BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Al-Qur’an bukanlah merupakan sebuah buku dalam
pengertian umum, karena ia tidak diformulasikan, tetapi diwahyukan secra
berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW sejauh situasi menuntutnya. Al-Qur’an
pun sangat menyadari kenyataan ini sebagai suatu yang akan menimbulkan keusilan
di kalangan pembantahnya (Q.S. Al-Furqan: 32) seperti yng diyakini sampai
sekarang, pewahyuannya Al-Qur’an secara total dalam sekali waktu secara
sekaligus adalah sesuatu yang tidak mungkin, karena pada kenyataannya Al-Qur’an
diturunkann sebagai petunjuk bagi kaum muslimin secara berangsur-angsur sesuai dengan
kebutuhan- kebutuhan yang timbul.
Al-Qur’an adalah mukjizat bagi umat islam yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia.
Al-Qur’an sendiri dalam proses penurunannya mengalami banyak proses yang mana
dalam penurunannya itu berangsur-angsur dan bermacam-macam nabi menerimanya.
Kita mengenal turunnya Al-Qur’an sebagai tanggal 17 Ramadhan. Maka setiap bulan
17 Ramadhan kita mengenal yang namanya Nuzulul Qur’an yaitu hari turunnya
Al-Qur’an.
Mengetahui latar belakang turunnya ayat-ayat
Al-Qur’an, akan menimbulkan perspektif dan menambah khazanah perbendaharaan
pengetahuan baru. Dengan mengetahui hal tersebut kita akan lebih memahami arti
dan makna ayat-ayat itu dan akan menghilangkan keraguan-keraguan dalam
menafsirkannya. Dalam penurunan Al-Qur’an terjadi di dua kota yaitu Madinah dan
Mekkah. Surat yang turun di Mekkah disebut dengan Makkiyah sedangkan surat yang
turun di Madinah disebut dengan surat Madaniyah.
Orang akan salah menangkap pesan pesa
Al-Qur’an secara utuh jika hanya memahami bahasanya saja, tanpa memahami
konteks historisnya. Agar dipahami secara utuh, Al-Qur’an harus dicerna dalam
konteks perjuangan Nabi dan latar belakang perjuangannya. Oleh sebab itu,
hampir semua literatur yan berkenaan dengan Al-Qur’an menekankan pentingnya
asbab an-nuzul (alasan pewahyuan)
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskarumusan masalah
sebagai berikut :
1.
Apa pengertian dari Asbabun nuzul
itu ?
2.
Bagaimana cara mengetahui Asbabun Nuzul ?
3.
Bagaimana sebab-sebab turunnya ayat (Asbabun
Nuzul) ?
4.
Bagaimana pembagian dan macam-macam Asbabun
Nuzul ?
5.
Apa yang dimaksud dengan satu ayat dengan
banyak sebab-sebab ?
6.
Apa maksud dari banyaknya nuzul dengan satu
sebab?
7.
Apakah faedah (manfaat) dari mempelajari
asbabun nuzul itu ?
1.3 Tujuan Masalah
Adapun tujuan penulisan makalah atau karya
tulis ini adalah sebagaimana berikut:
1.
Menjelaskan pengertian dari Asbabun
nuzul.
2.
Menjelaskan bagaimana cara
mengetahui Asbabun nuzul.
3.
Menjelaskan sebab-sebab turunnya
ayat (Asbabun nuzul).
4.
menjelaskan pembagian dan
macam-macam Asbabun nuzul.
5.
Mejelaskan maksud dari satu ayat
dengan banyak sebab-sebab.
6.
Mejelaskan maksud dari banyaknya ayat
dengan satu sebab.
7.
Menjelaskan manfaat dari
mempelajari asbabun nuzul.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asbabun Nuzul
Menurut bahasa (etimologi), asbabun
nuzul berarti turunnya ayat-ayat Al-Qur’an dari kata “asbab” jamak dari
“sababa” yang artinya sebab-sebab, nuzul yang artinya turun. Yang dimaksud
disini adalah ayat al-Qur’an. Asbabun nuzul adalah suatu peristiwa atau saja
yang menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an baik secara langsung atau tidak
langsung.
Secara garis besarnya, sepanjang kenabian
Muhammad SAW, paling tidak ada 2 pembagian asbabul nuzul (sebab turunnya)
Al-Qur’an. Pertama, dikatakan bahwa ada sebagian besar Al-Qur’an ini yang
turunnya ibtida’i artinya turun tanpa sebab. Jenis yang kedua, dimana Al-Qur’an
itu turun berdasarkan satu sebab, nuzul bi sabab.
Ada empat
defenisi yang dikemukakan oleh ahli tafsir tentang Asbabun Nuzul:
1)
Menurut Az-Zarqani
“Asbab an-Nuzul adalah hal khusus atau sesuatu
yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat al-Qur’an yang berfungsi
sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi”.
2)
Subhi Shalih
“Asbabun Nuzul
adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat al-Qur’an
yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa sebagai respon atasnya atau sebagai
penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi”.
3)
Ash-Shubuni
“Asbab
an-Nuzul” adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau
beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut,
baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan
dengan urusan agama.
4)
Mana’ Al-Qthathan
“Asbab
an-Nuzul” adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an
berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau
berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.
2.2 Cara Mengetahui Asbabun Nuzul
Al-Qur’an merupakan respon atas situasi saat
ayat tersebut turun. Sebab-sebab turunnya suatu ayat dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu: Pertama, al-Qur’an diturunkan berkaitan dengan suatu peristiwa
tertentu. Kedua, al-Qur’an diturunkan ketika nabi SAW ditanya mengenai suatu
masalah.
Pengetahuan Asbabun Nuzul dapat diketahui
dengan cara merujuk pada suatu periwayatan yang shahih atau dengan berijtihad.
2.2.1 Periwayatan
Adanya sebab turunnya al-Qur’an adalah suatu
peristiwa sejarah yang terjadi pada masa Nabi SAW, oleh karena itu untuk
mengetahui Asbabun Nuzul tidak bisa hanya dengan rasio, akan tetapi harus
dengan riwayat yang shahih dan didengar langsung dari orang-orang yang
mengetahui sebab turunnya al-Qur’an atau dari orang yang memahami Asbabun Nuzul
secara mendalam, lalu mereka menelitinya dengan cermat, baik dari kalangan
sahabat/ tabi’in/ lainnya dengan catatan pengetahuan mereka diperoleh dari para
ulama yang dapat dipercaya.
Jika diriwayatkan oleh sahabat maka riwayatnya
shahih dan dihukumi Marfu’. Seperti yang dikatakan al-Wahidy “Mengenai asbabun
nuzul tidak boleh seseorang mengatakan sesuatu selain riwayat atau berita hadis
yang didengar dari mereka yang mengalami masa turunnya ayat-ayat al-Qur’an,
memperhatikan sebab-sebabnya dan berusaha keras mencari pengertiannya”.
Dan jika diriwayatkan berdasarkan hadis mursal
maka riwayatnya tidak diterima, kecuali apabila diperkuat oleh hadis mursal
yang lain yang rawinya belajar dari sahabat, seperti Mujahid, Ikrimah, Said bin
Zubair, ‘Atho’, Hasan al-Basri, Sa’id al-Musayyab, adh- Dhahhak. Dengan
demikian para ulama menetapkan bahwa tidak ada jalan untuk mengetahui asbabun
nuzul kecuali dengan riwayat yang shahih. Mereka tidak dapat menerima hasil
nalar atau ijtihad dalam masalah ini.
Ada dua alasan yang menyebabkan orang
meragukan hadis tentang asbabun nuzul. Pertama, gaya kebanyakan perawi tidak
meriwayatkan asbabun nuzul, tetapi
meriwayatkan suatu kisah dan menghubungkannya dengan ayat-ayat al-Qur’an
dan bukan atas dasar pengalaman atau pengamatan. Kedua, pelarangan periwayatan
hadis berlangsung sampai abad pertama hijriyah mengakibatkan periwayatan secara
maknawi kemungkinan mengalami perubahan.
Apabila riwayat yang menjelaskan asbabun nuzul
lebih dari satu, maka timbul 4 kemungkinan (menurut al-Zarqani).
Satu diantaranya shahih, apabila ada dua
riwayat, pertama menggunakan redaksi yang jelas, sedang yang satunya
menggunakan redaksi yang merupakan istinbath, maka yang diambil adalah yang
lebih valid periwayatannya (yang menggunakan redaksi yang jelas)
Keduanya shahih tetapi yang satu punya dalil
penguat sementara yang satunya tidak, maka yang diambil adalah yang pertama.
Keduanya shahih dan sama-sama tidak dikuatkan
oleh dalil lain, tetapi keduanya memungkinkan untuk dikompromikan, maka ayat
tersebut mempunyai dua asbabun nuzul.
Keduanya shahih, tetapi tidak ditemukan dalil
yang menguatkan dan juga tidak dapat dikompromikan, maka jalan keluarnya adalah
ayat tersebut turun dua kali dengan latar belakang yang berbeda.
Beberapa redaksi/ sighat yang digunakan para
sahabat ini dalam meriwayatkan asbabun nuzul suatu ayat ada yang berupa lafadz
yang jelas menunjukkan asbabun nuzul, ada pula yang berupa indikasi.
Redaksi yang jelas, apabila seorang rawi
menggunakan lafadz سبب نزول الآية كذا,
artinya tidak mengandung kemungkinan-kemungkinan makna lain.
Menggunakan huruf “ف”
yang diletakkan pada ayat setelah suatu peristiwa diceritakan حدث هذا … فنزلت الآية, رسول الله عن كذا … فنزلت الآية سئل.
Dilihat melalui konteks dan jalan cerita suatu
riwayat. Biasanya berupa jawaban atas suatu pertanyaan.
Redaksi yang berupa asumsi atau indikasi
asbabun nuzul. Apabila seorang rawi berkata نزلت هذه
الآية في كذا , أحسب هذه الآية في كذا. Redaksi ini belum bisa dipastikan untuk
menunjukkan Asbabun Nuzul.[28] Menurut al-Zarkasyi, penyebutan redaksi ini
telah dimaklumi dari kebiasaan para sahabat dan tabiin jika salah satu mereka
berkata “ayat ini turun tentang demikian, maka sesungguhnya ia maksudkan ayat
ini mengandung hukum ini, dan ini bukan sebab bagi turunnya ayat tersebut”.
Namun menurut al-Zarqani, satu-satunya cara
untuk menentukan salah satu dari dua makna yang terkandung dalam ungkapan itu adalah
konteks pembicaraanya.
2.2.2 Ijtihad
Pendapat para ulama yang tidak setuju akan
adanya ijtihad tidak selamanya diterima secara mutlak. Jika ditilik kekinian
dan lebih dikritisi lagi, sebagian ulama masih bisa menemukan celah sebagai
jalan ijtihad dalam masalah Asbabun Nuzul meski masih dalam lingkup yang
terbatas. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa banyak riwayat yang kadang
bertentangan dengan riwayat lainnya hingga diperlukan tarjih (mengambil riwayat
yang lebih kuat). Untuk melakukan pentarjihan ini diperlukan analisis dan
ijtihad.
Cara mengetahui asbabun nuzul dengan ijtihad
dilakukan dengan bersandar pada sejumlah unsur dan tanda-tanda internal atau
eksternal dalam suatu ayat, karena asbabun nuzul hanyalah konteks sosial suatu
ayat sehingga sebab-sebab turunnya ayat dapat dicari dalam ataupun luar teks.
Ijtihad sebagai cara mengetahui asbabun nuzul
telah dilakukan oleh Imam al-Syafi’I, seorang tabi’ tabi’in, dalam menjelaskan
asbabun nuzul Qs. Al-An’am yang secara lahiriah menyebutkan makanan yang
diharamkan Allah adalah bangkai, darah yang mengalir, daging babi dan hewan
yang disembelih tidak karena Allah. Ayat ini menurut Imam Syafi’I bukan
merupakan pembatasan sesuatu yang diharamkan Allah sebagaimana pendapat Imam
Malik, tetapi ayat ini turun berkaitan dengan situasi orang-orang kafir yang
mengharamkan apa yang dihalalkan dan menghalalkan apa yang diharamkan. Pendapat
Imam Syafi’I juga didasarkan pada urutan turunnya ayat dalam pelarangan khusus
soal makanan adalah sebagai berikut: QS. Al-An’am 145, QS, an-Nahl 115-116, QS
al-Baqarah 172-173, kemudian Qs. Al-Maidah 4. Ayat yang membatasi makanan yang
haram adalah ayat yang terakhir, yaitu QS. Al-Maidah 4.
2.3 Sebab-sebab
Turunnya Ayat (Asbabun Nuzul)
Setelah diadakan penelitian tentang
sebab-sebab turunnya ayat, maka dapat disimpulakan menjadi dua hal yaitu :
Pertama, terjadinya suatu peristiwa,maka
turunlah ayat. Seperti halnya hadist yang dirawikan oleh Ibnu Abbas ra katanya,
setelah turunnya ayat yang berbunyi, beri peringatanlah keluargamu, karib
kerabatmu, maka pergilah Nabi ke bukit safa, di sini dia berseru kuat-kuat,
‘”Hai sahabat-sahabatku”, maka berdatanglah sahabat sahabatnya itu dan
berkumpul. Kata Nabi, “Bagaimanakah pendapatmu, kalau aku beritahukan kepadamu,
jika ada pasukan tentara berkuda keluar sekarang berada di lereng gunung itu,
apakah kamu akan membenarkan aku?” kata mereka beramai ramai, kami tidak pernah
melihat engkau berbohong. Kata Nabi selanjutnya, sesungguhnya akuu akan memberi
peringatan kamu sekalian di hadapanku ini azab yang bersangatan. Kata Abu
Lahab, -Celaka engkau. Apakah untuk ini engkau mengumpulkan kami. Sudah itu
berdiri langsung pergi. Ketika itu turunlah ayat yang berbunyi. (Q.S Al-Lahab:
1)
Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan
sesungguhnya dia akan binasa.
Kedua,
ada orang yang bertanya kepada Rasulullah SAW, mengenai sesuatu masalah.
Maka turunlah ayat Al-Qur’an yang menurunkan hukumnya. Seperti yang terjadi
pada Kaulah binti Tsa’labah, ketika dia dizihar oleh suaminya sendiri, yang
bernama Aus bin Tsmit. Perempuan ini pergi ke Nabi mengadukan peristiwanya itu.
Kata aisyah, keberkahan itu di berikan kepada orang yang nyaring pendengarannya
tentang sesuatu. Sesungguhnya aku benar-benar mendengar perkataan Khaula binti
Tsa’labah. Sebagiannya disembunyikanya kepadaku. Dia mengadukan suaminya kepada
Rasulullah SAW, Katanya “Ya Rasulallah, aku memberi makan anak laki-lakiku, dan
mewariskan kepadanya perutku sampai dia besar. Anak laki-laki itu telah
terputus dri aku karena menzihar aku. Ya allah ya Tuhan, aku mengadukan hal ini
kepada engkau. Kata Aisyah, perempuan ini selalu mengadukan halnya demikian itu
sampai Jibril menyampaikan ayat yang berbunyi. (Q.S Al-Mujadalah: 1)
Sesungguhnya
Allah telah mendengar perkataan perempuan-perempuan yang memajukan gugatan
kepada engkau tentang suaminya.
Di sini tidak di terangkan bahwa ada
orang yang ragu-ragu mengenai sebab turunnya ayat Al-Qur’an itu tidak
bergantung kepada peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan itu saja
berupa permintaan untuk diterangkan suatu masalah. Mula-mula Al-Qur’an itu
turun hanya mengenai akidah, kewajiban-kewajiban Islam lainnya, syari’at Allah
tentang kehidupan pribadi dan masyarakat.Turunnya Al-Qur’an itu terbagi
dua.Bagian pertama turun permulaan dan bagian kedua turun untuk menerangkan
sebab suatu peristiwa atau pertanyaan. Untuk megetahui sebab turunnya itu
adalah sebagai berikut.
Turunnya Al-Qur’an itu menurut keadaan waktu
dan suatu kejadian seperti suatu peristiwa atau bila ditinjau dari sudut ilmu
sebab turunnya Al-Qur’an itu luas.
2.4 Pembagian
dan Macam-macam Asbabun Nuzul.
2.4.1 Dilihat dari sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan
dalam riwayat Asbabun Nuzul
Ada
dua jenis redaksi yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan riwayat
Asbabun Nuzul, yaitu sharih (visionable/jelas) dan muhtamilah (impossible/kemungkinan).
Redaksi sharih artinya riwayat yang sudah jelas menunjukkan Asbabun Nuzul, dan
tidak mungkin pula menunjukkan yang lainnya.
Contoh riwayat Asbabun Nuzul yang menggunakan redaksi
sharih adalah sebuah riwayat yang dibawakan Jabir bahwa orang-orang Yahudi
berkata, “Apabila seorang suami mendatangi “qubul” istrinya dari belakang, anak
yang lahir akan juling.” Maka turunlah ayat :
Yang artinya : “Istri-istrimu adalah
seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok
tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS.Al- Baqoroh : 223)
Mengenai
riwayat Asbabun Nuzul yang menggunakan redaksi “muhtamilah”, Az-Zarkasy
menuturkan dalam kitabnya Al-Burhan fi’Ulum Al-Qur’an : “Sebagaimana diketahui,
telah terjadi kebiasaan para sahabat Nabi dan tabi’in, jika seorang
diantara mereka barkata, ‘ayat ini diturunkan berkenaan dengan....’. Maka yang
dimaksud adalah ayat itu mencakup ketentuan hukum tentang ini atau itu, dan
bukan bermaksud menguraikan sebab turunnya ayat.”
2.4.2 Dilihat dari sudut pandang berbilangnya Asbabun Nuzul untuk satu
ayat atau berbilangnya ayat untuk Asbabun Nuzul
Dari segi jumlah sebab dan ayat
yang turun, sebab al-nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil
wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan inti persoalan yang terkandung dalam
ayat atau sekelompok ayat yang turun satu) dan
ta’addud al-nazil wa al-sahab wahid (inti persoalan yang terkandung
dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedangkan sebab
turunnya satu)
2.5 Maksud dari Satu Ayat dengan Banyak
Sebab-sebab
Para mufasir menyebutkan turunnya ayat yang
mempunyai beberapa sebab, maka jika di temukan dalam satu ayat tersebut, maka
salah satu mufasir berkata ayat ini turun mengenai urusan ini sedangkan riwayat
lain menyebutkan asbabun nuzul dengan tegas dan riwayat yang tidak tegas,
termasuk didalam hukum ayat "istri-istri mu ibarat kamu tempat bercocok
tanam" sementara itu orang islam menyebutkan sebab nuzul yang bertentangan
dengan riwayat melalui jabir, orang yahudi berkata "jika seorang laki-laki
mendatangi istrinya dari belakang, maka anaknya bermata juling" jika suatu
ayat disebutkan sebab dan sebab yang lain itu shoheh maka yang di jadikan pegangan
adalah riwayat yang shoheh riwayat dari bokhori muslim dan hadist yang lainya
dari humdan al bunawi nabi menderita sakit hingga dua hari dua malam kemudian
datang seorang perempuan kepadanya dan berkata : "hai Muhammad kurasa
setanmu sudah tak mendekatimu ,selama dua ,tiga malam ini sidah tidak
mendekatimu lagi." maka Allah menurunkan ayat demi waktu dhuha dan demi
malam apabila setelah sunyi tuhan mu tiada meninggalmu dan tidaklah membencimu.
2.6 Maksud
dari Banyaknya Ayat dengan satu sebab
Terkadang banyak ayat yang turun,
sedangkan sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada masalah yang cukup
penting, karena itu banyak ayat yang turun di dalam berbagai surat berkenaan
dengan suatu peristiwa. Contohnya adalah ayat yang menjelaskan akan larangan
meminum khamar, ayat-ayat yang membahas ini adalah Qs Al-Nahl (16):67, Qs
Al-Baqarah (2):219, Qs An-Nisa’(4):43, Qs Al-Maidah(5):90-91.[7]
219). mereka
bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan."
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.
Kemudian turun
ayat An-Nisa’ pada saat seorang imam yang sholat dalam keadaan mabuk,
sebagaimana yang sudah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya. Allah SWT
melarang seorang sholat dalam keadaan mabuk. Sesuai dengan surat An-Nisa (4):43
43). Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,..
2.7 Manfaat dari Mempelajari Asbabun Nuzul
Pengetahuan
terhadap asbabun nuzul bukan hanya merupakan suatu observasi historis yang melatarbelakangi
turunnya nash al-Qur’an, namun tujuan yang terpenting adalah untuk membantu
memahami al-Qur’an dann medapatkan petunjuk al-Qur’an. Hal ini tentu tidak
sesuai dengan apa yang telah diklaim oleh sebagian orang yang mengatakan tidak
ada faedahnya mengetahui asbabun nuzul yang tidak lebih hanya berupa sejarah
yang telah lalu. Padahal mempelajari Asbabun Nuzul memiliki beberapa faedah,
diantaranya:
·
Membantu mengetahui rahasia dan
tujuan Allah yang melatarbelakangi disyariatkannya suatu hukum melalui
al-Qur’an.
·
Membantu memudahkan pemahaman
terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan menghindarkan kesulitan.
·
Menolak dugaan adanya hashr
(pembatasan) dalam suatu ayat yang menurut lahirnya mengandung hashr.
·
Menghindari salah duga pemahaman
sebuah ayat yang datang setelahnya ayat mutakhashishnya.
·
Penentuan/ pengkhususan hukum
terhadap ayat yang menggunakan redaksi umum. Hal ini bagi mereka yang berpegang
teguh pada kaidah al-ibrah bi khusus al-sabab laa bi umum al-lafdzi.
·
Menjelaskan terhadap siapa ayat
tersebut ditujukan sehingga tidak terjadi spekulasi.
·
Mempermudah orang menghafal
al-Qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang
mendengarnya jika ia mengetahui sebab turunnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian
diatas dapatlah kita tarik kesimpulan bahwasannya Al-Qur’an mengandung banyak
nilai-nilai kehidupan maka dari itu kita patutlah mempelajarinya. Al Qur’an
sebagai mukjizat yang di anugrahkan kepada nabi Muhammad adalah salah satu
kitab Allah yang paling sempurna diantara kitap suci yang lain. Al Qur’an
diturunkan kepada nabi Muhammad melalui beberapa cara yang mana dalam penurunan
Al-Qur’an itu sendiri diberikan secara berangsur-angsur atau bertahap. Sebagai
Muslim sudah sepantasnya lah kita mencintai,memelihara,mempelajari segala
nilai-nilai yang terdapat pada Al-Qur’an tersebut dengan sebaik mungkin, salah
satu wujud bahwa kita mencintai Al-Qur’an dengan cara banyak membaca Al-Qur’an
serta mengamalkan nilai yang ada di dalamnya. Maka untuk itu marilah kita
bersama-sama berusaha untuk memahami apa yang terkandung dalam Al-Qur’an
sebagai kitap suci kita yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad.
Mempelajari Asbabun Nuzul sangat bermanfaat di dalam kita memahami tentang
ayat-ayat dalam Al-Qur’an.
3.2 Saran
Dari penulisan
makalah ini, penulis menyadari akan banyaknya kekurangan. Maka dari itu, kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan. Demi kesempurnaan makalah ini
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,
Rosihon. 2008. ULUM AL-QUR’AN. Bandung. CV PUSTAKA SETIA
Quthan,
Mana’ul. 1993. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an. Jakarta. PT RINEKA CIPTA
https://seanochan.wordpress.com/2014/09/30/sebab-sebab-turun-ayat-al-quran/Sebab
turun ayat dalam bentuk peristiwa ada tiga macam
Chana, Liliek.
Syaiful Hidayat. 2013. ULUM AL-QUR’AN dan PEMBELAJARANNYA. Surabaya. Kopertais
IV Press
EmoticonEmoticon