logo blog

Thursday, August 10, 2017

ASBABUN NUZUL AL-QUR’AN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Al-Qur’an bukanlah merupakan sebuah buku dalam pengertian umum, karena ia tidak diformulasikan, tetapi diwahyukan secra berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW sejauh situasi menuntutnya. Al-Qur’an pun sangat menyadari kenyataan ini sebagai suatu yang akan menimbulkan keusilan di kalangan pembantahnya (Q.S. Al-Furqan: 32) seperti yng diyakini sampai sekarang, pewahyuannya Al-Qur’an secara total dalam sekali waktu secara sekaligus adalah sesuatu yang tidak mungkin, karena pada kenyataannya Al-Qur’an diturunkann sebagai petunjuk bagi kaum muslimin secara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan- kebutuhan yang timbul.
Al-Qur’an adalah mukjizat bagi umat islam yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia. Al-Qur’an sendiri dalam proses penurunannya mengalami banyak proses yang mana dalam penurunannya itu berangsur-angsur dan bermacam-macam nabi menerimanya. Kita mengenal turunnya Al-Qur’an sebagai tanggal 17 Ramadhan. Maka setiap bulan 17 Ramadhan kita mengenal yang namanya Nuzulul Qur’an yaitu hari turunnya Al-Qur’an.
Mengetahui latar belakang turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, akan menimbulkan perspektif dan menambah khazanah perbendaharaan pengetahuan baru. Dengan mengetahui hal tersebut kita akan lebih memahami arti dan makna ayat-ayat itu dan akan menghilangkan keraguan-keraguan dalam menafsirkannya. Dalam penurunan Al-Qur’an terjadi di dua kota yaitu Madinah dan Mekkah. Surat yang turun di Mekkah disebut dengan Makkiyah sedangkan surat yang turun di Madinah disebut dengan surat Madaniyah.
Orang akan salah menangkap pesan pesa Al-Qur’an secara utuh jika hanya memahami bahasanya saja, tanpa memahami konteks historisnya. Agar dipahami secara utuh, Al-Qur’an harus dicerna dalam konteks perjuangan Nabi dan latar belakang perjuangannya. Oleh sebab itu, hampir semua literatur yan berkenaan dengan Al-Qur’an menekankan pentingnya asbab an-nuzul (alasan pewahyuan)

1.2              Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskarumusan masalah sebagai berikut :
1.                  Apa pengertian dari Asbabun nuzul itu ?
2.                   Bagaimana cara mengetahui Asbabun Nuzul ?
3.                   Bagaimana sebab-sebab turunnya ayat (Asbabun Nuzul) ?
4.                   Bagaimana pembagian dan macam-macam Asbabun Nuzul ?
5.                   Apa yang dimaksud dengan satu ayat dengan banyak sebab-sebab ?
6.                   Apa maksud dari banyaknya nuzul dengan satu sebab?
7.                   Apakah faedah (manfaat) dari mempelajari asbabun nuzul itu ?

1.3       Tujuan Masalah
 Adapun tujuan penulisan makalah atau karya tulis ini adalah sebagaimana berikut:
1.                                          Menjelaskan pengertian dari Asbabun nuzul.
2.                  Menjelaskan bagaimana cara mengetahui Asbabun nuzul.
3.                                          Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat (Asbabun nuzul).
4.                                          menjelaskan pembagian dan macam-macam Asbabun nuzul.
5.                                          Mejelaskan maksud dari satu ayat dengan banyak sebab-sebab.
6.                                          Mejelaskan maksud dari banyaknya ayat dengan satu sebab.
7.                                          Menjelaskan manfaat dari mempelajari asbabun nuzul. 

BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Asbabun Nuzul
                        Menurut bahasa (etimologi), asbabun nuzul berarti turunnya ayat-ayat Al-Qur’an dari kata “asbab” jamak dari “sababa” yang artinya sebab-sebab, nuzul yang artinya turun. Yang dimaksud disini adalah ayat al-Qur’an. Asbabun nuzul adalah suatu peristiwa atau saja yang menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an baik secara langsung atau tidak langsung.
Secara garis besarnya, sepanjang kenabian Muhammad SAW, paling tidak ada 2 pembagian asbabul nuzul (sebab turunnya) Al-Qur’an. Pertama, dikatakan bahwa ada sebagian besar Al-Qur’an ini yang turunnya ibtida’i artinya turun tanpa sebab. Jenis yang kedua, dimana Al-Qur’an itu turun berdasarkan satu sebab, nuzul bi sabab.
Ada empat defenisi yang dikemukakan oleh ahli tafsir tentang Asbabun Nuzul:
1)                  Menurut Az-Zarqani
“Asbab an-Nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi”.
2)               Subhi Shalih
“Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat al-Qur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi”.
3)                  Ash-Shubuni
“Asbab an-Nuzul” adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
4)                  Mana’ Al-Qthathan
“Asbab an-Nuzul” adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.
2.2       Cara Mengetahui Asbabun Nuzul
Al-Qur’an merupakan respon atas situasi saat ayat tersebut turun. Sebab-sebab turunnya suatu ayat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Pertama, al-Qur’an diturunkan berkaitan dengan suatu peristiwa tertentu. Kedua, al-Qur’an diturunkan ketika nabi SAW ditanya mengenai suatu masalah.
 Pengetahuan Asbabun Nuzul dapat diketahui dengan cara merujuk pada suatu periwayatan yang shahih atau dengan berijtihad.
2.2.1    Periwayatan
Adanya sebab turunnya al-Qur’an adalah suatu peristiwa sejarah yang terjadi pada masa Nabi SAW, oleh karena itu untuk mengetahui Asbabun Nuzul tidak bisa hanya dengan rasio, akan tetapi harus dengan riwayat yang shahih dan didengar langsung dari orang-orang yang mengetahui sebab turunnya al-Qur’an atau dari orang yang memahami Asbabun Nuzul secara mendalam, lalu mereka menelitinya dengan cermat, baik dari kalangan sahabat/ tabi’in/ lainnya dengan catatan pengetahuan mereka diperoleh dari para ulama yang dapat dipercaya.
Jika diriwayatkan oleh sahabat maka riwayatnya shahih dan dihukumi Marfu’. Seperti yang dikatakan al-Wahidy “Mengenai asbabun nuzul tidak boleh seseorang mengatakan sesuatu selain riwayat atau berita hadis yang didengar dari mereka yang mengalami masa turunnya ayat-ayat al-Qur’an, memperhatikan sebab-sebabnya dan berusaha keras mencari pengertiannya”.
Dan jika diriwayatkan berdasarkan hadis mursal maka riwayatnya tidak diterima, kecuali apabila diperkuat oleh hadis mursal yang lain yang rawinya belajar dari sahabat, seperti Mujahid, Ikrimah, Said bin Zubair, ‘Atho’, Hasan al-Basri, Sa’id al-Musayyab, adh- Dhahhak. Dengan demikian para ulama menetapkan bahwa tidak ada jalan untuk mengetahui asbabun nuzul kecuali dengan riwayat yang shahih. Mereka tidak dapat menerima hasil nalar atau ijtihad  dalam masalah ini.
Ada dua alasan yang menyebabkan orang meragukan hadis tentang asbabun nuzul. Pertama, gaya kebanyakan perawi tidak meriwayatkan asbabun nuzul, tetapi  meriwayatkan suatu kisah dan menghubungkannya dengan ayat-ayat al-Qur’an dan bukan atas dasar pengalaman atau pengamatan. Kedua, pelarangan periwayatan hadis berlangsung sampai abad pertama hijriyah mengakibatkan periwayatan secara maknawi kemungkinan mengalami perubahan.
Apabila riwayat yang menjelaskan asbabun nuzul lebih dari satu, maka timbul 4 kemungkinan (menurut al-Zarqani).
Satu diantaranya shahih, apabila ada dua riwayat, pertama menggunakan redaksi yang jelas, sedang yang satunya menggunakan redaksi yang merupakan istinbath, maka yang diambil adalah yang lebih valid periwayatannya (yang menggunakan redaksi yang jelas)
Keduanya shahih tetapi yang satu punya dalil penguat sementara yang satunya tidak, maka yang diambil adalah yang pertama.
Keduanya shahih dan sama-sama tidak dikuatkan oleh dalil lain, tetapi keduanya memungkinkan untuk dikompromikan, maka ayat tersebut mempunyai dua asbabun nuzul.
Keduanya shahih, tetapi tidak ditemukan dalil yang menguatkan dan juga tidak dapat dikompromikan, maka jalan keluarnya adalah ayat tersebut turun dua kali dengan latar belakang yang berbeda.
Beberapa redaksi/ sighat yang digunakan para sahabat ini dalam meriwayatkan asbabun nuzul suatu ayat ada yang berupa lafadz yang jelas menunjukkan asbabun nuzul, ada pula yang berupa indikasi.
Redaksi yang jelas, apabila seorang rawi menggunakan lafadz سبب نزول الآية كذا, artinya tidak mengandung kemungkinan-kemungkinan makna lain.
Menggunakan huruf “ف” yang diletakkan pada ayat setelah suatu peristiwa diceritakan حدث هذا … فنزلت الآية, رسول الله عن كذا … فنزلت الآية سئل.
Dilihat melalui konteks dan jalan cerita suatu riwayat. Biasanya berupa jawaban atas suatu pertanyaan.
Redaksi yang berupa asumsi atau indikasi asbabun nuzul. Apabila seorang rawi berkata نزلت هذه الآية في كذا , أحسب هذه الآية في كذا. Redaksi ini belum bisa dipastikan untuk menunjukkan Asbabun Nuzul.[28] Menurut al-Zarkasyi, penyebutan redaksi ini telah dimaklumi dari kebiasaan para sahabat dan tabiin jika salah satu mereka berkata “ayat ini turun tentang demikian, maka sesungguhnya ia maksudkan ayat ini mengandung hukum ini, dan ini bukan sebab bagi turunnya ayat tersebut”.
Namun menurut al-Zarqani, satu-satunya cara untuk menentukan salah satu dari dua makna yang terkandung dalam ungkapan itu adalah konteks pembicaraanya.
2.2.2    Ijtihad
Pendapat para ulama yang tidak setuju akan adanya ijtihad tidak selamanya diterima secara mutlak. Jika ditilik kekinian dan lebih dikritisi lagi, sebagian ulama masih bisa menemukan celah sebagai jalan ijtihad dalam masalah Asbabun Nuzul meski masih dalam lingkup yang terbatas. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa banyak riwayat yang kadang bertentangan dengan riwayat lainnya hingga diperlukan tarjih (mengambil riwayat yang lebih kuat). Untuk melakukan pentarjihan ini diperlukan analisis dan ijtihad.
Cara mengetahui asbabun nuzul dengan ijtihad dilakukan dengan bersandar pada sejumlah unsur dan tanda-tanda internal atau eksternal dalam suatu ayat, karena asbabun nuzul hanyalah konteks sosial suatu ayat sehingga sebab-sebab turunnya ayat dapat dicari dalam ataupun luar teks.
Ijtihad sebagai cara mengetahui asbabun nuzul telah dilakukan oleh Imam al-Syafi’I, seorang tabi’ tabi’in, dalam menjelaskan asbabun nuzul Qs. Al-An’am yang secara lahiriah menyebutkan makanan yang diharamkan Allah adalah bangkai, darah yang mengalir, daging babi dan hewan yang disembelih tidak karena Allah. Ayat ini menurut Imam Syafi’I bukan merupakan pembatasan sesuatu yang diharamkan Allah sebagaimana pendapat Imam Malik, tetapi ayat ini turun berkaitan dengan situasi orang-orang kafir yang mengharamkan apa yang dihalalkan dan menghalalkan apa yang diharamkan. Pendapat Imam Syafi’I juga didasarkan pada urutan turunnya ayat dalam pelarangan khusus soal makanan adalah sebagai berikut: QS. Al-An’am 145, QS, an-Nahl 115-116, QS al-Baqarah 172-173, kemudian Qs. Al-Maidah 4. Ayat yang membatasi makanan yang haram adalah ayat yang terakhir, yaitu QS. Al-Maidah 4.
2.3       Sebab-sebab Turunnya Ayat (Asbabun Nuzul)
            Setelah diadakan penelitian tentang sebab-sebab turunnya ayat, maka dapat disimpulakan menjadi dua hal yaitu :
            Pertama, terjadinya suatu peristiwa,maka turunlah ayat. Seperti halnya hadist yang dirawikan oleh Ibnu Abbas ra katanya, setelah turunnya ayat yang berbunyi, beri peringatanlah keluargamu, karib kerabatmu, maka pergilah Nabi ke bukit safa, di sini dia berseru kuat-kuat, ‘”Hai sahabat-sahabatku”, maka berdatanglah sahabat sahabatnya itu dan berkumpul. Kata Nabi, “Bagaimanakah pendapatmu, kalau aku beritahukan kepadamu, jika ada pasukan tentara berkuda keluar sekarang berada di lereng gunung itu, apakah kamu akan membenarkan aku?” kata mereka beramai ramai, kami tidak pernah melihat engkau berbohong. Kata Nabi selanjutnya, sesungguhnya akuu akan memberi peringatan kamu sekalian di hadapanku ini azab yang bersangatan. Kata Abu Lahab, -Celaka engkau. Apakah untuk ini engkau mengumpulkan kami. Sudah itu berdiri langsung pergi. Ketika itu turunlah ayat yang berbunyi. (Q.S Al-Lahab: 1)
 
 Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa.
            Kedua, ada orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW, mengenai sesuatu masalah. Maka turunlah ayat Al-Qur’an yang menurunkan hukumnya. Seperti yang terjadi pada Kaulah binti Tsa’labah, ketika dia dizihar oleh suaminya sendiri, yang bernama Aus bin Tsmit. Perempuan ini pergi ke Nabi mengadukan peristiwanya itu. Kata aisyah, keberkahan itu di berikan kepada orang yang nyaring pendengarannya tentang sesuatu. Sesungguhnya aku benar-benar mendengar perkataan Khaula binti Tsa’labah. Sebagiannya disembunyikanya kepadaku. Dia mengadukan suaminya kepada Rasulullah SAW, Katanya “Ya Rasulallah, aku memberi makan anak laki-lakiku, dan mewariskan kepadanya perutku sampai dia besar. Anak laki-laki itu telah terputus dri aku karena menzihar aku. Ya allah ya Tuhan, aku mengadukan hal ini kepada engkau. Kata Aisyah, perempuan ini selalu mengadukan halnya demikian itu sampai Jibril menyampaikan ayat yang berbunyi. (Q.S Al-Mujadalah: 1)
           Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan-perempuan yang memajukan gugatan kepada engkau tentang suaminya.
            Di sini tidak di terangkan bahwa ada orang yang ragu-ragu mengenai sebab turunnya ayat Al-Qur’an itu tidak bergantung kepada peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan itu saja berupa permintaan untuk diterangkan suatu masalah. Mula-mula Al-Qur’an itu turun hanya mengenai akidah, kewajiban-kewajiban Islam lainnya, syari’at Allah tentang kehidupan pribadi dan masyarakat.Turunnya Al-Qur’an itu terbagi dua.Bagian pertama turun permulaan dan bagian kedua turun untuk menerangkan sebab suatu peristiwa atau pertanyaan. Untuk megetahui sebab turunnya itu adalah sebagai berikut.
Turunnya Al-Qur’an itu menurut keadaan waktu dan suatu kejadian seperti suatu peristiwa atau bila ditinjau dari sudut ilmu sebab turunnya Al-Qur’an itu luas.

2.4       Pembagian dan Macam-macam Asbabun Nuzul.
2.4.1    Dilihat dari sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat Asbabun Nuzul
            Ada dua jenis redaksi yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan riwayat Asbabun Nuzul, yaitu sharih (visionable/jelas) dan muhtamilah (impossible/kemungkinan). Redaksi sharih artinya riwayat yang sudah jelas menunjukkan Asbabun Nuzul, dan tidak mungkin pula menunjukkan yang lainnya.
Contoh riwayat Asbabun Nuzul yang menggunakan redaksi sharih adalah sebuah riwayat yang dibawakan Jabir bahwa orang-orang Yahudi berkata, “Apabila seorang suami mendatangi “qubul” istrinya dari belakang, anak yang lahir akan juling.” Maka turunlah ayat :
Yang artinya : “Istri-istrimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS.Al- Baqoroh : 223)
            Mengenai riwayat Asbabun Nuzul yang menggunakan redaksi “muhtamilah”, Az-Zarkasy menuturkan dalam kitabnya Al-Burhan fi’Ulum Al-Qur’an : “Sebagaimana diketahui, telah terjadi kebiasaan para sahabat Nabi dan tabi’in, jika seorang diantara mereka barkata, ‘ayat ini diturunkan berkenaan dengan....’. Maka yang dimaksud adalah ayat itu mencakup ketentuan hukum tentang ini atau itu, dan bukan bermaksud menguraikan sebab turunnya ayat.”
2.4.2    Dilihat dari sudut pandang berbilangnya Asbabun Nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk Asbabun Nuzul
            Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, sebab al-nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan inti persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun satu) dan  ta’addud al-nazil wa al-sahab wahid (inti persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedangkan sebab turunnya satu)
2.5       Maksud dari Satu Ayat dengan Banyak Sebab-sebab
Para mufasir menyebutkan turunnya ayat yang mempunyai beberapa sebab, maka jika di temukan dalam satu ayat tersebut, maka salah satu mufasir berkata ayat ini turun mengenai urusan ini sedangkan riwayat lain menyebutkan asbabun nuzul dengan tegas dan riwayat yang tidak tegas, termasuk didalam hukum ayat "istri-istri mu ibarat kamu tempat bercocok tanam" sementara itu orang islam menyebutkan sebab nuzul yang bertentangan dengan riwayat melalui jabir, orang yahudi berkata "jika seorang laki-laki mendatangi istrinya dari belakang, maka anaknya bermata juling" jika suatu ayat disebutkan sebab dan sebab yang lain itu shoheh maka yang di jadikan pegangan adalah riwayat yang shoheh riwayat dari bokhori muslim dan hadist yang lainya dari humdan al bunawi nabi menderita sakit hingga dua hari dua malam kemudian datang seorang perempuan kepadanya dan berkata : "hai Muhammad kurasa setanmu sudah tak mendekatimu ,selama dua ,tiga malam ini sidah tidak mendekatimu lagi." maka Allah menurunkan ayat demi waktu dhuha dan demi malam apabila setelah sunyi tuhan mu tiada meninggalmu dan tidaklah membencimu.

2.6       Maksud dari Banyaknya Ayat dengan satu sebab
              Terkadang banyak ayat yang turun, sedangkan sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada masalah yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun di dalam berbagai surat berkenaan dengan suatu peristiwa. Contohnya adalah ayat yang menjelaskan akan larangan meminum khamar, ayat-ayat yang membahas ini adalah Qs Al-Nahl (16):67, Qs Al-Baqarah (2):219, Qs An-Nisa’(4):43, Qs Al-Maidah(5):90-91.[7]
219). mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.

Kemudian turun ayat An-Nisa’ pada saat seorang imam yang sholat dalam keadaan mabuk, sebagaimana yang sudah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya. Allah SWT melarang seorang sholat dalam keadaan mabuk. Sesuai dengan surat An-Nisa (4):43
43). Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,..

2.7       Manfaat dari Mempelajari Asbabun Nuzul
Pengetahuan terhadap asbabun nuzul bukan hanya merupakan suatu observasi historis yang melatarbelakangi turunnya nash al-Qur’an, namun tujuan yang terpenting adalah untuk membantu memahami al-Qur’an dann medapatkan petunjuk al-Qur’an. Hal ini tentu tidak sesuai dengan apa yang telah diklaim oleh sebagian orang yang mengatakan tidak ada faedahnya mengetahui asbabun nuzul yang tidak lebih hanya berupa sejarah yang telah lalu. Padahal mempelajari Asbabun Nuzul memiliki beberapa faedah, diantaranya:
·         Membantu mengetahui rahasia dan tujuan Allah yang melatarbelakangi disyariatkannya suatu hukum melalui al-Qur’an.
·         Membantu memudahkan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan menghindarkan kesulitan.
·         Menolak dugaan adanya hashr (pembatasan) dalam suatu ayat yang menurut lahirnya mengandung hashr.
·         Menghindari salah duga pemahaman sebuah ayat yang datang setelahnya ayat mutakhashishnya.
·         Penentuan/ pengkhususan hukum terhadap ayat yang menggunakan redaksi umum. Hal ini bagi mereka yang berpegang teguh pada kaidah al-ibrah bi khusus al-sabab laa bi umum al-lafdzi.
·         Menjelaskan terhadap siapa ayat tersebut ditujukan sehingga tidak terjadi spekulasi.
·         Mempermudah orang menghafal al-Qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika ia mengetahui sebab turunnya.

BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Dari uraian diatas dapatlah kita tarik kesimpulan bahwasannya Al-Qur’an mengandung banyak nilai-nilai kehidupan maka dari itu kita patutlah mempelajarinya. Al Qur’an sebagai mukjizat yang di anugrahkan kepada nabi Muhammad adalah salah satu kitab Allah yang paling sempurna diantara kitap suci yang lain. Al Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad melalui beberapa cara yang mana dalam penurunan Al-Qur’an itu sendiri diberikan secara berangsur-angsur atau bertahap. Sebagai Muslim sudah sepantasnya lah kita mencintai,memelihara,mempelajari segala nilai-nilai yang terdapat pada Al-Qur’an tersebut dengan sebaik mungkin, salah satu wujud bahwa kita mencintai Al-Qur’an dengan cara banyak membaca Al-Qur’an serta mengamalkan nilai yang ada di dalamnya. Maka untuk itu marilah kita bersama-sama berusaha untuk memahami apa yang terkandung dalam Al-Qur’an sebagai kitap suci kita yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad. Mempelajari Asbabun Nuzul sangat bermanfaat di dalam kita memahami tentang ayat-ayat dalam Al-Qur’an.

3.2       Saran
Dari penulisan makalah ini, penulis menyadari akan banyaknya kekurangan. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Demi kesempurnaan makalah ini kedepannya. 

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon. 2008. ULUM AL-QUR’AN. Bandung. CV PUSTAKA SETIA
Quthan, Mana’ul. 1993. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an. Jakarta. PT RINEKA CIPTA
https://seanochan.wordpress.com/2014/09/30/sebab-sebab-turun-ayat-al-quran/Sebab turun ayat dalam bentuk peristiwa ada tiga macam

Chana, Liliek. Syaiful Hidayat. 2013. ULUM AL-QUR’AN dan PEMBELAJARANNYA. Surabaya. Kopertais IV Press


EmoticonEmoticon