BAB I
SEJARAH DAN CINTA
A.
Mengungkap
Sejarah Pacaran
Istilah
pacaran sering kita dengar dikalangan remaja. Jika ditinjau lebih dalam istilah
pacaran merupakan bagian dari kultur Barat. Karena biasanya masyarakat Barat
membenarkan adanya fase-fase hubungan heteroseksual dalam kehidupan manusia
sebelum menikah, seperti puppy love (cinta monyet), dating (kencan), going steady (pacaran),
dan engangement (tunangan).
Namun, jika
ditinjau dari negeri kita sendiri sejarahnya juga berbeda. Secara etimologi,
pacaran ternyata berasal dari kata pacar (daun pacar), dalam bahasa bugis
dikenal dengan nama “pacci”. Dahulu, dalam masyarakat Melayu khususnya ada
budaya memakaikan pacar air pada dua orang muda mudi yang ketahuan saling
tertarik oleh keluarganya.
Berbeda dengan
pandangan islam sendiri, dalam salah satu tausyiahnya, Habib Segaf bin Mahdi
bin Syekh Abubakar bin Salim menyinggung perihal tradisi pacaran. Menurut
beliau, pacaran bermula pada zamannya nabi Nuh A.S. ketika ada banyak manusia
dan hewan yang membangkang perintah nabi Nuh untuk tidak melakukan hubungan
badan diatas perahu karena muatannya yang sudah terlalu penuh, hanya sepasang
anjing saat itu yang melanggar dan melakukan hubungan badan.
B.
Islam Mengakui
Rasa Cinta
Seseorang
tidak akan bisa menghindar dari cinta kecuali orang yang hatinya keras dan
bodoh yang tidak memiliki keutamaan dan pemahaman, serta orang yang kasar
perangainya, kurang waras atau tidak mempunyai gairah. Apabila seorang pria
atau wanita sedang jatuh cinta maka dia mempunyai tanda-tanda yang
membuktikannya. Tapi ada perbedaan diantara keduanya. Diantaranya, dikatakan
bahwa cinta bagi seorang pria itu ibarat gunung. Ia besar tapi konstan dan
rentan sehingga sewaktu-waktu dapat meletus, memuntahkan lahar, dan
menghancurkan apa saja yang ditemuinya. Sedangkan cinta bagi seorang wanita
bagaikan kuku, ia hanya seujung jari tapi ia tumbuh perlahan-lahan, diam-diam
dan terus menerus bertambah. Jika dipotong maka akan tumbuh dan tumbuh lagi.
Ibnu Qayyim
menjelaskan ada 20 tanda-tanda orang jatuh cinta baik itu pria atau wanita yang
sebagiannya dapat terangkum dalam ungkapan yang indah bahwa : “Cinta itu
ibarat pohon didalam hati. Akarnya adalah ketundukan kepada kekasih yang
dicintai, dahannya adalah mengetahuinya, rantingnya adalah ketakutan kepadanya,
daun-daunnya adalah malu kepadanya, buahnya adalah ketaatan kepadanya dan air
yang menghidupinya adalah menyebut namanya. Jika didalam cinta ada bagian yang
kosong, berarti cinta itu berkurang”.
BAB II
TA’ARUF DAN
KHITBAH
A. Ta’aruf
Ta’aruf berasal
dari Bahasa Arab yaitu ‘arafa ya’rifu ta’aarafa yang artinya kenal,
mengenal atau mengenali. Ta’aruf yang dimaksud disini adalah saling mengenal
antara dua lawan jenis yang akan melangsungkan pernikahan. Jika keduanya ada
kecocokan maka bisa berlanjut ke jenjang pernikahan tapi jika tidak menemukan
kecocokan maka tahapan itu berhenti.
Islam tidak
melarang adanya ta’aruf, dalam sebuah hadist disebutkan “Dari Anas bin Malik
bahwa almughirah bin Syu’bah ingin menikah dengan seorang wanita maka
Rasulullah berkata kepadanya : Pergi lalu lihatlah dia, sesungguhnya hal itu
menimbulkan kasih sayang dan kedekatan antara kalian berdua” (HR. Ibnu
Majah)
Jadi, kata
ta’aruf itu mirip dengan makna ‘berkenalan’ dalam bahasa kita. Setiap kali kita
berkenalan dengan seseorang, entah itu tetangga kita, orang baru atau sesama
penumpang dalam sebuah kendaraan umum misalnya, dapat disebut sebagai ta’aruf. Ta’aruf
jenis ini dianjurkan dengan siapa saja terutama dengan sesam muslim untuk
mengikat hubungan persaudaraan. Namun, tentu saja ada batasan yang harus
diperhatikan apabila perkenalan itu terjadi diantara dua orang yang berlawanan
jenis. Ta’aruf yang benar adalah ta’aruf dengan langkah sebagai berikut :
1.
Pihak lelaki mencari keterangan tentang
biografi, karakter, sifat atau hal lain pada wanita yang ingin ia pinang melalui
seseorang yang mengenal baik tentangnya demi maslahatnya pernikahan. Bisa
dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan
seseorang, seperti istri teman atau yang lainnya.
2.
Setelah menemukan kecocokan dan
sebelum khitbah (tunangan), bagi lelaki disunnahkan melihat wanita yang ingin
ia nikahi. Hal ini karena terkadang bermodalkan informasi saja tidak cukup,
karena kondisi fisik seseorang itu relatif. Bisa saja cantik menurut kaca mata
umum tapi tidak bagi peminang.
B. Khitbah
Manusia
diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling mulia, ia bukanlah sosok
makhluk yang sekedar memiliki jasad atau organisme hidup, sehingga kehidupan
yang dijalaninya pun bukan sekedar untuk tujuan memperoleh makan, tumbuh,
berkembang biak lalu mati. Manusia diciptakan ke alam dunia ini disertai dengan
berbagai potensi kehidupan yang diberikan olehNya. Berbagai potensi kehidupan
tersebut harus merupakan sesuatu yang disadari atau dipikirkan oleh manusia.
Melamar atau
khitbah dalam bahasa arab merupakan pintu gerbang menuju pernikahan. Khitbah
menurut bahasa, adat dan syara bukanlah perkawinan. Ia merupakan pendahuluan
bagi perkawinan. Pinangan yang kemudia berlanjut dengan pertunangan yang kita
temukan dalam masyarakat saat ini hanyalah budaya atau tradisi saja, yang
paling inti adalah khitbah itu sendiri, walaupun disertai dengan ritual tukar
cincin, selametan dan lain lain. Ada satu hal penting yang perlu kita catat,
anggapan masyarakat bahwa pertunangan itu adalah tanda pasti menuju pernikahan
hingga mereka mengira dengan melaksanakan ritual itu mereka sudah menjadi
mahram adalah anggapan yang keliru. Pertunangan belum tentu berakhir dengan
pernikahan, oleh karena itu bagi pihak laki-laki atau perempuan harus tetap
menjaga batasan-batasan yang telah ditentukan oleh syariat.
Meski
bagaimanapun dilakukan berbagai upacara adat khitbah tetaplah khitbah, hal itu
tidak lebih hanya untuk menguatkan dan memantapkan sebelum terjadi pernikahan.
Khitbah bagaimanapun keadaannya juga tidak akan dapat memberikan hak apa-apa
kepada si peminang melainkan hanya dapat menghalangi lelaki lain untuk
meminangnya, sebagaimana disebutkan dalam hadist dari Abu Hurairah r.a. bahwa
Rasulullah SAW bersabda “Tidak boleh salah seorang diantara kamu meminang
pinangan saudaranya” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
BAB III
PACARAN DAN
NIKAH
A. Pacaran Terbaik adalah Setelah Nikah
Islam yang
sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis secara rapi dan indah. Hubungan
ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar
dalam islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal
karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan
dirasakan kasih sayang yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya
hanyalah cinta bualan semata.
Ketika seorang
muslim pria atau wanita akan menikah biasanya timbul perasaan yang
bermacam-macam. Ada rasa gundah, resah, risau, bimbang, termasuk tidak sabar
menunggu datangnya sang pendamping. Bahkan ketika dalam proses ta’aruf
sekalipun masih muncul perasaan khawatir dalam diri yang selalui menghantui.
Persoalan
utama seseorang yang akan menikah adalah penyakit ragu-ragu. Jika penyakit
tersebut hinggap dalam hati dan pikiran seseorang maka saat itu juga waktu yang
paling tepat untuk introspeksi diri terhadap keyakinannya. Karena itulah kunci
utama dalam melangkah kedepan dalam menghadapi ujian dan cobaan hidup.
Berkaitan dengan kekhawatiran itu, yang karenanya seseorang tidak segera
menikah padahal sudah mempunyai calon pasangan.
B. Bagaimana yang Terlanjur Pacaran ?
Sudah terlalu
banyak para remaja yang kehilangan masa depannya hanya gara-gara pacaran. Ada
beberapa langkah bagi seseorang yang terlanjur pacaran, yaitu :
1.
Jika sudah terlanjur, maka
segeralah mengubah gaya pacaran secara syar’i dan segeralah merencanakan
pernikahan agar tidak terus menerus terjebak dalam kemaksiatan.
2.
Menghindari sejauh mungkin pacaran
(hubungan spesial antara seorang laki-laki dan wanita yang bukan mahram) karena
pacaran sekarang ini yang banyak dilakukan oleh para pemuda pemudi umumnya
merupakan perbuatan yang jelas-jelas melanggar syariat. Kenapa pacaran
dilanggar ? karena pacaran itu sendiri mengandung beberapa unsur yaitu : (a)
Berkhalwat (Berduaan ditempat yang sepi), (b) Melihat kepada lawan jenis yang
bukan mahram dengan sengaja, (c) Bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan
mahram, (d) Mendekati perzinahan (berpegangan tangan, berpelukan, berciuman,
dll)
3.
Bertobat dari zina karena ini
merupakan dosa besar yang bisa mengantarkan pelakunya kepada azab yang pedih.
4.
Perlu diketahui bahwa seseorang
yang telah berzina dengan lawan jenis kemudian ia bertaubat dari perbuatan keji
itu maka telah terangkatlah sifat zina dari dirinya
5.
Apabila sudah bertaubat dari
perbuatan zina dan pacaran maka bersegeralah untuk mengubah gaya hidup.
C. Segeralah Bertobat Kepada Allah
Allah
memerintahkan hambaNya untuk bertobat dan segera kembali ke jalan yang benar.
Perintah ini merupakan perintah wajib yang harus segera dilaksanakan sebelum
ajal tiba. Allah berfirman “...Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung..” (QS. An Nur : 31).
Sebagai manusia kita tidak tahu kapan kita melakukan kesalahan, kita tidak akan
memperhatikan betapa mata telah banyak melihat kemaksiatan, mulut menyakiti
hati orang lain, tangan mengambil sesuatu yang bukan haknya dan masih banyak lainnya.
Maka dari itu, bertobatlah segera memohon ampunan kepada Allah Swt.
Tobat dibagi
kedalam beberapa tingkatan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Ibnu Qudamah
Almuqdisi, yaitu :
1.
Tingkatan pertama, yaitu orang yang
istiqomah dalam tobatnya hingga akhir hayatnya. Ia benar-benar melakukan
taubatan nasuha yakni tidak akan mengulangi dosa yang sama dan ia berusaha
menyelesaikan semua urusannya yang pernah ia keliru. Tetapi terkadang masih ada
sedikit dosa kecil yang ia lakukan dan memang umumnya manusia tidak bisa lepas
dari dosa kecil.
2.
Tingkatan kedua, yaitu orang yang
menempuh jalan orang-orang yang istiqomah dalam semua perkara ketaatan dan dan
menjauhkan semua dosa-dosa besar akan tetapi ia terkena musibah yaitu ia sering
melakukan dosa-dosa kecil tanpa sengaja.
3.
Tingkatan ketiga, yaitu orang yang
bertobat dan istiqomah dalam tobatnya sampai satu waktu kemudian suatu saat ia
mengerjakan lagi sebagian dari dosa-dosa besar karena ia dikalahkan oleh
syahwatnya. Kendati demikian ia masih tetap menjaga perbuatan yang baik dan
masih tetap taat kepada Allah Swt.
4.
Tingkatan keempat, yaitu orang yang
bertobat akan tetapi tobatnya hanya sementara waktu saja kemudian ia kembali
melakukan dosa dan maksiat, tidak peduli akan perintah dan larangan Allah Swt
serta tidak ada rasa menyesal terhadap dosa-dosanya. Nafsu sudah menguasai
kehidupannya serta selalu memerintah kepada perbuatan yang buruk.
BAB IV
NASIHAT BAGI LAKI-LAKI DAN
PEREMPUAN
A. Nasihat Bagi Seorang Laki-laki
Sering kali kita ketahui seorang
wanita menangis karena seorang pria. Entah karena dikecewakan oleh sikapnya
atau disakiti oleh perkataannya atau bahkan karena ditinggalkannya. Banyak
lelaki yang merasa bosan ketika seorang perempuan lebih sering menggunakan air
matanya ketika terjadi perdebatan antara keduanya. Padahal makna dari jatuhnya
air mata tersebut sangatlah dalam, air mata yang dijatuhkan oleh seorang wanita
bukan berarti tanda bahwa dia lemah akan tetapi tanda bahwa wanita tersebut menggunakan
prasaan.
Banyak cara yang dapat dilakukan
bagi seorang lelaki untuk memuliakan wanita, salah satunya adalah dengan tidak
menyakiti hati dan prasaannya. Menghindari pacaran merupakan salah satu cara
yang dapat dilakukan agar seorang lelaki tidak sampai menyakiti hati seorang
wanita. Pada awal pembahasan kita sudah mengetahui hakikat pacaran, pacaran
yang tidak dibarengi dengan keseriusan untuk melanjutkan pada jenjang
pernikahan hanya bisa membuat sakit hati dan prasaan seorang perempuan. Maka
dari itu lebih baik agar hal itu dihindari.
Dalam pacaran akan terjadi banyak
kemaksiatan, secara tidak sadar ketika seorang lelaki menyentuhnya atau berbuat
yang tidak baik terhadapnya bahkan mendzaliminya maka disitulah letak seorang
lelaki yang tidak bisa menjaga kemuliaan seorang wanita. Hal ini juga berkaitan
erat dengan keimanan dan akhlak yang baik. Semakin baik akhlak seseorang maka
semakin sempurna pula imannya. Semakin baik sikap lelaki kepada wanita maka
keutamaannya pun semakin besar di sisi Allah Swt.
Janganlah wanita sekedar dimanfaatkan
atau dipermainkan, dinikmati kecantikannya, suaranya bahkan hanya sekedar
dijadikan pacar tanpa status halal atau jika wanita itu berasal dari keluarga
mampu hartanya ditipu daya yang pada akhirnya jika sudah bosan maka dikhianati
cintanya.
B. Wanita
Ketika Pra dan Pasca Islam
Banyak sekali sejarah yang
mengungkap tentang wanita, tentang bagaimana mulainya seorang wanita, bagaimana
perjuangan wanita dalam menegakkan islam dan lain sebagainya. Sebelum adanya
islam, seorang wanita bukanlah apa-apa bahkan dianggap manusia saja tidak.
Orang Yunani menganggap wanita sebagai sarana pemuas hasrat semata sedangkan
orang-orang Romawi memberikan hak kepada seorang ayah atau suami untuk menjual
anak perempuan dan istrinya. Orang arab memberikan hak atas seorang anak
perempuan untuk tidak mewarisi harta ayahnya. Mereka tidak memiliki hak waris
serta tidak boleh memiliki harta benda.
Setelah islam datang menerangi dan
memerangi segala bentuk kedzaliman serta menjamin setiap hak manusia tanpa
terkecuali, nasib seorang wanita pun berputar. Tidak ada lagi yang namanya
perbudakan, jual beli wanita dan kekerasan dalam bentu apapun. Akan tetapi
malah sebaliknya, wanita menjadi pendukung setiap perjuangan yang dilakukan
oleh suami dan ayahnya. Banyak para pejuang wanita yang bermunculan membantu
menegakkan syariat islam seperti Sayyidah Khadijah r.a. yang menjadi pendukung
Nabi SAW dalam segala hal yang berhubungan dengan agama.
C. Wanita adalah Karunia, Bukan Musibah
Setelah pada zaman jahiliyah
orang-orang memandang wanita sebagai musibah, islam memandang wanita sebagai
karunia dari Allah. Bersamanya seorang lelaki akan mendapatkan ketenangan lahir
maupun batin. Darinya akan muncul energi positif yang sangat bermanfaat berupa
rasa cinta, kasih sayang dan motivasi hidup. Lelaki dan wanita menjadi satu
entitas dalam bingkai rumah tangga, keduanya saling membantu dalam mewujudkan
hidup yang nyaman dan penuh kebahagiaan, mendidik dan membimbing generasi
manusia yang akan datang.
Islam sangat menghormati seorang
wanita, islam pun menjaga kaum wanita dari segala hal yang dapat menodai
kehormatannya, menjatuhkan wibawanya, dan merendahkan martabatnya. Bagai
mutiara yang mahal harganya, islam menempatkan wanita sebagai makhluk mulia
yang harus dijaga. Atas dasar inilah kemudian sejumlah aturan ditetapkan oleh
Allah Swt agar kaum wanita dapat menjalankan peran strategisnya sebagai
pendidik umat generasi mendatang.
Wanita dapat mengatasi beban lebih
baik daripada seorang lelaki, dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya
sendiri, dia mampu tersenyum saat hatinya diliputi kesedihan, mampu menyanyi
ketika menangis bahkan tertawa ketika merasa takut. Allah memberikan kepekaan
terhadap setiap wanita untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan bahkan
ketika anaknya menyakiti hatinya. Allah memberinya kekuatan untuk menyokong
suaminya dalam kegagalannya dan melengkapi tulang rusuk suaminya dengan
hatinya. Ketika seorang lelaki mampu memahami hal ini secara mendalam, maka ia
akan merasakan betapa berharganya seorang wanita.
BAB V
JOMBLO MULIA
A. Menjadi Jomblo yang Mulia dan Bahagia
Sering kali kita dihadapkan dengan
beberapa pilihan, entah itu soal cinta ataupun yang lainnya. Kadang memiliki
seorang kekasih yang selalu bisa diajak berbagi memang menyenangkan. Tapi
memilih hidup sendiri tanpa pacaran tak jarang justru lebih menenangkan dan
menggembirakan. Siapa bilang hidup tanpa seorang pacar akan membuat hidup kita
menyedihkan ? tak ada satupun yang dapat mengungkapkan secara jelas bahwa hidup
wajib berpacaran.
Yakinlah bahwa setiap jiwa yang
lahir ke dunia telah Allah cukupkan rezekinya, kapan ajalnya dan begitu pula
siapa jodohnya nanti. Jika seseorang yakin bahwa Allah sudah menjamin ketiga
hal tersebut lantas kenapa masih harus menggelisahkan hati karena tak kunjung
mendapatkan pacar, padahal dalam Al-Qur’an sudah jelas mengatakan bahwasanya
manusia diciptakan secara berpasang-pasang.
Para jomblo ketika merasa galau
akan bertanya-tanya, apalagi saat kesepian dan merasa gelisah karena tidak ada
teman chatingan, telfonan dan semacamnya. Disaat itulah kadang mereka merasakan
kesedihan yang mendalam dan tak berdaya memikirkan keadaan hidup yang sedang
dijalaninya. Nah, agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan yang sebenarnya
hanyalah halusianasi sementara waktu, maka hal pertama yang harus dilakukan
adalah mengubah cara pandang kita terlebih dahulu terhadap makna ‘jomblo’ itu
sendiri. Betapa banyak manusia yang mendeklarasikan dirinya jomblo akan tetapi
memahami makna jomblo itu sendiri. Jomblo hanyalah keadaan dimana seseorang
tidak memiliki pasangan, bukan keadaan dimana seseorang tidak laku ataupun
tidak ada yang mau. Cara pandang seperti inilah yang sering membuat kita malu
ketika menyandang status jomblo.
Dalam hidup banyak yang harus
dilakukan daripada hanya sekedar berkencan dengan pacar. Banyak sekali kegiatan
positif lainnya yang bisa dilakukan. Dengan begitu seseorang yang menyandang
status jomblo tidak akan berlarut-larut memikirkan statusnya yang sebenarnya
tidak begitu penting untuk difikirkan. Seorang muslim sejati harus yakin penuh
bahwa Allah maha segalanya, Allah menciptakan manusia secara berpasangan.
B. Keistimewaan Seorang Jomblo
Allah memberikan kelebihan pada
setiap kekurangan begitupun sebaliknya Allah juga menjadikan adanya kekurangan
pada setiap kelebihan. Jika kita fikir secara mendalam, ada hal istimewa bagi
seorang jomblo dibanding dengan seseorang yang memiliki kekasih, yaitu :
1.
Bebas. Mindset yang perlu
ditanamkan oleh seorang jomblo adalah bahwasanya jomblo itu merupakan suatu
keaadaan yang merdeka. Jomblo itu memiliki kebebasan yang sempurna, ia tidak
akan mendapatkan larangan dari seorang kekasih saat mau pergi kemanapun. Bahkan
ia juga bebas dekat dengan siapapun. Tidak ada aturan terikat yang dibuat oleh
pacar.
2.
Berprestasi. Coba kita amati
sejenak, cara belajar orang jomblo dan punya pacar pun beda, setidaknya orang
jomblo lebih punya banyak peluang untuk belajar dibanding seorang yang sibuk
membagi waktunya dengan pacar.
3.
Hemat. Percaya atau tidak jomblo
lebih hemat dibandingkan seseorang yang memiliki pacar. Orang yang berpacaran
setidaknya akan memiliki pengeluaran rutin saat malam minggu tiba. Tapi bagi
jomblo, tidak ada pengeluaran rutin semacam itu.
4.
Bahagia. Bahagianya orang jomblo
memang berbeda dengan bahagianya seorang yang memiliki pacar. Tapi setidaknya
seorang jomblo tidak akan pernah merasakan yang namanya penyakit asmara,
seperti sakitnya ditinggal, cemburu berat dan lain sebagainya.
BAB VI
MUTIARA DAN HIKMAH
A. Cinta yang Hakiki
Mahabbah (cinta) adalah getaran
dalam relung jiwa yang terpancar dalam suatu perasaan dan terbias dalam pancaran
hati nurani yang terangkum dalam naluri. Cinta juga memautkan hati seseorang
yang mencintai kepada yang ia cintai, dengan dorongan semangat dan wajah yang
bercerahkan oleh keceriaan. Adakalanya manusia merasakan nikmat Allah yang
sangat agung, yaitu cinta. Semua manusia ditakdirkan untuk saling mencintai dan
mengasihi, karena sang pencipta maha pengasih lagi maha penyayang.
Rasa cinta itu fitrah bagi setiap
manusia yang lahir, dengan cinta kita bisa saling menolong, gotong royong,
bekerja sama, belajar bersama dan hidup bersama. Akan tetapi jika rasa cinta tidak
lagi dipedulikan maka yang ada adalah rasa kekecewaan, itulah cinta terhadap
manusia. Jauh lebih mulia lagi jika kita serahkan cinta kita kepada sang
pencipta alam semesta. Memang rasa cinta bisa menyebabkan orang lalai akan
pekerjaan, waktu, belajar dan lain sebagainya.
Kalau kita mencintai seseorang
karena Allah maka kita tidak akan mendapatkan sesuatu kecuali kebahagiaan dan
kecintaan yang sejati dan itulah tujuan yang diinginkan para pecinta hakiki.
Jauhnya kita dengan orang yang kita cintai untuk mengharap ridlo Allah lebih
baik daripada dekatnya kita dengan orang yang kita cintai akan tetapi kita akan
jauh dari ridlo Allah. Bagi para pecinta sejati yang kecintaannya karena Allah tidak
akan pernah merasakan kesepian jika sang kekasih pergi darinya sebab cintanya
bukan sepenuhnya karena orang yang dicintai, akan tetapi cintanya sepenuhnya
karena Allah Swt.
Cukuplah bagi pecinta hakiki untuk
diam dalam cinta, bukan karena membencinya tetapi karena ingin menjaga
kesuciannya, bukan karena lemah untuk menghadapinya akan tetapi hanya ingin
menguatkan jiwa dari godaan syaitan yang begitu halus dan menyiksanya. Cukuplah
diam dalam cinta, karena kehadiranmu mungkin tidak akan mampu menjauhkannya
dari ujian, karena bisa jadi hadirmu hanya akan menggoyahkan iman dan
ketenangan jiwa.
B. Pesan untuk yang Mencari Pasangan Hidup
Ketahuilah bahwa yang membuat hati
senang bukanlah karena uang akan tetapi pasangan hidup yang penuh kasih sayang.
Yang membuat hati nyaman bukanlah karena sebuah jabatan akan tetapi pasangan
hidup yang penuh pengertian. Yang membuat hati penuh syukur bukanlah karena kehidupan
yang makmur akan tetapi karena pasangan yang selalu jujur. Yang membuat
semangat berkobar bukanlah mobil yang berjajar akan tetapi pasangan hidup yang
penyabar. Yang membuat hidup berkah bkanlah sebuah rumah yang bertingkat akan
tetapi pasangan hidupnya yang selalu taat. Yang membuat hidup suka dan gembira
bukanlah karena ia memiliki mutiara dan permata akan tetapi memiliki pasangan
hidup yang penuh cinta.
Jodoh adalah perihal roh yang
saling mengenali, jika keduanya memiliki kunci yang sama maka keduanya akan
saling mengenal begitupun sebaliknya. Kunci itu adalah saling mengenali melalui
kadar keimanannya, Allah tidak pernah kehilangan cara untuk memisahkan yang
tidak berjodoh dan mempersatukan yang berjodoh meskipun dalam kadar akal
manusia itu sangat mustahil. Allah tidak akan pernah mengecewakan seorang hamba
yang mengangkat tangan untuk berdoa memohon kepada Allah Swt. Maka syarat utama
adalah keyakinan hati kita bahwasanya Allah akan memberikan pasangan yang baik
kepada hamba yang baik. Wallahu a’lam.
1 komentar:
Subhanallah wa barokallah
EmoticonEmoticon