logo blog

Friday, July 21, 2017

ILMU AKHLAK

BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Tasawuf merupakan salah satu bidang studi Islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak mulia. Pembersihan aspek rohani atau batin ini selanjutnya dikenal sebagai dimensi esoterik dari diri manusia. Hal ini berbeda dengan aspek Fiqih, khususnya bab thaharah yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek jasmaniah atau lahiriah yang selanjutnya disebut sebagai dimensi eksoterik. Islam sebagai agama yang bersifat universal dan mencaku berbagai jawaban atas berbagai kebutuhan manusia, selain menghendaki kebersihan lahiriah juga menghendaki kebersihan batiniah, lantaran penilaian yang sesungguhnya dalam Islam diberikan pada aspek batinnya. Hal ini misalnya terlihat pada salah satu syarat diterimanya amal ibadah, yaitu harus disertai niat.
Melalui studi tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tentang cara-cara melakukan pembersihan diri serta mengamalkannya dengan benar. Dari pengetahuan ini diharapkan ia akan tampil sebagai orang yang pandai mengendalikan dirinya pada saat berinteraksi dengan orang lain, atau pada saat melakukan berbagai aktivitas dunia yang menuntut kejujuran, keikhlasan, tanggung jawab, kepercayaan dan sebagainya. Dari suasana yang demikian itu, tasawuf diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral yang mengambil bentuk seperti manipulasi, korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan dan kesempatan, penindasan.
Berbicara masalah tasawuf kita akan menjumpai ilmu akhlak, pembentukan akhlak dan berbicara masalah tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah tujuan akhlak. Menurut Muhammah athiyah al-abrasyi yang dikutip oleh Abudin Nata mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam. Demikian pula Ahmad D. Marimba bahwa tujuan utama pendidikan islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap muslim, yaitu menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama islam.
Sebagai umat muslim kita harus senantiasa taat menjalankan perintah agama, yaitu dengan menjalankan segala perintah Allah, serta meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh-Nya; di jaman sekarang ini, mungkin banyak diantara kita yang masih kurang memperhatikan dan mempelajari akhlak. Yang perlu diingat, bahwa Tauhid sebagai inti ajaran Islam yang memang seharusnya kita utamakan,disamping mempelajari akhlak. Karena tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap Allah, seseorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baiknya manusia.

B.                 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Apa pengertian ilmu akhlak ?
2.      Apa faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ?
3.      Bagaimana pengaruh tasawuf terhadap akhlak ?

C.                Tujuan Masalah
1.    Untuk mengetahui apa pengertian dari Ilmu Akhlak dalam tasawuf
2.    Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak
3.    Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tasawuf terhadap akhlak





















BAB II
PEMBAHASAN

A.                Pengertian Ilmu Akhlak
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), pendekatan terminologik (peristilahan). Dari sudut pembahasan, akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun  خُلُقٌ  yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalaqun خَلْقٌ yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan  خَالِقٌ  yang berarti pencipta, demikian pula dengan makhluqun  مَخْلُوْقٌ  yang berani yang diciptakan.
Terdapat banyak definisi ilmu akhlak yang dikemukakan oleh para tokoh, yaitu :
1.        Ibnu Athir menjelaskan bahwa hakikat makna khuluq itu, adalah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqi merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnyaaa tubuh dan lain sebagainya).
2.        Imam al-Ghazali mengemukakan definisi bahwa akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).
3.        Dr. M. Abdulah Dirroz mengemukakan bahwa akhlak adalah sesuatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi mambawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapatlah dimengerti bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angankan lagi.

B.                 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Menurut H. A. Mustafa bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ada 6, yaitu :
1.        Insting
Definisi insting oleh para ahli jiwa masih ada perselisihan pendapat. Namun perlu diungkapkan juga, bahwa menurut james, yang dikutip oleh mustafa bahwa insting ialah suatu alat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kearah tujuan itu dan tiada dengan didahului latihan perbuatan itu.
Pengertian insting lebih lanjut ialah sifat jiwa yang pertama yang membentuk akkhlak, akan tetapi suatu sifat yang masih primitif, yang tidak dapat lengah dan dibiarkan begitu saja, bahkan wajib di didik dan di asuh. Cara mendidik dan mengasuh insting kadang-kadang dengan ditolak dan kadang-kadang pula diterima.
Dengan demikian insting itu berbeda-beda bagi manusia sebagai  kita katakan diata. Kadang-kadang seorang manusia diberi kekuatan dalam suatu insting, dan diberi kelemahan dalam  insting lainnya. Demikian juga seorang telah kuat instingnya sedang lain orang kelihatan lemah, dan begitu sebaliknya. Banyak dari pemuda-pemuda mempunyai persediaan insting untuk menghasilkan keahlian dalam cabang kehidupan yang beraneka warna. Keahlian ini akan dapat kelihatan apabila seorang dapat memelihara keinginannya yang baik dan mengetahui cara bagaimana memberi semangat dan memberi petunjuk yang seharusnya dikerjakan dang apa yang seharusnya ditinggalkan. Sehingga matanglah insting-instingnya.
Macam-macam insting :
a.    Insting menjaga diri sendiri
b.    Insting menjaga lawan jenis
c.    Insting merasa taku

2.   Pola Dasar Bawaan
Pada awal perkembangan kejiwaan primitif, bahwa ada pendapat yang mengatakan kelahiran manusia itu sama. Dan yang membedakan adalah faktor pendidikan. Tetapi pendapat baru mengatakan tidak ada dua orang yang keluar di alam keujudan sama dalam tubuh, akal dari akhlaknya. Ada teori yang mengemukakan masalah turunan, yaitu:
a.       Turunan (pembawaan) sifat-sifat manusia
Dimana-mana tempat orang membawa turunan dengan berbeda-beda sifat yang bersamaan. Seperti bentuk, pancaindera, perasaan, akal dan kehendak. Dengan sifat sifat manusia yang diturunkan ini, manusia dapat mengalahkan alam didalam beberapa perkara, sedang seluruh binatang tidak dapat menghadapinya.
b.      Sifat-sifat bangsa.
Selain adat kebiasaan tiap-tiap bangsa, ada juga sifat yang diturunkan sekelompok orang dahulu kepada kelompok orang sekarang. Sifat-sifat ini ialah menjadikan beberapa orang dari tiap-tiap bangsa berlainan dari beberapa orang dari bangsa lain, bukan saja dalam bentuk mukanya bahkan juga dalam sifat-sifat yang mengenai akal.

3.    Lingkungan
Lingkungan ialah suatu yang melingkungi tubuh yang hidup. Lingkungan tumbuh-tumbuhan oleh adanya tanah dan udaranya, lingkungan manusian ialah apa yang melingkungi dari negeri, lautan, sungai, udara dan bangsa. Lingkungan ada dua macam, yaitu:
a.    Lingkungan alam
Lingkungan alam telah menjadikan perhatian para ahli-ahli sejak zaman plato hingga sekarang ini. Dengan memberikan penjelasan-penjelasan dan sampai akhirnya membawa pengaruh. Ibnu Chaldun telah menulis dalam kitab pendahuluannya. Maka tubuh yang hidup tumbuhnya bahkan hidupnya tergantung pada keadaan lingkungan yang ia hidup didalamnya. Kalau lingkungan tidak cocok kepada tubuh, maka tubu tersebut akan lemah dan mati. Udara, cahaya, logam di dalam tanah, letaknya negeri dan apa yang ada padanya dari lautan, sungai dan pelabuhan adalah mempengaruhi kesehatan penduduk dan keadaan mereka yang mengenai akal dan akhlak.
b.    Lingkungan pergaulan
Sekolah, pekerjaan, pemerintah, syiar agama, ideal, keyakinan, pikiran-pikiran, adat-istiadat, pendapat umum, bahasa, kesusastraan, kesenian, pengetahuan dan akhlak. Pendeknya segala apa yang diperbuahkan oleh kemajuan manusia. Manusia dalam masa kemundurannya lebih banyak terpengaruh dalam lingkungan alam. Apabila ia telah dapat mendapat sedikit kemajuan, lingkungan pergaulanlah yang banyak menguasainya, sehingga ia dapat mengubah lingkungan atau menguasainya atau menyesuaikan diri kepadanya.

4.    Kebiasaan
Ada pemahaman singkat, bahwa kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang terus sehingga mudah dikerjakan bagi seseorang. Seperti kebiasaan berjalan, berpakaian, berbicara, berpidato, mengajar dan lain sebagainya. Orang berbuat baik atau buruk karena ada dua faktor dari kebiasaan yaitu:
a.       Kesukaan hati terhadap suatu pekerjaan
b.      Menerima kesukaan itu, yang akhirnya menampikkan perbuatan, dan diulang terus menerus
Orang yang hanya melakukan tindakan dengan cara berulang-ulang tidak ada manfaatnya dalam pembentukan kebiasaan. Tetapi hal ini harus dibarengi dengan perasaan suka didalam hati. Dan sebalikanya tidak hanya senang atau suka hati saja tanpa diulang-ulang tidak akan menjadi kebiasaan. Maka kebiasaan dapat tercapai karena keinginan hati dan dilakukan berulang-ulang.

5.    Kehendak
Kehendak merupakan suatu perbuatan yang ada berdasar atas kehendak dan bukan hasil kehendak. Contoh berdasarkan kehendak adalah menulis, membaca, mengarang atau berpidato dan lain sebagainya. Adapun contoh yang berdasarkan bukan kehendak adala detik hati, bernafas dan gerak mata. Ahli-ahli mengatakan bahwa keinginan yang menang adalah keinginan yang alamnya lebih kuat meskipun dia bukan keinginan yang lebih kuat. Keinginan yang kuat desebut “roghbah”, lalu datang 4 azam atau niat berbuat. Azam ini ialah yang disebut dengan kehendak kemudian diikuti dengan perbuatan.
Kehendak adalah suatu kekuatan dari beberapa kekuatan. Seperti uap atau listrik, kehendak ialah kehendak manusia dan dari padanya timbul segala perbuatan yang hasil dari kehendak, dan segala sifat manusia dan kekuatannya seolah olah tidur nyenyak sehingga dibangunkan oleh kehendak. Maka kemahiran penggunaan, kekuatan akal ahli pikir, kepandaian bekerja, kekuatan urat, tahu akan wajib dan mengetahui apa yang seharusnya dan tidak seharusnya, kesemuanya ini tidak mempengaruhi dalam hidup, bila tidak didorongkan oleh kekuatan kehendak, dan semua tidak ada harganya bila tidak dirubah oleh kehendak menjadi perbuatan.
Ada dua macam perbuatan atas kehendak yaitu: kadang menjadi pendorong dan kadang menjadi penolak. Yakni kadang mendorong kekuatan manusia supaya berbuat, seperti mendorong membaca, mengarang atau berpidato; terkadang mencegah perbuatan tersebut, seperti melarang berkata atau berbuat.
Bagaimana juga kehendak juga dapat sakit. Ada beberapa cara mengobatinya yaitu:
a.       Bila kehendak itu lemah, dapat diperkuat dengan latihan. Sepeti tubuh dapat diperkuat dengan gerak badan dan akal dengan penyelidikan yang dalam.
b.      Wajib bagi kita jangan membiarkan kehendak kita lenyap dengan tiada ditanfidzkan menurut agama kita, karena yang demikian itu akan melemahkan kehendak.
c.       Apabila kehendak itu kuat tetapi penyakitnya di dalam menjuruskan ke arah dosa dan keburukan. Maka obatnya dengan memperkenalkan jiwa, pada jalan-jalan yang baik dan buruk dan ditambah keterangan dengan buah dan akibat kedua jalan itu, dan menganjurkan supaya tunduk kepada maksud kebaikan dan mengelilingi jiwa dengan apa yang menarik kebaikan sehingga ia menuju ke arah kebaikan.

4.    Kebebasan berkehendak
Ahli filsafat yunani setengahnya berpendapat  bahwa kehendak itu mereka dalam memilih, dan setengahnya berpendapat bahwa kehendak itu terpaksa menjalani suatu jalan yang tidak dapat dilampauinya. Ilmuan arab berkata bahwa: manusia itu terpaksa dan tidak mempunyai kehendak yang merdeka, bahkan kepastian itu yang menjalankan menurut apa yang digambarkannya. Dan manusia itu seperti kapas dalam tipuan angin atau seperti kulit biji diatas gelombang, tiada kehendak dan memilih, hanya Allah-lah yang berbuat menurut kehendaknya.
Kedua faktor ini mengendalikan kehendak yang menggambarkan baginya jalan untuk berbuat sehingga dapat menebak apa yang akan dilakukan oleh manusia yang membentuk akhlak.

6.    Pendidikan
Dunia pendidikan, sangat besar sekali pengaruhnya terhadap perubahan prilaku akhlak seseorang. Berbagai ilmu diperkenalkan, agar siswa memahaminya dan dapat melakukan perubahan pada dirinya. Dengan demikian, setrategis sekali, dikalangan pendidikan dijadikan pusat perubahan perilaku yang kurang baik untuk diarahkan menuju ke prilaku yang baik. Maka dibutuhkan beberapa unsur dalam pendidikan, untuk bisa dijadikan agen, perubahan sikap dan perilaku manusia, yaitu:
a.       Tenaga pendidik
b.      Materi pengajaran
c.       Metodologis pengajaran
d.      Lingkungan sekolah

C.                Pengaruh Tasawuf Terhadap Akhlak
Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dari Islam. Spiritualitas ini dapat mengambil bentuk yang beraneka ragam di dalamnya. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya dibandingkan aspek jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan, tasawuf lebih menekankan kehidupan akhirat dibandingkan dengan  kehidupan dunia yang fana, sedangkan dalam kaitannya dengan pemahaman keagamaan, tasawuf penafsiran batini dibanding penafsiran lahiriah. Tasawuf lebih menekankan spiritualitas dalam berbagai aspeknya karena para ahli tasawuf, yang kita sebut sufi, memercayai keutamaan spirit dibanding jasad, memercayai dunia spiritual dibanding dunia material.
Para ahli ilmu tasawuf pada umumnya membagi tasawuf kepada tiga bagian. Pertama tasawuf falsafi, kedua tasawuf akhlaki, dan ketiga tasawuf amali. Ketiga macam tasawuf ini tujuannya yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf seseorang harus terlebih dahulu berakhlak mulia. Ketiga macam tasawuf ini berbeda dalam hal pendekatan yang digunakan.
Pada tasawuf falsafi pendekatan yang digunakan adalah pendekatan rasio atau akal pikiran, karena dalam tasawuf ini menggunakan bahan-bahan kajian atau pemikiran yang terdapat pada kalangan filosof, seperti filsafat tentang Tuhan, manusia, hubungan manusia dengan Tuhan dan lain sebagainya. Selanjutnya pada tasawuf akhlaki pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dengan akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak terpuji), tajalli (terbukanya dinding penghalang atau hijab) yang membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur Ilahi tampak jelas padanya. Sedangkan pada tasawuf amali pendekatan yang digunakan adalah pendekatan amaliah atau wirid, yang selanjutnya mengambil bentuk tarikat. Dengan mengamalkan tasawuf baik yang bersifat falsafi, akhlaki atau amali, seseorang dengan sendirinya berakhlak baik. Perbuatan yang demikian itu ia lakukan dengan sengaja, sadar, pilihan sendiri, dan bukan karena terpaksa.
Pengaruh antara ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf lebih lanjut dapat kita ikuti uraian yang diberikan Harun Nasution. Menurutnya ketika mempelajari tasawuf, bahwa Al-Quran dan Al-Hadist mementingkan akhlak. Al-Quran dan Al-Hadist menekankan kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan, tolong–menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu, dan berpikir lurus. Nilai-nilai serupa ini yang harus dimiliki oleh seorang muslim, dan dimasukkan ke dalam dirinya dari semasa ia kecil.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji, zikir, dan lain sebagainya, yang semuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat hubungannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, bahwa ibadah dalam Islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah dalam Al-Quran dikaitkan dengan takwa, dan takwa berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu orang yang berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah yang dimaksud dengan ajaran amar ma’ruf nahi munkar, mengajak orang pada kebaikan dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik. Tegasnya orang yang bertakwa adalah orang yang berakhlak mulia. Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, kaum sufilah, terutama yang pelaksanaan ibadahnya membawa kepada pembinaan akhlak mulia dalam diri mereka. Hal itu, dalam istilah sufi disebut dengan al-takhalluq bi akjlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau al-ittishab bi shifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat-sifat yang dimiliki Allah.
























BAB III
PENUTUP

A.                Kesimpulan
Dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa :
1.      Ilmu akhlak adalah sesuatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi mambawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).
2.      Faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak seseorang ada 6, yaitu : 1) Insting 2) Pola dasar bawaan 3) Lingkungan 4) Kebiasaan 5) Kehendak 6) Pendidikan
3.      Pengaruh akhlak terhadap tasawuf adalah ketika akhlak seseorang mempengaruhi pola pikir seseorang dan itu diaplikasikan dalam kesehariannya. Dengan begitu pola mikir seseorang akan dipengaruhi oleh ahlak.

B.                 Saran
Sebaiknya kita mempelajari lebih jauh tentang tasawuf untuk kelangsungan pemikiran-pemikiran kita. Terutama dalam akhlak, banyak aspek-aspek yang perlu dipelajari didalamnya. Seperti pengertian ilmu akhlak, faktor yang mempegaruhi pembentukan akhlak dan pengaruh akhlak terhadap tasawuf.




DAFTAR PUSTAKA

Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya : Bina ilmu, NT)
Hamka. Tasawuf Modern, (Jakarta : Penerbit Pustaka Panjimas, 1990)
Anwar, Rasihon dan Solihin. Ilmu Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2008)
Syukur, Amin dan Masyharuddin. Intelektualisme Tasawuf, (Semarang : Pustaka Belajar, 2002)

Mustofa. Akhlak Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2010)


EmoticonEmoticon