BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tasawuf merupakan salah satu
bidang studi Islam yang memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani
manusia yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak mulia. Pembersihan aspek
rohani atau batin ini selanjutnya dikenal sebagai dimensi esoterik dari diri manusia.
Hal ini berbeda dengan aspek Fiqih, khususnya bab thaharah yang memusatkan
perhatian pada pembersihan aspek jasmaniah atau lahiriah yang selanjutnya
disebut sebagai dimensi eksoterik. Islam sebagai agama yang bersifat universal
dan mencaku berbagai jawaban atas berbagai kebutuhan manusia, selain
menghendaki kebersihan lahiriah juga menghendaki kebersihan batiniah, lantaran
penilaian yang sesungguhnya dalam Islam diberikan pada aspek batinnya. Hal ini
misalnya terlihat pada salah satu syarat diterimanya amal ibadah, yaitu harus
disertai niat.
Melalui studi tasawuf ini
seseorang dapat mengetahui tentang cara-cara melakukan pembersihan diri serta
mengamalkannya dengan benar. Dari pengetahuan ini diharapkan ia akan tampil
sebagai orang yang pandai mengendalikan dirinya pada saat berinteraksi dengan
orang lain, atau pada saat melakukan berbagai aktivitas dunia yang menuntut
kejujuran, keikhlasan, tanggung jawab, kepercayaan dan sebagainya. Dari suasana
yang demikian itu, tasawuf diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan
moral yang mengambil bentuk seperti manipulasi, korupsi, kolusi, penyalahgunaan
kekuasaan dan kesempatan, penindasan.
Berbicara masalah
tasawuf kita akan menjumpai ilmu akhlak, pembentukan
akhlak dan berbicara masalah tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai
pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah tujuan
akhlak. Menurut Muhammah athiyah al-abrasyi yang dikutip oleh Abudin Nata
mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan
islam. Demikian pula Ahmad D. Marimba bahwa tujuan utama pendidikan islam
adalah identik dengan tujuan hidup setiap muslim, yaitu menjadi hamba Allah,
yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama
islam.
Sebagai umat muslim kita
harus senantiasa taat menjalankan perintah agama, yaitu dengan menjalankan
segala perintah Allah, serta meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh-Nya; di
jaman sekarang ini, mungkin banyak diantara kita yang masih kurang
memperhatikan dan mempelajari akhlak. Yang perlu diingat, bahwa Tauhid sebagai
inti ajaran Islam yang memang seharusnya kita utamakan,disamping mempelajari
akhlak. Karena tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap Allah,
seseorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baiknya
manusia.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan
masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Apa pengertian ilmu
akhlak ?
2.
Apa faktor yang
mempengaruhi pembentukan akhlak ?
3.
Bagaimana pengaruh
tasawuf terhadap akhlak ?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Untuk mengetahui apa
pengertian dari Ilmu Akhlak dalam tasawuf
2.
Untuk mengetahui apa
saja faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak
3.
Untuk mengetahui
bagaimana pengaruh tasawuf terhadap akhlak
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ilmu Akhlak
Ada dua
pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan
linguistik (kebahasaan), pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut pembahasan, akhlak berasal dari bahasa
Arab, jamak dari khuluqun خُلُقٌ yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan
perkataan khalaqun خَلْقٌ yang berarti
kejadian, yang juga erat hubungannya dengan
خَالِقٌ yang berarti pencipta, demikian pula dengan
makhluqun مَخْلُوْقٌ yang
berani yang diciptakan.
Terdapat banyak definisi ilmu akhlak
yang dikemukakan oleh para tokoh, yaitu :
1.
Ibnu Athir
menjelaskan bahwa hakikat
makna khuluq itu, adalah gambaran
batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqi merupakan gambaran bentuk luarnya
(raut muka, warna kulit, tinggi rendahnyaaa tubuh dan lain sebagainya).
2.
Imam al-Ghazali
mengemukakan definisi bahwa akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang
dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan
pertimbangan pikiran (lebih dahulu).
3.
Dr. M. Abdulah
Dirroz
mengemukakan bahwa akhlak adalah sesuatu kekuatan dalam kehendak yang
mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi mambawa kecendrungan pada
pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat
(dalam hal akhlak yang jahat).
Dari beberapa pengertian
tersebut di atas, dapatlah dimengerti bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat
seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut
benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan
dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angankan lagi.
B.
Faktor
yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Menurut H. A. Mustafa bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ada 6,
yaitu :
1.
Insting
Definisi insting oleh para ahli jiwa masih ada
perselisihan pendapat. Namun perlu diungkapkan juga, bahwa menurut james, yang
dikutip oleh mustafa bahwa insting ialah suatu alat yang dapat menimbulkan
perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kearah
tujuan itu dan tiada dengan didahului latihan perbuatan itu.
Pengertian insting lebih lanjut ialah sifat jiwa yang
pertama yang membentuk akkhlak, akan tetapi suatu sifat yang masih primitif,
yang tidak dapat lengah dan dibiarkan begitu saja, bahkan wajib di didik dan di
asuh. Cara mendidik dan mengasuh insting kadang-kadang dengan ditolak dan
kadang-kadang pula diterima.
Dengan demikian insting itu berbeda-beda bagi manusia
sebagai kita katakan diata.
Kadang-kadang seorang manusia diberi kekuatan dalam suatu insting, dan diberi
kelemahan dalam insting lainnya.
Demikian juga seorang telah kuat instingnya sedang lain orang kelihatan lemah,
dan begitu sebaliknya. Banyak dari pemuda-pemuda mempunyai persediaan insting
untuk menghasilkan keahlian dalam cabang kehidupan yang beraneka warna.
Keahlian ini akan dapat kelihatan apabila seorang dapat memelihara keinginannya
yang baik dan mengetahui cara bagaimana memberi semangat dan memberi petunjuk
yang seharusnya dikerjakan dang apa yang seharusnya ditinggalkan. Sehingga
matanglah insting-instingnya.
Macam-macam insting :
a.
Insting menjaga
diri sendiri
b.
Insting menjaga
lawan jenis
c.
Insting merasa
taku
2. Pola Dasar
Bawaan
Pada awal perkembangan kejiwaan primitif, bahwa ada
pendapat yang mengatakan kelahiran manusia itu sama. Dan yang membedakan adalah
faktor pendidikan. Tetapi pendapat baru mengatakan tidak ada dua orang yang
keluar di alam keujudan sama dalam tubuh, akal dari akhlaknya.
Ada teori yang mengemukakan masalah turunan, yaitu:
a.
Turunan
(pembawaan) sifat-sifat manusia
Dimana-mana
tempat orang membawa turunan dengan berbeda-beda sifat yang bersamaan. Seperti
bentuk, pancaindera, perasaan, akal dan kehendak. Dengan sifat sifat manusia
yang diturunkan ini, manusia dapat mengalahkan alam didalam beberapa perkara,
sedang seluruh binatang tidak dapat menghadapinya.
b. Sifat-sifat bangsa.
Selain
adat kebiasaan tiap-tiap bangsa, ada juga sifat yang diturunkan sekelompok
orang dahulu kepada kelompok orang sekarang. Sifat-sifat ini ialah menjadikan
beberapa orang dari tiap-tiap bangsa berlainan dari beberapa orang dari bangsa
lain, bukan saja dalam bentuk mukanya bahkan juga dalam sifat-sifat yang
mengenai akal.
3. Lingkungan
Lingkungan ialah suatu yang melingkungi tubuh yang
hidup. Lingkungan tumbuh-tumbuhan oleh adanya tanah dan udaranya, lingkungan
manusian ialah apa yang melingkungi dari negeri, lautan, sungai, udara dan
bangsa.
Lingkungan ada dua macam, yaitu:
a. Lingkungan alam
Lingkungan
alam telah menjadikan perhatian para ahli-ahli sejak zaman plato hingga
sekarang ini. Dengan memberikan penjelasan-penjelasan dan sampai akhirnya
membawa pengaruh. Ibnu Chaldun telah menulis dalam kitab pendahuluannya. Maka
tubuh yang hidup tumbuhnya bahkan hidupnya tergantung pada keadaan lingkungan
yang ia hidup didalamnya. Kalau lingkungan tidak cocok kepada tubuh, maka tubu
tersebut akan lemah dan mati. Udara, cahaya, logam di dalam tanah, letaknya
negeri dan apa yang ada padanya dari lautan, sungai dan pelabuhan adalah
mempengaruhi kesehatan penduduk dan keadaan mereka yang mengenai akal dan
akhlak.
b. Lingkungan pergaulan
Sekolah,
pekerjaan, pemerintah, syiar agama, ideal, keyakinan, pikiran-pikiran,
adat-istiadat, pendapat umum, bahasa, kesusastraan, kesenian, pengetahuan dan
akhlak. Pendeknya segala apa yang diperbuahkan oleh kemajuan manusia.
Manusia dalam masa kemundurannya lebih banyak
terpengaruh dalam lingkungan alam. Apabila ia telah dapat mendapat sedikit
kemajuan, lingkungan pergaulanlah yang banyak menguasainya, sehingga ia dapat
mengubah lingkungan atau menguasainya atau menyesuaikan diri kepadanya.
4. Kebiasaan
Ada pemahaman singkat, bahwa kebiasaan adalah
perbuatan yang diulang-ulang terus sehingga mudah dikerjakan bagi seseorang.
Seperti kebiasaan berjalan, berpakaian, berbicara, berpidato, mengajar dan lain
sebagainya. Orang
berbuat baik atau buruk karena ada dua faktor dari kebiasaan yaitu:
a.
Kesukaan hati
terhadap suatu pekerjaan
b. Menerima kesukaan itu, yang akhirnya menampikkan
perbuatan, dan diulang terus menerus
Orang yang hanya melakukan tindakan dengan cara
berulang-ulang tidak ada manfaatnya dalam pembentukan kebiasaan. Tetapi hal ini
harus dibarengi dengan perasaan suka didalam hati. Dan sebalikanya tidak hanya
senang atau suka hati saja tanpa diulang-ulang tidak akan menjadi kebiasaan. Maka
kebiasaan dapat tercapai karena keinginan hati dan dilakukan berulang-ulang.
5. Kehendak
Kehendak
merupakan suatu perbuatan yang ada
berdasar atas kehendak dan bukan hasil kehendak. Contoh berdasarkan kehendak
adalah menulis, membaca, mengarang atau berpidato dan lain sebagainya. Adapun
contoh yang berdasarkan bukan kehendak adala detik hati, bernafas dan gerak
mata.
Ahli-ahli mengatakan bahwa keinginan yang menang
adalah keinginan yang alamnya lebih kuat meskipun dia bukan keinginan yang
lebih kuat. Keinginan
yang kuat desebut “roghbah”, lalu datang 4 azam atau niat berbuat. Azam ini
ialah yang disebut dengan kehendak kemudian diikuti dengan perbuatan.
Kehendak adalah suatu kekuatan dari beberapa kekuatan.
Seperti uap atau listrik, kehendak ialah kehendak manusia dan dari padanya
timbul segala perbuatan yang hasil dari kehendak, dan segala sifat manusia dan
kekuatannya seolah olah tidur nyenyak sehingga dibangunkan oleh kehendak. Maka
kemahiran penggunaan, kekuatan akal ahli pikir, kepandaian bekerja, kekuatan
urat, tahu akan wajib dan mengetahui apa yang seharusnya dan tidak seharusnya,
kesemuanya ini tidak mempengaruhi dalam hidup, bila tidak didorongkan oleh
kekuatan kehendak, dan semua tidak ada harganya bila tidak dirubah oleh
kehendak menjadi perbuatan.
Ada dua macam perbuatan atas kehendak yaitu: kadang
menjadi pendorong dan kadang menjadi penolak. Yakni kadang mendorong kekuatan
manusia supaya berbuat, seperti mendorong membaca, mengarang atau berpidato;
terkadang mencegah perbuatan tersebut, seperti melarang berkata atau berbuat.
Bagaimana juga kehendak juga dapat sakit. Ada beberapa
cara mengobatinya yaitu:
a.
Bila kehendak
itu lemah, dapat diperkuat dengan latihan. Sepeti tubuh dapat diperkuat dengan
gerak badan dan akal dengan penyelidikan yang dalam.
b. Wajib bagi kita jangan membiarkan kehendak kita lenyap
dengan tiada ditanfidzkan menurut agama kita, karena yang demikian itu akan
melemahkan kehendak.
c. Apabila kehendak itu kuat tetapi penyakitnya di dalam
menjuruskan ke arah dosa dan keburukan. Maka obatnya dengan memperkenalkan
jiwa, pada jalan-jalan yang baik dan buruk dan ditambah keterangan dengan buah
dan akibat kedua jalan itu, dan menganjurkan supaya tunduk kepada maksud
kebaikan dan mengelilingi jiwa dengan apa yang menarik kebaikan sehingga ia
menuju ke arah kebaikan.
4. Kebebasan
berkehendak
Ahli filsafat yunani setengahnya berpendapat bahwa kehendak itu mereka dalam memilih, dan
setengahnya berpendapat bahwa kehendak itu terpaksa menjalani suatu jalan yang
tidak dapat dilampauinya. Ilmuan
arab berkata bahwa: manusia itu terpaksa dan tidak mempunyai kehendak yang
merdeka, bahkan kepastian itu yang menjalankan menurut apa yang digambarkannya.
Dan manusia itu seperti kapas dalam tipuan angin atau seperti kulit biji diatas
gelombang, tiada kehendak dan memilih, hanya Allah-lah yang berbuat menurut
kehendaknya.
Kedua faktor ini mengendalikan kehendak yang
menggambarkan baginya jalan untuk berbuat sehingga dapat menebak apa yang akan
dilakukan oleh manusia yang membentuk akhlak.
6. Pendidikan
Dunia pendidikan, sangat besar sekali pengaruhnya
terhadap perubahan prilaku akhlak seseorang. Berbagai ilmu diperkenalkan, agar
siswa memahaminya dan dapat melakukan perubahan pada dirinya.
Dengan demikian, setrategis sekali, dikalangan
pendidikan dijadikan pusat perubahan perilaku yang kurang baik untuk diarahkan
menuju ke prilaku yang baik. Maka dibutuhkan beberapa unsur dalam pendidikan,
untuk bisa dijadikan agen, perubahan sikap dan perilaku manusia, yaitu:
a.
Tenaga pendidik
b. Materi pengajaran
c. Metodologis pengajaran
d. Lingkungan sekolah
C.
Pengaruh
Tasawuf Terhadap Akhlak
Tasawuf adalah salah satu
cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dari Islam.
Spiritualitas ini dapat mengambil bentuk yang beraneka ragam di dalamnya. Dalam
kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya dibandingkan
aspek jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan, tasawuf lebih menekankan
kehidupan akhirat dibandingkan dengan
kehidupan dunia yang fana, sedangkan dalam kaitannya dengan pemahaman
keagamaan, tasawuf penafsiran batini dibanding penafsiran lahiriah. Tasawuf
lebih menekankan spiritualitas dalam berbagai aspeknya karena para ahli
tasawuf, yang kita sebut sufi, memercayai keutamaan spirit dibanding jasad,
memercayai dunia spiritual dibanding dunia material.
Para ahli ilmu tasawuf pada
umumnya membagi tasawuf kepada tiga bagian. Pertama
tasawuf falsafi, kedua tasawuf
akhlaki, dan ketiga tasawuf amali.
Ketiga macam tasawuf ini tujuannya yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan
cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan
perbuatan yang terpuji. Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan
bertasawuf seseorang harus terlebih dahulu berakhlak mulia. Ketiga macam
tasawuf ini berbeda dalam hal pendekatan yang digunakan.
Pada tasawuf falsafi pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan rasio atau akal pikiran, karena dalam tasawuf
ini menggunakan bahan-bahan kajian atau pemikiran yang terdapat pada kalangan
filosof, seperti filsafat tentang Tuhan, manusia, hubungan manusia dengan Tuhan
dan lain sebagainya. Selanjutnya pada tasawuf akhlaki pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan akhlak yang tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan
diri dengan akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak terpuji),
tajalli (terbukanya dinding penghalang atau hijab) yang membatasi manusia
dengan Tuhan, sehingga Nur Ilahi tampak jelas padanya. Sedangkan pada tasawuf
amali pendekatan yang digunakan adalah pendekatan amaliah atau wirid, yang
selanjutnya mengambil bentuk tarikat. Dengan mengamalkan tasawuf baik yang
bersifat falsafi, akhlaki atau amali, seseorang dengan sendirinya berakhlak
baik. Perbuatan yang demikian itu ia lakukan dengan sengaja, sadar, pilihan
sendiri, dan bukan karena terpaksa.
Pengaruh antara ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf lebih lanjut dapat kita ikuti
uraian yang diberikan Harun Nasution. Menurutnya ketika mempelajari tasawuf,
bahwa Al-Quran dan Al-Hadist mementingkan akhlak. Al-Quran dan Al-Hadist
menekankan kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan,
tolong–menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata
benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati
janji, disiplin, mencintai ilmu, dan berpikir lurus. Nilai-nilai serupa ini
yang harus dimiliki oleh seorang muslim, dan dimasukkan ke dalam dirinya dari
semasa ia kecil.
Sebagaimana diketahui bahwa
dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena bertasawuf itu pada
hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji, zikir, dan
lain sebagainya, yang semuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah. Ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat
hubungannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini Harun Nasution lebih lanjut
mengatakan, bahwa ibadah dalam Islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan
akhlak. Ibadah dalam Al-Quran dikaitkan dengan takwa, dan takwa berarti
melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu orang yang berbuat
baik dan jauh dari yang tidak baik. Inilah yang dimaksud dengan ajaran amar
ma’ruf nahi munkar, mengajak orang pada kebaikan dan mencegah orang dari
hal-hal yang tidak baik. Tegasnya orang yang bertakwa adalah orang yang
berakhlak mulia. Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, kaum sufilah, terutama
yang pelaksanaan ibadahnya membawa kepada pembinaan akhlak mulia dalam diri
mereka. Hal itu, dalam istilah sufi disebut dengan al-takhalluq bi akjlaqillah,
yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau al-ittishab bi
shifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat-sifat yang dimiliki Allah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam
makalah ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Ilmu
akhlak adalah sesuatu kekuatan dalam kehendak yang mantap,
kekuatan dan kehendak mana berkombinasi mambawa kecendrungan pada pemilihan
pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal
akhlak yang jahat).
2. Faktor
yang mempengaruhi pembentukan akhlak seseorang ada 6, yaitu : 1) Insting 2)
Pola dasar bawaan 3) Lingkungan 4) Kebiasaan 5) Kehendak 6) Pendidikan
3. Pengaruh
akhlak terhadap tasawuf adalah ketika akhlak seseorang mempengaruhi pola pikir
seseorang dan itu diaplikasikan dalam kesehariannya. Dengan begitu pola mikir
seseorang akan dipengaruhi oleh ahlak.
B.
Saran
Sebaiknya
kita mempelajari lebih jauh tentang tasawuf untuk kelangsungan
pemikiran-pemikiran kita. Terutama dalam akhlak, banyak aspek-aspek yang perlu
dipelajari didalamnya. Seperti pengertian ilmu akhlak, faktor yang mempegaruhi
pembentukan akhlak dan pengaruh akhlak terhadap tasawuf.
DAFTAR PUSTAKA
Zahri,
Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya
: Bina ilmu, NT)
Hamka.
Tasawuf Modern, (Jakarta : Penerbit
Pustaka Panjimas, 1990)
Anwar,
Rasihon dan Solihin. Ilmu Tasawuf, (Bandung
: Pustaka Setia, 2008)
Syukur,
Amin dan Masyharuddin. Intelektualisme
Tasawuf, (Semarang : Pustaka Belajar, 2002)
Mustofa.
Akhlak Tasawuf, (Bandung : Pustaka
Setia, 2010)
EmoticonEmoticon