BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kegiatan guru didalam
kelas meliputi dua hal pokok, yaitu mengajar dan mengelola kelas. Kegiatan
mengajar dimaksudkan secara langsung menggiatkan siswa mencapai tujuan-tujuan
seperti menelaah kebutuhan-kebutuhan siswa, menyusun rencana pelajaran,
menyajikan bahan pelajaran kepada siswa, mengajukan pertanyaan kepada siswa,
menilai kemajuan siswa adalah contoh-contoh kegiatan mengajar. Kegiatan
mengelola kelas bermaksud menciptakan dan mempertahankan suasana (kondisi) kelas
agar kegiatan mengajar itu dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Memberi ganjaran dengan segera, mengembangkan hubungan yang baik antara guru
dan siswa, mengembangkan aturan permainan dalam kegiatan kelompok adalah
contoh-contoh kegiatan mengelola kelas.[1]
Peran seorang guru pada
pengelolaan kelas sangat penting khususnya dalam menciptakan suasana
pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip, guru memegang dua tugas
sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan pengelolaan kelas.Tugas sekaligus
masalah pertama, yakni pengajaran, dimaksudkan segala usaha membantu siswa
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebaliknya, masalah pengelolaan berkaitan
dengan usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa
sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Menyandang jabatan guru
memang penuh tantangan dan penuh dengan dinamika. Sebagai tugas pokok guru
mengajarkan suatu mata pelajaran, ia tidak hanya mengutamakan mata pelajaran
akan tetapi harus juga memperhatikan anak itu sendiri sebagai manusia yang
harus dikembangkan pribadinya. Pikiran
yang normatif mengatakan bahwa harus dipelihara keseimbangan antara
perkembangan intelektual dan psikologis anak.hanya mementingkan bahan pelajaran
dengan mengabaikan anak akan dapat merugikan anak itu sendiri.
Macam-macam cara yang
digunakan oleh guru untuk menciptakan kelas yang kondusif banyak sekali. Guru
bisa menerakan pendekatan dan teknik teknik tertentu untuk menicptakan kelas
yang kondusif. Berangkat dari alasan tersebut maka penulis membat makalah ini
dengan judul Konsep Pendekatan dalam
Memecahkan Problem di Kelas.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Bagaimana konsep pendekatan dalam
memecahkan problem di kelas ?
2.
Apa pengertian dari punishment ?
3.
Bagaimana teknik dalam penerapan
punishment ?
C.
Tujuan
Masalah
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah adalah :
1.
Untuk mengetahui bagaimana konsep
pendekatan dalam memecahkan problem dikelas
2.
Untuk mengetahui bagaimana pengertian
dari punishment (pemberian hukuman)
3.
Untk mengetahui bagaimana teknik dalam
penerapan punishment
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pendekatan
Dalam Memecahkan Problem di Kelas
Dalam memecahkan
problem diperlukan teknik khusus oleh seorang guru. Berikut teknik yang dapat
digunakan untuk memecahkan problem dikelas[2]:
1.
Inner
Control
Teknik inner control
yakni kontrol perilaku berasal dari dalam diri siswa sendiri. Kepekaan akan
kedisiplinan harus tumbuh dan berkembang dari dalam diri siswa sendiri. Kesadaran
akan norma-norma, peraturan-peraturan, tata tertib yang diterapkan akan membuat
siswa dapat mengendalikan dirinya sendiri . Teknik inner control memiliki arti
yang sama dengan model pengaruh yang disebutkan di dalam buku Ramon. Penjelasan
yang ditulis Ramon dijelaskan sebagai berikut. Pendekatan ini dinamakan
pendekatan berpusat pada siswa dan terdiri dari teknik yang didesain untuk
memberikan fasilitas pelatihan pengendalian diri pada siswa. Asumsi utama yang
mendasari hal tersebut adalah kepercayaan bahwa anak-anak perlu mengatasi
akibat dari sikapnya sendiri daripada meminta orang dewasa memberitahukan
bagaimana untuk bersikap, karena hanya mereka yang dapat menentukan apakah
masalah itu sebenarnya, jalan keluar yang paling cocok dan paling baik bagi
mereka yang ditentukan oleh mereka sendiri.
Dalam melaksanakan
model ini guru harus benar-benar mengetahui apakah masalah yang terjadi
tersebut berasal dari guru atau siswa. Apabila masalahnya berasal dari siswa
fungsi utama sebagai guru adalah mendorong siswa untuk mempelajari situasi
secara verbal, sehingga guru memperlihatkan bahwa ia mengerti apa yang
diceritakan oleh siswa. Seorang guru tidak boleh memaksakan kehendak bagaimana
siswa harus bersikap, siswa lebih memahamai apa yang sedang dia rasakan saat
itu.
2.
Eksternal
Control
Teknik external control
adalah pengendalian berasal dari luar diri siswa dan hal ini dapat berupa
bimbingan dan konseling. Pengendalian diri dapat juga berupa pengawasan tetapi
yang bersifat hukuman. Pemakaian teknik ini harus disesuaikan dengan
perkembangan siswa. Misalnya teknik inner-control lebih sesuai untuk siswa
pendidikan menengah dan tinggi, sedangkan untuk siswa pendidikan dasar lebih
sesuai dengan teknik external control.
Teknik external control memiliki arti yang sama dengan model pengaruh yang disebutkan di dalam buku Ramon. Penjelasan yang ditulis Ramon menyatakan jika anak-anak belum mampu menyadari apa yang terbaik bagi mereka. Karena anak-anak juga dianggap mengambil keputusan tentang sikap mereka sendiri sering kali berdasarkan informasi yang kurang benar. Maka tugas gurulah untuk menunjukkan apa yang terbaik bagi siswanya. Hal ini didukung dengan kenyataan bahwa guru memiliki pengalaman yang lebih luas sehingga guru mampu menyadari akibat yang ditimbulkan dari sikap tidak layak. Meskipun pada awalnya guru akan merespon sikap tidak layak siswa dengan teknik-teknik sebelumnya, namun tetap pada akhirnya gurulah yang memiliki tanggung jawab untuk membuat siswanya berbuat baik. Respons ideal guru terhadap sikap tidak layak siswa ialah dengan bersikap tegas. Respon semacam ini membuat siswa mengetahui jika guru mengharapkan mereka melakukan apa yang diinginkan oleh guru. Respon tegas lebih dapat diterima dengan baik oleh siswa jika dibandingkan dengan respon yang tidak tegas dan teknik melawan.
Teknik external control memiliki arti yang sama dengan model pengaruh yang disebutkan di dalam buku Ramon. Penjelasan yang ditulis Ramon menyatakan jika anak-anak belum mampu menyadari apa yang terbaik bagi mereka. Karena anak-anak juga dianggap mengambil keputusan tentang sikap mereka sendiri sering kali berdasarkan informasi yang kurang benar. Maka tugas gurulah untuk menunjukkan apa yang terbaik bagi siswanya. Hal ini didukung dengan kenyataan bahwa guru memiliki pengalaman yang lebih luas sehingga guru mampu menyadari akibat yang ditimbulkan dari sikap tidak layak. Meskipun pada awalnya guru akan merespon sikap tidak layak siswa dengan teknik-teknik sebelumnya, namun tetap pada akhirnya gurulah yang memiliki tanggung jawab untuk membuat siswanya berbuat baik. Respons ideal guru terhadap sikap tidak layak siswa ialah dengan bersikap tegas. Respon semacam ini membuat siswa mengetahui jika guru mengharapkan mereka melakukan apa yang diinginkan oleh guru. Respon tegas lebih dapat diterima dengan baik oleh siswa jika dibandingkan dengan respon yang tidak tegas dan teknik melawan.
3.
Cooperative
Control
Cooperative
control adalah kerjasama antara guru dan siswa . Teknik ini berangkat dari
pendapat bahwa disiplin kelas yang baik mengandung adanya kesadaran kerjasama
guru dan siswa secara harmonis, respektif, efektif, dan produktif. Oleh karena
itu, harus ada kerjasama antara guru dan siswa. Bentuk-bentuk kerjasama guru
dengan siswa di antaranya :
a.
Mengadakan perencanaan secara kooperatif
dengan siswa
b.
Mengembangkan kepemimpinan dan tanggung
jawab pada siswa
c.
Membina organisasi dan prosedur kelas
secara demokratis
d.
Memberikan kesempatan untuk berdiri
sendiri
e.
Berpikir sendiri, terutama dalam
mengemukakan dan menerima pendapat orang lain.
Memberi kesempatan berpartisipasi secara luas sesuai dengan taraf kesanggupan siswa. Menciptakan kesempatan-kesempatan untuk mengembangkan sikap-sikap yang diinginkan: sosial, psikologis, biologis.
Memberi kesempatan berpartisipasi secara luas sesuai dengan taraf kesanggupan siswa. Menciptakan kesempatan-kesempatan untuk mengembangkan sikap-sikap yang diinginkan: sosial, psikologis, biologis.
B.
Pengertian
Punishment
Punishment diartikan
sebagai hukuman atau sanksi. Punishment biasanya dilakukan ketika apa yang
menjadi target tertentu tidak tercapai, atau ada perilaku anak yang tidak
sesuai dengan norma-norma yang diyakini oleh sekolah tersebut.[3]
Punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan
secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Ibnu Khaldun anti
menggunakan kekerasan dalam mendidik anak beliau, beliau berkata: Siapa yang
biasa di didik dengan kekerasan maka ia akan selalu di pengaruhi oleh
kekerasan, akan selalu merasa sempit hati, akan bersifat pemalas, suka berdusta
karna takut akan kepergok oleh penguasa. Hal ini selanjutnya akan mengajar dia
menipu sehingga menjadi kebiasaan, selanjutnya ia menjadi pribadi yang kejam
tanpa perasaan.
Tujuan dari metode ini
adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan
membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat
pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik.
Seorang guru atau orang tua diperbolehkan memukul dengan pukulan yang tidak
keras. Ini dilakukan ketika beberapa cara seperti menasehati, menegur, tidak
mempan juga. Hukuman ini terutama menyangkut kewajiban shalat bagi anak-anak
yang usianya telah mencapai sepuluh tahun.
Nabi SAW bersabda yang artinya :
Nabi SAW bersabda yang artinya :
“Dari Amr Bin
Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata : Raulullah SAW bersabda :
“perintahkanlah anakmu untuk melakukan shalat, pada saat mereka berusia tujuh
tahun, dan pukullah mereka pada saat mereka berusia sepuluh tahun jika mereka
meninggalkan shalat dan pisahkanlah mereka dalam hal tempat tidur.” (HR. Abu
Dawud)
Dalam nasehat
Rasulullah itulah terkandung cara mendidik anak yang dilandasi dengan kasih
sayang, dan menomor duakan hukuman. Bukankah beliau terlebih dahulu menyuruh
membiasakan anak mengerjakan shalat mulai usia tujuh tahun? Kalau tiga tahun
setelah itu, ternyata belum juga shalat, sangat wajar jika diberikan hukuman.
Hukuman sesungguhnya tidaklah mutlak diperlukan. Ada orang-orang yang baginya teladan dan nasehat saja sudah cukup, tidak perlu lagi hukuman. Tetapi manusia itu tidak sama seluruhnya diantara mereka ada yang perlu dikerasi sekali-kali. Hukuman bukan pula tindakan yang pertama kali terbayang oleh seorang pendidik, dan tidak pula cara yang didahulukan. Nasehatlah yang paling didahulukan begitu juga ajaran untuk berbuat baik, dan tabah terus menerus semoga jiwa orang itu berubah sehingga dapat menerima nasehat tersebut.
Hukuman sesungguhnya tidaklah mutlak diperlukan. Ada orang-orang yang baginya teladan dan nasehat saja sudah cukup, tidak perlu lagi hukuman. Tetapi manusia itu tidak sama seluruhnya diantara mereka ada yang perlu dikerasi sekali-kali. Hukuman bukan pula tindakan yang pertama kali terbayang oleh seorang pendidik, dan tidak pula cara yang didahulukan. Nasehatlah yang paling didahulukan begitu juga ajaran untuk berbuat baik, dan tabah terus menerus semoga jiwa orang itu berubah sehingga dapat menerima nasehat tersebut.
C.
Teknik
Punishment
Dalam menghukum siswa,
guru tidak boleh semena-mena melainkan ada beberapa teknik yang harus digunakan
dalam penerapan punishment[4],
yaitu :
a.
Sebelum berumur 10 tahun anak tidak
boleh dipukul
b.
Memberikan kesempatan pada siswa untuk
taubat dari yang dia lakukan dan memperbaiki kesalahan
c.
Apabila hukuman pukulan terpaksa harus
dilakukan maka pukulan tidak lebih dari 10 kali. Yang dimaksud disini bukan
pukulan yang tidak mengenai wajah dan organ-organ vital
d.
Suatu hukuman jangan sampai menyinggung
harga diri seorang anak
e.
Jangan berupa penghinaan atasnya
Banyak bentuk
punishment yang diberikan guru kepada muridnya, dari yang mulai menggunakan kekerasan
sampai pada hal yang lebih mendidik. Adapun bentuk-bentuk punishment itu adalah
:
1.
Hukuman berupa penundaan dalam
memberikan penghargaan: kelebihanya, murid akan berusaha mendapatkan rewordnya
sehingga akan berusaha pula untuk segera memperbaiki kesalahan/prilakunya.
Sayangnya kelemahan dari punishment ini secara tidak langsung akan bergantung
pada pemberian reward, apalagi jika reward yang diberikan tidak proposional.
2.
Hukuman berupa pencabutan hak istimewa
murid: kelebihanya, murid akan merasa rugi karena hak istimewanya dicabut dan
umumnya ia akan berusaha memperbaiki kesalahan atau prilakunya dengan segera
untuk mendapatkan kembali hak istimewanya. Lemahnya, jika sekali saja guru
lalai akan konsekuensi dan konsistensi penerapan hukuman tersebut maka tidak
akan memberikan hasil apa-apa dalam menerapkan disiplin pada murid
3.
Hukuman berupa skorsing: kelebihanya,
dapat memberi waktu pada murid untuk merenungi kesalahanya dengan tidak
mengizinkan mengikuti pembelajaran disekolah dengan harapan ada perasaan malu
dan rugi, sehingga murit mau memperbaiki kesalahanya. Kekurangannya hampir sama
dngan penyetrapan atau time out dimana untuk murid murid tertentu mengharapkan diskorsing
atau tidak diperbolehkan masuk sekolah untuk beberapa hari shingga bisa “bebas”
dari tanging jawab sekolah. Untuk itu penanganannya juga sama yaitu sekolah
sebaiknya memberikan tugas yang harus diselesaikan selama murid yang diskorsing
dan ikut melibatkan orang tua untuk memantaunya selain itu kekurangan lainnya
adalah murid menjadi tertinggal pelajaranya karna tidak masuk sekolah, sehingga
butuh waktu bagi murid tertentu yang cenderung lambat untuk bisa mengejar
ketertinggalannya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
makalah diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Teknik dalam memecahkan problem dikelas ada tiga,
yaitu :
a.
Inner Control, yakni
kontrol perilaku berasal dari dalam diri siswa sendiri. Kepekaan akan
kedisiplinan harus tumbuh dan berkembang dari dalam diri siswa sendiri.
b.
Eksternal Control, yaitu pengendalian
berasal dari luar diri siswa dan hal ini dapat berupa bimbingan dan konseling .
c.
Cooperative Control, yaitu kerjasama
antara guru dan siswa . Teknik ini berangkat dari pendapat bahwa disiplin kelas
yang baik mengandung adanya kesadaran kerjasama guru dan siswa secara harmonis,
respektif, efektif, dan produktif
2. Teknik Punishment merupakan teknik pemberian hukuman
terhadap siswa, ada beberapa teknik dalam pemberian hukuman terhadap siswa.
3. Adapun teknik yang dapat diterapkan dalam pemberian
hukuman adalah :
a.
Hukuman berupa penundaan dalam
memberikan penghargaan: kelebihanya, murid akan berusaha mendapatkan rewordnya
sehingga akan berusaha pula untuk segera memperbaiki kesalahan/prilakunya.
b.
Hukuman berupa pencabutan hak istimewa
murid: kelebihanya, murid akan merasa rugi karena hak istimewanya dicabut dan
umumnya ia akan berusaha memperbaiki kesalahan atau prilakunya dengan segera
untuk mendapatkan kembali hak istimewanya.
c.
Hukuman berupa skorsing: kelebihanya,
dapat memberi waktu pada murid untuk merenungi kesalahanya dengan tidak
mengizinkan mengikuti pembelajaran disekolah dengan harapan ada perasaan malu
dan rugi, sehingga murit mau memperbaiki kesalahanya.
B.
Saran
Dalam pembahasan ini diharapkan, makalah ini memberikan kontribusi yang
berarti bagi dunia pendidikan pada umumnya, lebih khusus lagi bagi penulis
pribadi yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dengan peran sebagai guru.
DAFTAR
PUSTAKA
Http://ahmadaaye.blogspot.com/pengelolaan-kelas-guru//
di akses pada tanggal 18 September 2017
Http://gudangpengetahuan.com/teknik-dalam-emecahkan-masalah-di-kelas//
di akses pada tanggal 18 September 2017
Menurut Elaine
B. Johnson (Riwayat,2008)
Http://Manorarjunes.blogspot.com/pemecahan-masalah-dalam-kelas//
di akses pada tanggal 18 September 2017
Ali
Imron, Pembinaan Guru DI Indonesia, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya,
1995), hal. 189.
[2] Ali Imron, Pembinaan
Guru DI Indonesia, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995), hal. 189.
[3] Ibid
[4] Http://gudangpengetahuan.com/teknik-dalam-emecahkan-masalah-di-kelas//
di akses pada tanggal 18 September 2017
EmoticonEmoticon