BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sebagai sumber utama agama Islam,
Alquran mengandung berbagai ajaran. Ulama membagi kandungan Alquran dalam tiga
bagian besar, yaitu aqidah, akhlak, dan syariah. Aqidah berkaitan dengan
dasar-dasar keimanan, akhlak berkaitan dengan etika dan syariah berkaitan
dengan berbagai aspek hukum yang muncul dari aqwd (perkataan) dan afd
(perbuatan). Kelompok terakhir (syariah), dalam sistematika hukum Islam, dibagi
dalam dua hal, yakni ibadah (habl min Allah} dan muama-lah (habl min al-nas).[1]
Alquran tidak memuat berbagai aturan
yang terperinci tentang ibadah dan muamalah. la hanya mengandung dasar-dasar
atau prinsip-prinsip bagi berbagai masalah hukum dalam Islam. Bertitik tolak
dari dasar atau prinsip ini, Nabi Muhammad Saw. menjelaskan melalui berbagai
hadisnya. Kedua sumber inilah (Alquran dan Hadis Nabi) yang kemudian dijadikan
pijakan ulama dalam mengembangkan hukum Islam, terutama di bidang muamalah.
Dalam kerangka ini, Al-Syatibi mengemu-kakan konsep maqashid syariah.
Perlu diketahui bahwa syariah tidak
menciptakan hukum-hukumnya dengan kebetulan, tetapi dengan hukum-hukum itu
bertujuan untuk mewujudkan maksud-maksud yang umum. Kita tidak dapat memahami
nash-nash yang hakiki kecuali mengetahui apa yang dimaksud oleh syara’ dalam
menciptakan nash-nash itu. petunjuk-petunjuk lafadz dan ibaratnya terhadap
makna sebenarnya, kadang-kadang menerima beberapa makna yang ditarjihkan yang
salah satu maknanya adalah mengetahui maksud syara’.
Tujuan penetapan hukum atau yang sering
dikenal dengan istilah Maqashid al-syari’ah merupakan salah satu konsep penting
dalam kajian hukum Islam. Karena begitu pentingnya maqashid al-syari’ah
tersebut, para ahli teori hukum menjadikan maqashid al-syari’ah sebagai sesuatu
yang harus dipahami oleh mujtahid yang melakukan ijtihad. Adapun inti dari
teori maqashid al-syari’ah adalah untuk mewujudkan kebaikan sekaligus
menghindarkan keburukan, atau menarik manfaat dan menolak madharat. Istilah
yang sepadan dengan inti dari maqashid al-syari’ah tersebut adalah maslahat,
karena penetapan hukum dalam Islam harus bermuara kepada maslahat.
Maslahat adalah satu term yang populer
dalam kajian mengenai hukum Islam. Hal tersebut disebabkan maslahat merupakan
tujuan syara’ (maqâshid as-syarî’ah) dari ditetapkannya hukum Islam. Maslahat
di sini berarti ijalb al-manfa’ah wa daf’ al-mafsadah (menarik kemanfaatan dan
menolak kemudaratan).Meski demikian, keberadaan maslahat sebagai bagian tak
terpisahkan dalam hukum Islam tetap menghadirkan banyak polemik danperbedaan pendapat
di kalangan ulama’, baik sejak Ushûl Fiqh masih berada pada masa sahabat, masa
imam madzhab, maupun pada masa ulama kontemporer saat ini.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Apa pengertian maqasid syariah?
2.
Bagaimanakah maqasid syariah sebagai
tujuan hukum islam?
3.
Apa pengertian maslahah ?
4.
Apa saja macam-macam maslahah ?
C.
Tujuan
Masalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah adalah :
1.
Untuk mengetahui apa pengertian maqashid
syariah
2.
Untuk mengetahui bagaimana posisi
maqashid syariah sebagai tujuan hukum islam
3.
Untuk mengetahui bagaimana pengertian
4.
Untuk mengetahui bagaimana macam-macam
maslahah
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Maqashid Syariah
1.
Secara
Bahasa
Kata
syariat berasal dari “syara’a as-syai” dengan arti menjelaskan sesuatu. Atau
bisa diambil dari “asy-syir’ah” dan “asy-syariah” dengan arti tempat sumber air
yang tidak pernah terputus dan orang yang datang kesana tidak memerlukan adanya
alat.
Dalam
“mufrodat Al-Qur’an.” Ar-Raghib Al-Asfahani menulis bahwa “Asy-syar adalah
jalan yang jelas. Sedangkan maqashid secara bahasa adalah jamak dari maqshad,
dan maqsad mashdar mimi dari fi’il qashada, dapat dikatakan:
qashada-yaqshidu-qashdan-wamaksadan, al qashdu dan al maqshadu artinya sama,
beberapa arti alqashdu adalah: ali’timad: berpegang teguh, al amma: condong,
mendatangi sesuatu dan menuju
2.
Secara
Istilah
Ibnu
al-Qayyim Al Jauziyah “Menegaskan bahawa syariah itu berdasarkan kepada
hikmah-hikmah dan maslahah-maslahah untuk manusia baik di dunia maupun di
akhirat. Perubahan hukum yang berlaku berdasarkan perubahan zaman dan tempat
adalah untuk menjamin syariah dapat mendatangkan kemaslahatan kepada manusia”. Sedangkan
Al Khadimi “Berpendapat maqashid sebagai prinsip islam yang lima yaitu menjaga
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta”.
Dr. Wahbah Zuhaily menyebutkan Maqashid
syariah adalah sejumlah makna atau sasaran yang hendak dicapai oleh syara’
dalam semua atau sebagian besar kasus hukumnya. Atau ia adalah tujuan dari
syari’at, atau rahasia di balik pencanangan tiap-tiap hukum oleh Syar’i
(pemegang otoritas syari’at, Allah dan Rasul-Nya).
Syariat
adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah bagi hamba-Nya tentang urusan
agama. Atau hukum agama yang ditetapakan
dan diperintahkan oleh Allah. Maqashid syariah adalah tujuan yang menjadi
target teks dan hukum-hukum partikular untuk direalisasikan dalam kehidupan
manusia. Baik berupa perintah, larangan, dan mubah. Untuk individu, keluarga,
jamaah, dan umat.
B.
Maqashid
Syariah Sebagai Tujuan Hukum Islam
Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa yang
menjadi bahasan utama dalam maqashid al-syari’ah adalah hikmah dan illat
ditetapkan suatu hukum. Dalam kajian ushul fiqh, hikmah berbeda dengan illat.
Illat adalah sifat tertentu yang jelas dan dapat diketahui secara objektif
(zahir), dan ada tolak ukurnya (mundhabit), dan sesuai dengan ketentuan hukum
(munasib) yang keberadaannya merupakan penentu adanya hukum. Sedangkan hikmah
adalah sesuatu yang menjadi tujuan atau maksud disyariatkannya hukum dalam wujud
kemaslahatan bagi manusia.
Maqhasid tersebut dianggap sebagai barometer untuk
menentukan apakah suatu masalah itu termasuk maslahat (kebaikan) atau mafsadat
(keburukan), yang itu harus ditinjau dari maqashid atau maqshad atau tujuan
dari ketentuan yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Para ulama kemudian
menyimpulkan bahwasanya maqhasid itu ada lima :
1.
Perlindungan
Terhadap Agama
Perlindungan agama
ini merupakan tujuan pertama hukum Islam. Sebabnya adalah karena agama merupakan pedoman hidup manusia, dan di dalam agama
Islam selain komponen-komponen akidah yang merupakan pegangan hidup setiap
Muslin serta akhlak yang merupakan sikap hidup seorang Muslim. Dari sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang diambil dari jalur Masruq
dari Abdullah, bahwasanya Rosullah bersabda:
لا
يحلّ دم امرئ مسلم يشهد أن لا إله إلاّ الله وأنّي رسول الله إلاّ بإحدى ثلا ث
النّفس باالنّس والثّيّب الزّاني والمارق من الدّين التّارك للجماعة
“Tidaklah halal darah seorang muslim yang bersksi bahwa
tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali
karena salah satu dari tiga hal; jiwa dengan jiwa(membunuh dihukum mati), orang
yang telah menikah berzina, dan orang yang murtad dari agama (islam) karena
meninggalkan sholat jamaah.”
Berdasarkkan hadits
diatas sudah sangat jelas sekali bahwasanya Allah melindungi orang-orang yang
berada dalam agamaNya. Jadi orang-orang yang berada dalam agama islam haram
baginya darahnya atau haram baginya untuk membunuhnya. Dan dilain pihak juga islam menjaga hak dan kebebasan,
dan kebebasan yang pertama adalah kebebasan berkeyakinan dan beribadah; setiap
pemeluk agama berhak atas agama dan madzhabnya, ia tidak boleh dipaksa untuk
meninggalkannya manuju agama atau madzhab lain, juga tidak boleh ditekan untuk
berpindah keyakinannya untuk masuk islam.
Dasar hak ini
sesuai firman Allah
لا
اكراه فى الدين قد تبيّن الرّشد من الغي
Tidak ada paksaan untuk (mamasuki) agama (islam),
sesunguhnya telah jelas yang benar daripada jalan yang sesat.(QS.Al-Baqarah(2): 256).
Mengenai tafsir
ayat ini Ibnu katsir mengungkapkan, “Janganlah kalian memaksa
seseorang untuk memasuki agama islam. Sesungguhnya dalil dan bukti akan hal itu
sangat jelas dan gamblang, bahwa seseorang tidak boleh dipaksa untuk masuk agama
islam.”
Asbabun nuzul ayat
ini (sebagimana
dikatakan para ulama ahli tafsir) menjelaskan kepada kita suatu sisi
mengagumkan agama ini( islam). Mereka meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang
menceritakan ada seorang perempuan yang sedikit keturunannya, dia bersumpah
kepada dirinya, bahwa bila dikarunia seorang anak, dia akan menjadikannya
seorang yahudi ( hal seperti ini dilakukan oleh wanita dari kaum ashar pada
masa jahiliah), lalu ketika ,umcul Bani Nadhir, diantara mereka terdapat
keturunan dari kaum ashar. Maka bapak-bapak mereka berkata,” kami tidak akan
menbiarkan anak-anak kami; memeluk agama yahudi, lalu Allah menurunkan ayat
ini.
Atas peristiwa yang
terjadi ini, Al-qur’an tetap menolak segala bentuk pemaksaan, karena orang yang
diberi petunjuk oleh Allah, maka Dia akan membukakan dan menerangi mata
hatinya, lalau orang itu akan masuk islam dengan bukti dan hujjah.
Barangsiapa yang hatinya dibutakan, pendengaran, dan penglihatannya ditutup
oleh Allah, maka tidak ada gunanya mareka masuk islam dalam keadaan dipaksa.
2.
Perlindungan
Terhadap Nyawa
Pemeliharaan ini
merupakan tujuan kedua hukum Islam, karena itu hukum Islam wajib memelihara hak
manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Untuk itu hukum islam
melarang pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai
sarana yang dipergunakan oleh manusia dan mempertahankan kemaslahatan hidupnya.[2]
Pada tanggal 9
Dzulhijjah tahun 10H, Nabi SAW menuju kepadang arafah, di sana beliau
berkhutbah, yang intinya bahwa islam adalah risalah langit yang terakhir, sejak
empat belas abad yang lalu telah mensyariatkan (mengatur) hak-hak asasi manusia
secara komprehensif dan mendalam. Islm mengaturnya dengan segala macam
jaminan yang cukup untuk menjaga hak-hak tersebut. Islam membentuk
masyarakatnya di atas fondasi dan dasar yag menguatkan dan memperkokoh hak-hak
asasi manusia.
Hak pertama dan paling utama yang diperhatikan Islam adalah hak hidup.
Maka tidak mengherankan bila jiwa manusia dalam syariat Allah sangatlah dimuliakan,
harus dipelihara, dijaga, dipertahankan, tidak menghadapkannya dengan
sumber-sumber kerusakan ataupun kehancuran. Allah berfirman
:
ولا
تقتلوا أنفسكم إنّ الله كان بكم رحيما
Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya
Allah adalah maha penyayang kepadamu (QS.An-Nisa : 29
Hal ini disebabkan
karena membunuh berarti menghancurkan sifat (keadaan) dan mencabut ruh manusia. Padahal Allah sajalah sang pemberi
kehidupan, dan dia sajalah yang mematikannya. Dialah sang pencipta kehidupan
dan kematian. Pembunuhan
tidaklah sama dengan kematian, karena pembunuhan berarti merusak struktur tubuh yang menyebabkan
keluarnya ruh-ruh hanya akan berada dalam tubuh yang sehat dengan
spesifikasi-spesifiaksi khusus, karena itulah Allah berfirman mengenai
Rasulullah dalam Al-Qur;an terdapat pada surat Al-Imran :
144
وما
محمد الا قد خمت من قبله الرسول أفاءين مات أو قتل انقلبتم علي أعقبكم ومن ينقلب
علي عقيبيه فلن يضر الله شيئا وسيجزي الله
الشكرين
“Muhahammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh
telah berlalu
sebelumnya bebarapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu
berbalik ke belakang (murtad), barang siapa yang berbalik ke belakangm maka ia
tidak dapat mendatangkanmudarat kepada Allah sedikit pun, dan Allah akan
memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”
Adapun
kematian adalah keluarnya ruh dari tubuh, dengan struktur tubuh dalam keadaan
sehat, dan hanya Allah-lah yang mematikan. Sedang pembunuhan dapat dilakukan
manusia dengan menggunakan alat tajam atau dengan tembakan peluru.
3.
Perlindungan
Terhadap Akal
Akal merupakan
sumber hikmah (pengetahuan), sinar hidayah, cahay matahari, dan media
kebahagian manusia di dunia dan akhirat. Dengan akal, surat perintah dari Allah
disampaikan, dengannya pula manusia berhak pemimpin di muka bumi, dan dengannya
manusia menjadi sempurna, mulia, dan berbeda dengan makhluk lainnya. Allah swt
berfirman dalam surat al- Isra’ :70 :
ولقد
كرمنا بني أدم وحملنهم في البر و البحر ورزقهم من الطيبت وفضلنهم علي كثير ممن
خلقنا تفض
“Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kmai lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.”
Andai tanpa akal
manusia tidak berhak mendaptkan pemuliaan yang bisa
mengangkatnya menuju barisan para malaikat. Dengan akal, manusia naik menuju
alam para malaikat yang luhur. Karena itulah
akal poros pembenahan pada diri manusia. Dengannya
manusia akan mendapatkan pahala dan berhak mendapat
siksa. Balasan di dunia dan di akhirat berdasarkan akal dan kekuatan
pengetahuan. Nikmat dalam diri manusia ini membukakannya cakrawala kehiduoan, dia bisa
menapaki penjuru bumi dan menyelam di bawah kedalamannya, serta menungganga
udara. Sebagaiman yang telah disabdakan oleh sabda Nabi Nabi Muhammad SAW : “Wahai manusia, sesungguhnya setiap sesuatu memiliki
anugerah, dan anugerah seseorag adalah akalnya. Dan orang yang paling
baik petunjuk dan
pengetahuannya mengani hujjah di antara kalian adalah orang yang paling mulia
amalnya.”
Melalui akalnya
manusia, manusia mendapatkan petunjuk menuju malrifat kepada Tuhan dan
Penciptanya. Dengan akalnya, dia menyembah dan menaati-Nya, menetapkan
kesempurnaan dan keagungan untuk-Nya, mensucikan-Nya dari segala kekurangan dan
cacat, membenarkan para rasul dan para nabi, dan mempercayai bahwa mereka
mereka adalah perantara yang akan memindahkan kepada manusia apa yang
diperintahkan Allah kepada mereja, membawa kabar gembira untuk mereka dengan
jani, dan membawa peringatan dengan ancaman. Maka manusia mengopersikan akal
mereka, mempelajari yang hala dan yang haram, yang berbahaya dan bermanfaat,
serta yang baik dan buruk.
Setiap kali manusia
mengoperasikan pikiran dan aklanya, menggunakan mata hati dan perhatiannya,
maka dia akan memperoleh rasa mana, merasakan kedamaian dan ketenagan, dan
masyarakat tempat dia hidup pun akan di dominasi oleh suasana yang penuh dengan
rasa sayang, cinta, dan ketengangan. Manusia pun merasakan aman aras harta,
jiwa, kehormatan, dan kemerdekaan mereka. Akal dinamakan عقل (ikatan) karena ia bisa mengikat dan
mencegah pemilinya untuk melakukan hal-hal buruk dan mengerjakan kemungkaran.
Dinamakan demikian, karen akal pun menyerupai ikatan unta; sebuah ikatan akan
mencegah manusia menuruti hawa nafsu yang sudah tidak terjendali.
4.
Perlindungan
Terhadap Harta Benda
Harta
merupakan salah satu kebutuhan inti dalam kehidupan, di aman manusia tidak akan
bisa terpisah darinya.
المال
و البنون زينة الحيوة الدنيا
“Harta
dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. (QS. Al-Kahfi : 46)
Manusia termotivasi untk mencari harta demi menjaga
eksistensinya dan demi menambah kenikmatan materi dan religi, dia todak boleh
berdiri sebagai pengahalang antar dirinya dengan harta. Namun, semua motivasi
ini dibatasi dengan tiga syarat, yaitu harta yang dikumpulkannya dengan cara
yang halal, diprgunakan untuk hal-hal yang halal, dan dari harta ini harus
dikeluarkan hak Allah dan masyarakat tempat dia hidup.
Cara menghasilkan
harta tersebut adalah dengan cara bekerja dan mewaris, maka seseorang tidak
boleh memakan harta orang lain dengan cara yang bathil, karena Allah berfirman
dalam surat An-Nisa’ : 29
يا أيها الذين أمنوا لا
تأكلوا أمولكم بينكم با البطل الا أن تكون تجارة عن ترض
منكم
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamu dengan
jalan bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka di antara kamu”
Perlindungan untuk harta yang baik ini tampak dalam dua
hal berikut : Pertama, memiliki hak untuk di jaga dari para musuhnya, baik dari tindak pencurian,
perampasan, atau tindakan lain memakan harta orang lain (baik dilakukan kaum
muslimin atau nonmuslim ) dengan cara yang batil, seperti merampok, menipu,
atau memonopoli. Kedua, harta tersebut dipergunakan untuk hal-hal yang mubah,
tanpa ada unsur mubazir atau menipu untuk hal-hal yang dihalalkan Allah. Maka
harta ini tidak dinafkahkan untuk kefasikan, minuman keras, atau berjudi.
5.
Perlindungan
Terhadap Keturunan
Maksud ini Islam
mensyariatkan larangan perzinaan, munuduh zina, terhadap perempuan muhsonat,
dan menjatuhkan pidana bagi setiap orang yang melakukannya.[3]
Agar kemurnian darah dapat dijaga dan kelanjutan umat manusia dapat diteruskan.
Hal ini tercermin dalam hubungan darah yang menjadi syarat untuk dapat saling
mewarisi, dan larangan berzina yang terdapat dalam surat al-isra’ : 32
ولا تقربو الزني انه كان
فحسة وساء
سبيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu
adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
Hukum kekeluargaan
dan kewarisan Islam adalah hukum-hukum yang secara khusus diciptakan Allah
untuk memlihara kemurnian darah dan kemaslahatan keturunan. Dalam hubungan ini
perlu dicatat bahwa dalam hukum Islam ini di atur lebih rinci dan pasti dibandingkan
dengan ayat-ayat hukum lainnya. Maksudnya adalah agar pemeliharaan dan
kelanjutan dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya.[4]
C.
Pengertian
Maslahah
Secara
etimologis, kata المصلحة jamaknya المصالح berarti sesuatu yang baik, yang bermanfaat
dan merupakan lawan dari keburukan atau kerusakan dan didalam bahasa arab
sering pula disebut dengan yang baik dan benar “الخير والصواب”. Maslahat kadang-kadang disebut pula
dengan الاستصلاح yang berarti mencari yang
baik “طلب الاصلاح”. Jalaluddin Abdurrahman secara
tegas menyebutkan bahwa maslahat dengan pengertian yang lebih umum dan
yang dibutuhkan itu ialah semua apa yang bermanfaat bagi manusia baik yang
bermanfaat untuk meraih kebaikan dan kesenangan maupun yang sifatnya untuk
menghilangkan kesulitan dan kesusahan.
Maslahat
mursalah yakni yang dimutlakkan, menurut istilah ulama ushul yaitu maslahah
dimana syari’ tidak mensyariatkan hukum untuk mewujudkan maslahah itu, juga
tidak terdapat dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalannya. Maslahah
itu disebut mutlak karena tidak dibatasi dengan dalil pengakuan atau dalil
pembatalan.
Jadi
dapat difahami bahwa esensi dari maslahat ialah terciptanya kebaikan dan
kesenangan dalam kehidupan manusia serta terhindar dari hal-hal yag bisa
merusaknya. Namun demikian, kemaslahatan berkaitan dengan tatanan nilai
kebaikan yang patut dan layak yang memang dibutuhkan oleh manusia. Jadi maslahah
mursalah adalah kebaikan (maslahah) yang tidak disinggung-singgung syara’,
untuk mengerjakannya atau meninggalkannya, sedang kalau dikerjakan akan membawa
manfaat atau menghindari keburukan.
D.
Macam-macam
Maslahah
Dilihat dari segi pembagian maslahat ini,
dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu dilihat dari segi tingkatannya dan
eksistensinya.[5]
1.
Maslahat dari segi tingkatannya
Yang
dimaksud dengan macam maslahat dari segi tingkatannya ini ialah berkaitan
dengan kepentingan yang menjadi hajat hidup manusia. Menurut Mustasfa Said
Al-Khind maslahat dilihat dari segi tingkatannya ini dapat dibedakan kepada 3
macam, yaitu :
a.
Maslahat Daruriyatالمصالح الضرورية ) )
Yang
dimaksud dengan maslahat pada tingkatan ini ialah kemaslahatan yang
menjadi dasar tegaknya kehidupan asasi manusia yang berkaitan dengan agama
maupun dunia. Jika ia luput dalam kehidupan manusia maka mengakibatkan rusaknya
tatanan kehidupan manusia tersebut. Zakariya al-Bisri menyebutkan bahwa
maslahat daruriyat ini merupakan dasar asasi untuk terjaminnya kelangsungan
hidup manusia. Jika ia rusak, maka akan muncullah fitnah dan bencana yang
besar.
المصالح الضرورية اي الاساسية الجوهرية هي الامور التى
تقوم عليها حيات الناس بحيث اذا تخلفت اختل نطام الحيات وعمت الفوضى وكانت الفتنة
والفساد الكبير
Lebih lanjut Zakariya al-Bisri menjelaskan
bahwa yang termasuk dalam lingkup maslahat daruriyat ini ada 5 macam, yaitu
hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta.Kelima maslahat ini harus dipelihara dan dilindungi karena jika terganggu
akan mengakibatkan rusaknya sendi-sendi kehidupan. Jadi, maslahat daruriyat yaitu kemaslahatan
yang berkaitan dengan kebutuhan pokok manusia didunia dan diakhirat.
Kemaslahatan ini ada 5, yaitu pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan dan
pemeliharaan harta.
b.
Maslahah Hajiyat المصالح الحاجية ))
Maslahah Hajiyat ini ialah persoalan-persoalan yang dibutuhkan
manusia untuk menghilangkan kesulitan dan kesusahan yang dihadapi. Dengan kata
lain, dilihat dari segi kepentingannya, maka maslahat ini lebih rendah
tingkatannya dari maslahat daruriyat.Diantara ketentuan hukum yang disyariatkan
untuk meringankan dan memudahkan kepentingan manusia ialah semua keringanan
yang dibawa oleh ajaran Islam, seperti boleh berbuka puasa bagi musafir, dan
orang yang sedang sakit, dan mengqasar shalat ketika dalam perjalanan. Contoh
yang disebutkan ini merupakan kemaslahatan yang dibutuhkan manusia. sekiranya
tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan tidaklah akan mengakibatkan kegoncangan
dan kerusakan, tetapi hanya akan menimbulkan kesulitan saja.
Jadi,
maslahat hajiyat adalah maslahat yang dibutuhkan dalam menyempurnakan kemaslahatan
pokok sebelumnya yang berbentuk keringanan untuk mempertahankan dan memelihara
kebutuhan pokok manusia.
c.
Maslahah Tahsiniyahالمصالح التحسنية ))
Maslahat ini sering disebut dengan maslahat
takmiliyah. Yang dimaksud dengan maslahat jenis ini ialah sifatnya untuk
memelihara kebagusan dan kebaikan budi pekerti serta keindahan saja. Sekiranya,
kemaslahatan ini tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan tidaklah menimbulkan
kesulitan dan kegoncangan serta rusaknya tatanan manusia. Dengan kata lain, kemaslahatan
ini lebih mengacu kepada keindahan saja. Sungguhpun demikian, kemaslahatan
seperti ini juga dibutuhkan oleh manusia.
Jadi,
maslahat tahnisiyah adalah maslahat yang bersifat sebagai pelengkap yaitu
berupa keleluasaan untuk melengkapi kemaslahatan yang sebelumnya.
2. Maslahat dilihat dari segi eksistensinya
Jika
maslahat dilihat dari segi eksistensi atau wujudnya, para ulama ushul
sebagaimana dijelaskan oleh Abdul Karim Zaidan, membaginya kedalam 3 macam :
a.
Maslahah Mu’tabarah المصالح المعتبرة ) )
Maslahat jenis ini ialah kemaslahatan yang
terdapat nash secara tegas menjelaskan dan mengakui keberadaannya. Dengan kata
lain, seperti disebutkan oleh Muhammad al-Said Ali Abdul Rabuh, kemaslahatan
yang diakui oleh syar’i dan terdapat dalil yang jelas untuk memelihara dan
melindunginya.
Jika syar’i menyebutkan dalam nash tentang
hukum suatu peristiwa dan menyebutkan nilai maslahat yang dikandungnya, maka
hal tersebut disebut dengan maslahat mu’tabarah. Yang termasuk kedalam maslahat
ini ialah semua kemaslahatan yang dijelaskan dan disebutkan oleh nash, seperti
memelihara agama, jiwa, keturunan dan harta benda. Oleh karena itu, Allah SWT
telah menetapkan agar berusaha dengan jihad untuk melindungi agama, melakukan
qisash bagi pembunuh, menghukum pelaku pemabuk demi pemeliharaan akal,
menghukum pelaku zina dan begitu pula menghukum pelaku pencurian. Seluruh ulama
sepakat bahwa semua maslahat yang dikategorikan kepada masalahat mu’tabarah
wajib ditegakkan dalam kehidupan, karena dilihat dari segi tingkatan ia
merupakan kepentingan pokok yang wajib ditegakkan.
Jadi,
maslahat mu’tabaroh adalah maslahat yang diakui dan dijelaskan oleh nash. Atau
bisa juga diartikan sebagai maslahat yang didukung oleh syara’ karena adanya
dalil khusus yang menjadi dasar bentuk kemaslahatan tersebut.
b.
Maslahah Mulghahالمصالح الملغاة ))
Maslahah mulghah ialah maslahat yang berlawanan dengan
ketentuan nash. Dengan kata lain, maslahat yang tertolak karena ada dalil yang
menunjukkan bahwa ia bertentangan dengan ketentuan dalil yang jelas.
Contoh
yang sering dirujuk dan ditampilkan oleh ulama ushul ialah menyamakan pembagian
harta warisan antara seorang perempuan dengan saudara laki-lakinya. Penyamaan
antara seorang perempuan dengan saudara laki-laki tentang warisan memang
terlihat ada kemaslahatannya, tetapi berlawanan dengan ketentuan dalil nash
yang jelas dan rinci. Hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an yang artinya : “Allah telah menetapkan bagi kamu (tantang pembagian harta
pusaka) untuk anak-anak kamu, yaitu bagi seorang anak laki-laki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan”. (Q.S.An-Nisa:11)
Jadi maslahat
mulghoh adalah maslahat yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Al-Qur’an atau
maslahat yang tidak diakui karena bertentangan oleh nash.
c.
Maslahat Mursalahالمصالح المرسلة ) )
Yang
dimaksud dengan maslahat mursalah ialah maslahat yang secara eksplisit tidak
ada satu dalilpun yang mengakuinya maupun yang menolaknya, tetapi keberadaannya
selalu sejalan dengan tujuan syariat. Secara lebih tegas maslahat mursalah ini
termasuk jenis maslahat yang didiamkan oleh nash. Abdul Karim Zaidan
menyebutkan yang dimaksud dengan maslahat mursalah ialah maslahat yang tidak
disebutkan oleh nash baik penolakannya maupun pengakuannya.
Dengan
demikian, maslahat mursalah ini merupakan maslahat yang sejalan dengan tujuan
syara’ yang dapat dijadikan dasar pijakan dalam mewujudkan kebaikan yang
dihajatkan oleh manusia serta terhindar dari kemudharatan. Diakui hanya dalam
kenyataannya jenis maslahat yang disebut terakhir ini terus tumbuh dan berkembang
seiring dengan perkembangan masyarakat Islam yang dipengaruhi oleh perbedaan
kondisi dan tempat. Jadi, maslahat mursalah ini merupakan
maslahat yang sesuai dengan syara’ yang dapat dijadikan dasar atau pedoman
untuk mewujudkan kebaikan yang diniatkan oleh manusia sehingga terhindar dari
keburukan atau kemudhorotan. Maslahat mursalah juga disebut maslahat mutlaq
karena tidak ada dalil yang menyatakan benar atau salah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat disimpulkan
bahwa :
1.
Maqoshid Syariah adalah tujuan yang
menjadi target teks dan hukum-hukum partikular untuk direalisasikan dalam
kehidupan manusia. Baik berupa perintah, larangan, dan mubah. Untuk individu,
keluarga, jamaah, dan umat.
2.
Maqashid syariah dalam peetapan tujuan
hukum islam terdiri dari 5, yaitu : (1) Perlindungan terhadap nyawa (2)
Perlindungan terhadap akal (3) Perlindungan terhadap harta benda (4)
Perlindungan terhadap agama (5) Perlindungan terhadap keturunan
3.
Maslahah adalah kebaikan (maslahah) yang tidak disinggung-singgung
syara’, untuk mengerjakannya atau meninggalkannya, sedang kalau dikerjakan akan
membawa manfaat atau menghindari keburukan.
4.
Macam-macam maslahah dibagai menjadi
dua, yaitu maslahah berdasarkan tingkatannya (maslahah dlaruriyat, hajiyat dan tahsiniyah).
Maslahah berdasarkan eksistensinya (Maslahah mu’tabarah, mulghah dan mursalah)
B.
Saran
Semoga dengan adanya makalah ini bisa menambah pengetahuan
kita Aamiin dan pemakalah sangat bertrimakasih atas kerik dan saran kepada
dosen maupun para maha siswa sekalian.
DAFTAR
PUSTAKA
Saifudin Zuhri, ushul fiqih akal sebagai sumber hukum
islam ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009) hal 105-106
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam ( Jakarta :
PT Raja Grafindo Persaga, 2005) hal 63
Http://sameno12345.blogspot.co.id/2015/12/konsep-maqasid-al-syariah-maslahah.html di akses pada taggal 10 September 2017
Https://habyb-mudzakir-08.blogspot.co.id/2013/10/maqashid-syariah.html
di akses pada tanggal 10 September 2017
Http://www.iswahyudi-wahyu.top/2016/04/al-maslahah-mursalah-pengertian-macam.html
di akses pada tanggal 10 September 2017
[1]
Http://Makalah-ugi.blogspot.com//maqashid-syariah// di akses pada tanggal 10
September 2017
[2] Muhammad Daud Ali, Hukum Islam (
Jakarta : PT Raja Grafindo Persaga, 2005) hal 63
[3] Saifudin Zuhri, ushul fiqih akal sebagai
sumber hukum islam ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009) hal 105-106
[5] Ibid
EmoticonEmoticon