi, memberi manfaat untuk
mencari keridloan Allah Swt. Diuraikan dalam hadist riwayat Ibnu Asakir tentang
keseimbangan hidup didunia dan akhirat yang artinya :
“ Dari Anas R.A., bahwasanya
Rasululloh bersabda, “Bukanlah yang terbaik diantara kamu orang yang meninggalkan
urusan dunianya karena (mengejar) urusan akhiratnya, dan bukan pula orang
(orang yang terbaik) orang yang meninggalkan akhiratnya karena mengejar urusan
dunianya, sehingga ia memperoleh keduanya, karena dunia itu adalah perantara
yang menyampaikan ke akhirat, dan janganlah kamu menjadi beban orang lain.”
Hadist tersebut
menjelaskan tentang kehidupan manusia yang seharusnya, yaitu kehidupan yang
seimbang. Artinya kehidupan dunia harus diperhatikan disamping kehidupan
akhirat. Islam tidak memandang baik terhadap orang yang hanya mengutamakan
urusan dunia saja, tetapi urusan akhirat dilupakan. Sebaliknya, Islam juga
tidak mengajarkan umat manusia untuk hanya berkonsentrasi pada urusan akhirat
saja sehingga dunia yang menjadi perantara menuju akhirat dilupakan.
Dunia adalah
sarana yang akan mengantarkan ke akhirat. manusia hidup didunia memerlukan
harta benda untuk memenuhi hajatnya, manusia perlu makan, munum, pakaian,
tempat tinggal, berkeluarga dan sebagainya, semua ini harus dicari dan
diusahakan. Harta juga bisa digunakan untuk bekal beribadah kepada Allah Swt.,
karena dalam pelaksanaan ibadah itu sendiri tidak lepas dari harta. Contohnya
sholat memerlukan penutup aurat (pakaian). ibadah haji perlu biaya yang cukup
besar . dengan harta kita bisa membayar zakat, sadaqah, berkurban, menolong
fakir miskin dan sebagainya. Kehadiran kita di dunia ini jangan sampai menjadi
beban orang lain. Maksudnya janganlah memberatkan dan menyulitkan orang lain.
Dalam hubungan ini, umat Islam tidak boleh bermalas-malasan, apalagi malas
bekerja untuk mencari nafkah , sehingga mengharapkan belas kasihan orang lain
untuk menutupi keperluan hidup sehari-hari.
Dalam surat al-Qashash ayat 77,
Allah mengingatkan:
وبتغ فيما اتىك الله الدارالأخرة ولاتنس نصيبك من الدنيا
وأحسن كما أحسن الله إليك ولا تبغ الفسادفى الارض إن الله لايحب المفسدين
Artinya; “ Dan carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.”
Sikap apa saja
yang perlu kita miliki supaya kita bisa mencapai pola hidup seimbang didunia
dan akhirat ?
1.
Kehidupan Akhirat Adalah Tujuan
Allah SWT
berfirman, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat". Di sini terlihat dengan jelas bahwa yang
harus kita kejar adalah kebahagiaan hidup akhirat. Mengapa? Karena di sanalah
kehidupan abadi. Tidak ada mati lagi setelah itu. Karenanya dalam ayat yang
lain Allah berfirman: "Dan sesungguhnya akhirat itulah kehidupan yang
sebenarnya" (QS. Al-Ankabut: 64).
Lalu, apa arti
kita hidup di dunia?... Dunia tempat kita mempersiapkan diri untuk akhirat.
Sebagai tempat persiapan, dunia pasti akan kita tinggalkan. Ibarat terminal,
kita transit di dalamnya sejenak, sampai waktu yang ditentukan, setelah itu
kita tinggalkan dan melanjutkan perjalanan lagi. Bila demikian tabiat dunia,
mengapa kita terlalu banyak menyita hidup untuk keperluan dunia? Diakui atau
tidak, dari 24 jam jatah usia kita dalam sehari, bisa dikatakan hanya beberapa
persen saja yang kita gunakan untuk persiapan akhirat. Selebihnya bisa
dipastikan terkuras habis oleh kegiatan yang berputar-putar dalam urusan dunia.
Coba kita ingat
nikmat Allah yang tak terhingga, setiap saat mengalir dalam tubuh kita. Tapi
mengapa kita lalaikan itu semua. Detakan jantung tidak pernah berhenti. Kedipan
mata yang tak terhitung berapa kali dalam sehari, selalu kita nikmati. Tapi
kita sengaja atau tidak selalu melupakan hal itu. Kita sering mudah berterima
kasih kepada seorang yang berjasa kepada kita, sementara kepada Allah yang
senantiasa memanja kita dengan nikmat-nikmatNya, kita sering kali memalingkan
ingatan. Akibatnya kita pasti akan lupa akhirat. Dari sini dunia akan selalu
menghabiskan waktu kita.
Orang-orang
bijak mengatakan bahwa dunia ini hanyalah keperluan, ibarat WC dan kamar mandi
dalam sebuah rumah, ia dibangun semata sebagai keperluan. Karenanya siapapun
dari penghuni rumah itu akan mendatangi WC atau kamar mandi jika perlu, setelah
itu ditinggalkan. Maka sungguh sangat aneh bila ada seorang yang diam di WC
sepanjang hari, dan menjadikannya sebagai tujuan utama dari dibangunnya rumah
itu. Begitu juga sebenarnya sangat tidak wajar bila manusia sibuk mengurus
dunia sepanjang hari dan menjadikannya sebagai tujuan hidup. Sementara akhirat
dikesampingkan.
2.
Berusaha Memperbaiki Kehidupan Dunia
Allah SWT
berfirman: ”Dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan
duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu". Ayat di atas dengan jelas bahwasannya Allah
memerintahkan umat Islam untuk selalu berusaha menggapai kebahagiaan akhirat,
tetapi jangan melupakan kehidupan di dunia ini. Meskipun kebahagiaan dan
kenikmatan dunia bersifat sementara tetapi tetaplah penting dan agar tidak
dilupakan, sebab dunia adalah ladangnya akhirat.
Masa depan
termasuk kebahagiaan di akhirat kita, sangat bergantung pada apa yang
diusahakan sekarang di dunia ini. Allah telah menciptakan dunia dan seisinya
adalah untuk manusia, sebagai sarana menuju akhirat. Allah juga telah
menjadikan dunia sebagai tempat ujian bagi manusia, untuk mengetahui siapa yang
paling baik amalnya, siapa yang paling baik hati dan niatnya.
Allah
mengingatkan perlunya manusia untuk mengelola dan menggarap dunia ini dengan
sebaik-baiknya, untuk kepentingan kehidupan manusia dan keturunannya. Pada saat
yang sama Allah juga menegaskan perlunya selalu berbuat baik kepada orang lain
dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Allah mengingatkan: ”Tidakkah kalian
perhatikan bahwa Allah telah menurunkan untuk kalian apa-apa yang ada di langit
dan di bumi dan menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya lahir dan batin” (QS.
Luqman: 20).
Untuk mengelola
dan menggarap dunia dengan sebaik-baiknya, maka manusia memerlukan berbagai
persiapan, sarana maupun prasarana yang memadai. Karena itu maka manusia perlu
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, setidaknya keterampilan yang
mencukupi dan profesionalisme yang akan memudahkan dalam proses pengelolaan
tersebut.
Meskipun
demikian, karena adanya sunatullah, hukum sebab dan akibat, tidak semua manusia
pada posisi dan kecenderungan yang sama. Karena itu manusia apa pun; pangkat,
kedudukan dan status sosial ekonominya tidak boleh menganggap remeh profesi apa
pun, yang telah diusahakan manusia. Allah sendiri sungguh tidak memandang
penampakan duniawiah atau lahiriah manusia. Sebaliknya Allah menghargai usaha
apa pun, sekecil apa pun atau sehina apa pun menurut pandangan manusia,
sepanjang dilakukan secara profesional, baik, tidak merusak dan dilakukan
semata-mata karena Allah.
Allah hanya
memandang kemauan, kesungguhan dan tekad seorang hamba dalam mengusahakan
urusan dunianya secara benar. Allah SWT menegaskan bahwa:”Sesungguhnya Allah
tidak akan mengubah kedudukan suatu kaum, sehingga kaum itu mengubah kondisi,
kedudukan yang ada pada diri mereka sendiri (melalui kerja keras dan
kesungguhannya” (QS. Ar-Ro’d: 11).
Allah juga
mengingatkan manusia karena watak yang seringkali serakah, egois /sifat
ananiyah dan keakuannya, agar dalam mengelola dunia jangan sampai merugikan
orang lain yang hanya akan menimbulkan permusuhan dan pertumpahan darah
(perang) antar sesamanya. Manusia seringkali karena keserakahannya berambisi
untuk memiliki kekayaan dan harta benda, kekuasaan, pangkat dan kehormatan
dengan tidak memperhatikan atau mengabaikan hak-hak Allah, rasul-Nya dan hak-hak
manusia lain. Karena itu Allah mengingatkan bahwa selamanya manusia akan
terhina dan merugi, jika tidak memperbaiki hubungannya dengan Allah (hablun
minallah) dan dengan sesamanya-manusia (hablun minannaas).
3.
Menjaga Lingkungan
Sebagai sarana
hidup, Allah SWT melarang manusia membuat kerusakan di muka bumi. Mereka boleh
mengelola alam, tetapi untuk melestarikan dan bukan merusaknya. Firman Allah
dari sambungan ayat di atas: "Berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan".
Allah SWT
menyindir kita tentang sedikitnya orang yang peduli pada kelestarian lingkungan
di muka bumi, firmanNya; "Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang
sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada
(mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil " (QS. Huud
ayat 116).
Dalam kaidah
Ushul Fikih dikatakan, Ad-dlararu yuzalu: segala bentuk kemudharatan itu mesti
dihilangkan. Nabi SAW bersabda : "La dlarara wala dlirara", artinya
ialah tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun membahayakan orang lain.
Dari sini dapat dibuat peraturan teknis untuk mencegah kerusakan lingkungan
yang pada akhirnya membahayakan kehidupan manusia itu sendiri. Pelanggaran
terhadap hal itu, di samping berdosa juga harus dikenai hukuman ta'zir; mulai
dari denda, cambuk, penjara, bahkan hukuman mati tergantung tingkat bahaya yang
ditimbulkannya.
Karena itu,
bila kita ingin terhindar dari berbagai bencana harus ada revolusi total
tentang pandangan manusia terhadap alam sekitarnya. Cara pandang kapitalistik
dan individualistik yang ada selama ini harus diubah. Ini karena menganggap
alam sekitarnya sebagai faktor produksi telah membuat orang rakus, serakah, dan
sekaligus oportunis. Pandangan hidup untuk berkompetisi berdasarkan pada teori
Survival on the fittes membuat manusia merusak harmoni kehidupan. Ketidak
percayaan pada nikmat Allah yang tiada terhitung membuat manusia membunuh
sesama makhluk Allah demi memuaskan kebutuhannya
Kehidupan dunia
dan akhirat bagaikan mata rantai yang tak terpisahkan, kehidupan dunia harus
dinikmati sebagai rahmat Allah, dan dijadikan persiapan untuk menuju kehidupan
yang hakiki yang penuh kebahagiaan, yaitu akhirat. Lebih jauh lagi Nabi
menegaskan
اَلْمُؤْ مِنُ اْلقَوِيُّ خَيْرٌوَاَحَبُّ اِلَى اللهِ مِنَ
اْلمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ اِحْرِصْ عَلَى مَايَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ
بِا للهِ وَلَاتَعْجِرْ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan
lebih dicintai oleh allah dari pada mukmin yang lemah, sedangkan pada masing
masing ada kebaikannya. Bersemangatlah kamu untuk mencapai sesuatu yang
bermanfaat bagimu. Mohonlah pertolongan kepada allah dan janganlah kamu merasa
tidak berdaya.”
Rasulullah
memotivasi kita agar kita mmenjadi mukmin yang kuat karena allah menyukai
mukmin yang kuat . Dalam mencapai seseuatu yang bermanfaat kita harus
bersemangat. Bersemangat dalam melakukan sesuatu yangt bermanfaat harus
juga tetap di iringi dengan memohon pertolongan allah agar dipermudah
jalannya Sebagai umat islam kita dilarang menjadi umat yang lemah karena
dapat merugikan diri sendiri. Dalam mengerjakan sesuatu kita harus bersungguh
sungguh melakukannya agar hasilnya baik. Namun disaat beribadah kepada allah
kita harus dengan setulus hati beribadah kepada-nya seakan akan kita tidak akan
pernah hidup lagi (mati besok).
Perintah kerja
keras, tekun dan ulet dengan tidak melalaikan kewajiban pokok untuk persiapan
kampung akhirat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
1.
Kerja keras
Kerja keras yaitu melaksanakan suatu
pekerjaan dengan gigh tanpa mengenal lelah sesuai dengan kemampuannya sehingga
mendapat hasil yang maksimal. Setiap orang pasti mempunyai kebutuhan masing
masing, untuk memenuhi kebutuhannya manusia harus bekerja keras. Seperti
bagaimana yang telah dicontohkan oleh rasullah saw. Beliau senang bekerja keras
mulai dari kanak kanak sampai dewasa, bahkan ketika sudah menjadi nabipun
beliau masih tetap bekerja keras.
2.
Tekun
Tekun adalah rajin/telaten dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, sehingga akan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Orang yang tekun akan bersungguh melakukan apa yang menjadi kewajibannya demi
mendapatkan apa yang ia inginkan. Allah telah menjamin oramng yang tekun dalam
melaksanakan perintahnya baik urusan dunia maupun akhirat di jamin mendapatklan
keberhasilan.
3.
Ulet
Ulet yaitu berusaha dengan berbagai
cara yang positif sehingga usahanya berhasil dengan memuaskan. Orang yang ulet
dalam berusaha tidak akan pernah putus asa kalau usahanya belum berhasil, dan
orang itu akan berusaha mencari jalan lain agar usahanya berhasil.
Allah berfirman dalam Surah Yusuf
;87, yang di dalamnya terdapat larangan untuk berputus asa.
ولا تيئسوأ من روح الله إنه لا يايئس من روح الله الا القوم
الكفرون
Artinya: “…dan janganlah kamu
berputus asa dari rahmat allah, sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat
allah melainkan kaum yang kafir”
4.
Teliti
Teliti adalah perilaku cermat dan
hati hati dalam melakukan suatu tindakan/pekerjaan. Sesuatu yang di lakukan
dengan teliti akan menghasilkan hasil yang lebih baik disbanding dengan tergesa
tega/ gegabah
B.
Macam-macam Keseimbangan Dalam Hidup
Allah
telah memberikan predikat kepada umat islam sebagai umat yang pertengahan,
yaitu umat yang berada di tangah-tengah antara umat-umat lainnya. Umat yang
berada di tengah karena mampu menyeimbangkan dan meratakan amal dalam seluruh
aspek kehidupan ini. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ
عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا .
Artinya: 143. dan demikian (pula)
Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[95] agar
kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu. “(Al-Baqarah: 143)
Umat Islam
menjadi umat pertengahan dan mampu menjadi saksi bagi umat-umat yang lainnya,
karena mempnyai beberapa kelebihan. Diantaranya adalah :
1.
Seimbang antara
Ilmu dan Amal
Seoarang muslim
dalam hidupnya harus bisa menyeimbangkan antara ilmu dan amal. Tidak boleh
hanya menekankan ilmu saja, tanpa diimbangi dengan amal perbuatan yang nyata.
Sifat seperti ini adalah sifat yang dimurkai oleh Allah Subhanahu Wata’ala,
Sebagaimana dijelaskan dalm firman-Nya, dalam (Surat Shof ayat 2-3).
Artinya: “Wahai orang-orang yang
beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan.”
Mengatakan
sesuatu yang tidak dikerjakan , artinya seseorang hanya berkutat pada teori
belaka dan berjalan di atas konsep yang kosong. Dia menjadikan ajaran islam
hanya sebagai Islamologi, ilmupengetahuan tentang islam yang hanya
dibicarakan, didiskusikan dan diseminarkan tanpa ada praktik dalam kehidupan
sehari-hari. Lebih Ironis lagi, amalan sehari-harinya justru bertentangan
dengan ajaran Islam yang biasa dibicarakan di berbagai tempat.
Ini adalah
sifat orang-orang yahudi . mereka dikaruniai oleh Allah ilmu yang sangat
banyak, tetapi perbuatan mereka tidak mencerminkan ilmu yang dimiliki, justru
digunakan untuk membuat kerusakan di muka bumi dengan menipu dan membodohi
orang lain demi kepentingan dunia mereka. Orang-orang yahudi inilah yang
dimurkai Allah di banyak tempat dalam Al-Qur’an. Disisi lain, umat islam juga
tidk boleh hanya menekankan amal ibadah saja tanpa diimbangi dengan ilmu yang
cukup. Sebelum beramal harus diketahui dulu teori dan ilmunya,. Sehingga
diharapakan amal yang dilakukan tersebut benar tidak menyeleweng.
Sehingga dia
akan berjalan pada jalan yang lurus dan benar yang akan mengantarkannya pada
tujuan. Beramal tanpa disertai ilmu yang cukup akan menyebabkan seseorang
tersesat dijalan, sehingga tujuannya tidak akan tercapai . Inilah yang
dilakukan oleh orang-orang Nashrani yang bersemangat di dalm beribadah, tetapi
malas menuntu ilmu sehingga di cap oleh Allah semoga umat yang sesat.
2.
Seimbang antara
rasa takut dan harapan
Seorang muslim
di dalm hidupnya tidak boleh selalu di liputi rasa takut terhadap dosa-dosa
yang dikerjakannya, sehingga menimbulkan rasa putus asa terhadap rahmat dan
ampunan dari Allah. Sebaliknya pula, dia juga tidak boleh berlebihan di dalam
menghrap rahmat dan ampunan Allah sehingga meremehkan dosa-dosa yang
dikerjakan, bahkan menggap enteng dosa besar dengan dalil bahwa Alla adalah
Maha Pengampun.
Muslim yang
baik menggabungkan antara kedua hal diatas, Yaitu menggabungakn rasa takut
terhadap siksaan karena dosa-dosanya karena waktu yang sama, dia sangat
mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya. Dua hal ini merupakan dua sayap orang
muslimyang baik, sehingga dengan keduanya dia mampu terbang keangkasa dengan
bebas dan penuh percaya diri. Jika salah satu dari kedua sayap itu tidak ada,
maka secara otomatis dia aka terjatuh dalm jurang kehancuran dunia dan akhirat
kelak.
Allah SWT telah
menggambarkan dengan indah kedua hal tersebut yang terdapat dalam diri seorang
muslim yang baik.
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ
الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ
عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا (٥٧
Artinya: “Orang-orang yang mereka
seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara
mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut
akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.”
3.
Seimbang di
dalam menjalankan ajaran agama
Seorang muslim
tidak boleh berlebih-lebihan dalam menjalankan ajaran Islam, yaitu melampui
batas dari apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Misalnya belebih-lebihan
dalam melaksanakan shalat Tahajud sehingga tidak ada waktu tidur sama sekali,
yang membuatnya lemah dan kusut pada pagi hari, serta tidak semngat menjalani
kehidupan sehari-hari karena belum istirahat semalam penuh. Begitu juga seorang
muslim tidak boleh melakukan puasa” ngableng” (puasa setiap hari) tanpa berbuka
sedikitpun, atau membujang selamnya, tidak mau menikah dengan seorang perempuan
dengan dalih bahwa menikah itu akan melalaikan ibadahnya.
Itu semua
adalah bentuk-bentuk berlebih-lebihan di dalam menjalankan ajaran agama yang
dilarang di dalam Islam. Islam mengjarkan kepada umatnya untuk selama seimbang
di dalam iadah dan muamalhnya. Dalam suatu Hadist yang diriwayatkan oleh Anas
bin Malik, ia berkata:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قا ل:قا ل رسول الله صلى الله
عليه وسلم: ان الدين يسر ولن يشا دا الدين احد الى غلبه فسددوا وقاربوا وابشروا واستعينو
بلغدوة والروحة وشيء من الد لجة
Artinya: “Sesungguhnya agama itu
mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit diri berlebih-lebihan) didalam
mengamalkan agama ini, kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit)
maka mereka berlakulah lurus kalian, mendekatlah (kepada yang benar) dan
berilah kabar gembira dan minta tolonglah dengan Al-Ghadwah (berangkat di awal
pagi) dan ar-ruh (berangkat setelah dzuhur) dan sesuatu dari ad-duljah
(berangkat diwaktu malam)”. (HR. Bukhari, No.38)
Allah SWT juga
melarang umat-umat terdahulu untuk tidak berlebihan di dalam mengamalkan agama.
Sebagaimana larangan Allah dalam (Q.S Al-Maidah:77) yang artinya :
Artinya:”Katakanlah: "Hai ahli
Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak
benar dalam agamamu. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang
telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah
menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang
lurus".
Disamping
larangan berlebih-lebihan di dalam meelaksanakan ajaran agama Islam, seorang
Muslim dituntut juga untuk tidak meremehkan dan bermalas-malasan. Jadi harus
seimbang dan bersikap wajar
4.
Keseimbangan
Antara Dunia Akhirat
Muslim yang
baik dituntut untuk memikirkan dan mempersiapkan diri untuk mencari bekal yang
akan dibawa yang akan dibawanya ke alam akhirat kelak, pada saat yang sama dia
tidak boleh melupakan keberadaanya di dunia yang di jalani ini, sebagaimana
hadist Rasulullah SAW:
ليس بخير كم من ترك دنياه لما خرته و لا اخرته لد نيا ه حتى
يصيب منهما جميعا فان الد نيا بلا غ الى الا خرة و لما تكو نوا كل على النا س (بن عساكر
عن انس)
Artinya: “Bukankah orang yang paling
baik diantara kamu orang yang meninggalkan kepentingan dunia untuk mengejar
akhirat atau meninggalkan akhirat untuk mengejar dunia sehingga dapat memadukan
keduanya. Sesungguhnya kehidupan dunia mengantarkan kamu menuju kehidupan
akhirat. Janganlah kamu menjadi beban orang lain”.(H.R. ‘Asakir dan Anas)
Dari hadist
tersebut diljelaskan bahwa ada sebagian orang yang menugutamakan akhirat dari
pada kehidupan dunia, oleh karena itu dia akan terus berdzikir dan beribadah
kepada Allah dan melalaikan kehidupan dunia. Cara hidup seperti ini bukanlah
cara hidup yang baik menurut Rasulullah.
Ada pula orang
yang lebih mengutamakan kehidupan didunia dari pada kehidupan akhirat, oleh
karena itu dia akan terus bekerja untuk mengejar dunia, sehingga ia lupa akan
Allah. Cara hidup seperti ini juga bukanlah cara hidup yang baik menurut
Rasulullah. Kehidupan yang baik ialah kehidupan seseorang yang mampu mampu
menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhiratnya dengan menyadari bahwa hidup
didunia akan ada akhirnya, dan bekal bekal hidup di akhirat hanyalah amal
shaleh yang kita lakukan selam hidup didunia.
C.
Keseimbangan Pendidikan Menurut Islam
Didalam
al-Qur’an telah berkali-kali menjelaskan akan pentingnya pengetahuan. Tanpa
pengetahuan niscaya kehidupan manusia akan menjadi sengsara. Tidak hanya
itu, al-Qur’an bahkan memposisikan manusia yang memiliki pengetahuan pada
derajat yang tinggi. al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 menyebutkan:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ
أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya:.” Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat.
Al-Qur’an juga
telah menerangakn manusia agar mencari ilmu pengetahuan, sebagaimana dalam
al-Qur’an surat at-Taubah ayat 122 disebutkan:
فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ
لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ
لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (١٢٢)
Artinya: “Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.”
Dari sini kita
dapat mengetahui pentingnya pengetahuan bagi kelangsungan hidup manusia. Karena
dengan pengetahuan manusia akan mengetahui apa yang baik dan yang buruk, yang
benar dan yang salah, yang membawa manfaat dan yang membawa madharat. Islam
mewajibkan kepada seluruh pemeluknya untuk mendapatkan pengetahuan. Yaitu,
kewajiban bagi mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan. Islam menekankan akan
pentingnya pengetahuan dalam kehidupan manusia akan bejalan mengarungi
kehidupan ini bagaikan orang tersesat, yang implikasinya akan membuat manusia
semakin terlunta-lunta kelak dihari akhirat.
Orang yang
mempunyai ilmu dengan orang yang tidak mempunyai ilmu itu sangatlah beda.
Karena orang yang mempunyai ilmu itu meskipun hidupnya itu dalam keadaan
faqir, tentupun orang itu akan tetap terasa nyaman tentram dalam hidupnya,
dengan ilmu tadi oang tersebut bisa menerima rizqi dari Allah SWT dengan ikhlas
sehingga oaran tersebut akan bersyukur dengan segala apa yang diberiakn oleh
Allah.
D.
Hikmah Menerapkan Keseimbangan Dunia dan Akhirat
Setelah
mempelajari bagaimana konsep keseimbangan dalam dunia dan akhirat, hal tersebut
dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan diantaranya :
1)
Sanggup
memenuhi kebutuhan hidup sendiri sesuai kemampuannya
2)
Dapat meraih
kebahagiaan hidup didunia, sebagaimana yang diinginkan setiap orang
3)
Menjadi pribadi
yang mandiri
4)
Mempunyai
pandangan hidup yang luas sesuai prinsip-prinsip islam
5)
Sanggup
memperjuangkan islam dengan kekuatan yang dimiliki
6)
Dihormati oleh
pemeluk agama lain dan tidak dicemooh oleh mereka
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari makalah
diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.
Seorang manusia
haruslah menyeimbangkan hidupnya. Antara masalah duniawi dan ukhrowi. Supaya
bisa mencapai kehidupan yang seimbang, bisa dilakukan dengan cara : (1)
Kehidupan akhirat adalah tujuan (2) Berusaha memperbaiki kehidupan dunia (3)
Menjaga lingkungan
2.
Ada beberapa
macam keseimbangan dalam hidup, yaitu seimbang antara ilmu dan amal, seimbang
antara rasa takut dan harapan, seimbang dalam menjalankan ajaran agama serta
keseimbangan antara dunia dan akhirat
3.
Banyak hikmah
positif yang bisa diambil dengan menerapkan keseimbangan antara dunia dan
akhirat
B.
Saran
Sebagai umat islam, kita harus
berpegang teguh terhadap ajaran islam. Diantaranya adalah menyeimbangkan kehidupan
dunia dan akhirat sesuai dengan firman Allah dan Hadist Rasululloh SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyo,dkk. Modul Al-Qur’an
Hadist, (Jakarta : Citra Pustaka, 2013), hal. 3-20
Http://cahayakehidupan.blogspot.com-makalah
qurdis// di akses pada 20 April 2016
EmoticonEmoticon