BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dasar yang paling baik untuk
melambangkan bunyi ujaran atau bahasa adalah satu bunyi ujaran yang membedakan
arti dilambangkan dengan satu lambang tertentu. Lambang yang dipakai untuk
mewujudkan bunyi ujaran itu biasa disebut huruf. Dengan huruf-huruf itulah
manusia dapat menuliskan gagasan yang semula hanya disampaikan secara lisan.
Keseluruhan peraturan tentang cara
menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dalam suatu bahasa termasuk masalah
yang dibicarakan dalam ejaan. Yang dimaksud dengan ejaan adalah cara melafalkan
dan menuliskan huruf, kata, unsur serapan dan tanda baca. Bahasa Indonesia
menggunakan ejaan fonemik, yakni kesatuan bunyi terkecil suatu
bahasa yang berfungsi membedakan makna.[1]
Ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan berlaku sejak tahun 1972
sebagai hasil penyempurnaan ejaan yang berlaku sebelumnya, yaitu ejaan Van
Ophuysen dan Ejaan Republik. Ejaan yang berlaku dalam bahasa
Indonesia sekarang menganut sistem ejaan fonemis, yaitu satu tanda (huruf) satu
bunyi, tetapi kenyataan masih terdapat kekurangan. Kekurangan tersebut terlihat
pada adanya fonem (bunyi) yang masih dilambangkan dengan dua tanda, yaitu
/ng/,/ny/,/kh/,dan/sy/. Sebaliknya ada dua fonem yang dilambangkan dengan satu
tanda saja, yaitu /e/, pepet dan /e/taling. Hal ini dapat menimbulkan hambatan
dalam penyustan ejaan bahasa Indonesia yang lebih sempurna.
Ejaan yang
disempurnakan (EYD) adalah submateri dalam ketatabahasaan Indonesia, yang
memiliki peran yang cukup besar dalam mengatur etika berbahasa secara tertulis
sehingga diharapkan informasi tersebut dapat disampaikan dan difahami secara
komprehensif dan terarah. Dalam prakteknya diharapkan aturan tersebut dapat
digunakan dalam keseharian masyarakat, sehingga proses penggunaan tata bahasa
Indonesia dapat digunakan secara baik dan benar.
1.2
Rumusan Masalah
Atas dasar
penentuan latar belakang tersebut, maka kami merumuskan masalah sebagai
berikut :
1.
Apa pengertian
EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) ?
2.
Bagaimana
prinsip EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) ?
3.
Bagaimana
ruang lingkup EYD (Ejaan Yang Dibenarkan) ?
1.3
Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Memahami pengertian EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)
2.
Memahami bagaimana prinsip EYD (Ejaan Yang
Disempurnakan)
3.
Memahami bagaimana ruang lingkup EYD (Ejaan Yang
Disempurnakan)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)
Ejaan yang disempurnakan adalah ejaan bahasa Indonesia yang
berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya yakni Ejaan
Republik atau Ejaan Soewandi. Ejaan adalah penggambaran bunyi
bahasa dalam kaidah tulis menulis yang di standarisasikan, meliputi pemakaian
huruf, penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan dan pemakaian
tanda baca.[2]
Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja.
Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, dan kata. Sedangkan ejaan
adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan.
Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa. Ejaan merupakan
kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman
bentuk, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi
pada ketepatan dan kejelasanmakna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan
adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi rambu-rambu yang ada maka terciptalah lalu
lintas yang tertib dan teratur. Seperti itulah kira-kira
bentuk hubungan antara pemakai bahasa dengan ejaan.
2.2 Prinsip-prinsip EYD (Ejaan Yang
Disempurnakan)
Ejaan adalah kaidah tulis menulis baku yang didasarkan pada
penggambaran bunyi. Ejaan tidak hanya mengatur cara memakai huruf, tapi juga
cara menulis kata dan cara menggunakan tanda baca. Ada empat prinsip dalam
penyusunan ejaan, yaitu :[3]
1. Prinsip
Kecermatan
Sistem ejaan tidak boleh mengandung
kontradiksi. Bila sebuah tanda sudah digunakan untuk melambangkan satu fonem,
maka tanda itu seterusnya dipakai untuk fonem itu.
2. Prinsip
Kehematan
Diperlukan standar yang mantap untuk
menyusun suatu ejaan agar orang dapat mengemat tenaga dan pikirannya dalam
berkomunikasi.
3.
Prinsip Keluwesan
Sistem ejaan harus terbuka bagi
perkembangan bahasa di kemudian hari. Dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
ditetapkan pengunaan f untuk aktif, sifat, fakultas, dan sebagainya.
4. Prinsip
Kepraktisan
Diusahakan untuk tidak menggunakan
huruf-huruf baru yang tidak lazim agar tidak perlu mengganti mesin ketik dan
peralatan tulis lainnnya. Penggunaan tanda diakritis lebih kurang praktris
daripada penggunaan huruf ganda. Oleh karena itu EYD mempertahankan huruf ganda
ng, ny, sy, kh walaupun huruf-huruf ganda itu menggambarkan fonem tunggal.
Pemakaian huruf ganda itu tetap dipertahankan mengingat prinsip kepraktisan
untuk menggantinya dengan huruf baru atau menggunakan tanda diakritik.
2.3
Ruang Lingkup
EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)
Seperti pokok bahasan lainnya, ejaan dalam bahasa Indonesia juga
memiliki ruang lingkup. Ruang lingkup merupakan pokok bahasan tatanan aspek-aspek yang ada dalam
sebuah wacana. Adapun ruang lingkup EYD antara lain[4]
:
2.3.1
Pemakaian Huruf
Ejaan
bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) dikenal paling banyak menggunakan
huruf abjad. Sampai saat ini jumlah huruf abjad yang digunakan sebanyak 26
buah.
1)
Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan
bahasa Indonesia terdiri atas huruf abjad
yang biasa digunakan dalam kaidah bahasa Indonesia, yakni dari huruf A sampai Z
2)
Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam
bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, i, u, e, dan o.
3)
Huruf Konsonan
Huruf yang
melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia adalah huruf yang selain huruf
vokal yang terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r,
s, t, v, w, x, y, dan z.
4)
Huruf Diftong
Dalam bahasa Indonesia terdapat
diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
5)
Gabungan Huruf Konsonan
Dalam bahasa Indonesia terdapat
empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu : kh, ng, ny, dan sy.
Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.[5]
2.3.2
Penulisan Huruf
Dua
hal yang harus diperhatikan dalam penulisan huruf berdasarkan EYD, yaitu: Penulisan Huruf Besar dan Penulisan Huruf Miring. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
pembahasan berikut.
1)
Penulisan Huruf Kapital
Huruf kapital dipakai sebagai berikut[6]
:
a)
Huruf pertama kata pada awal kalimat
Contoh : Dia menulis surat dikamar
b)
Huruf pertama petikan langsung
Contoh : Ayah bertanya, “Apakah
siswa sudah libur?”
c)
Ungkapan yang berhubungan dengan
nama Tuhan, kitab suci, termasuk kata ganti
Contoh : Terimakasih atas
bimbingan-Mu ya Allah
d)
Gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang
Contoh : Raja Gowa adalah Sultan
Hasanuddin
e)
Huruf pertama nama bangsa, suku
bangsa dan bahasa
Contoh : Bangsa Indonesia
f)
Huruf pertama nama tahun, bulan, hari,
hari raya, dan peristiwa bersejarah
Contoh : Ayah pergi ke Surabaya
bulan Desember
g)
Huruf pertama kata ganti Anda
Contoh : Surat Anda sudah saya balas
2)
Penulisan Huruf Miring
Huruf miring digunakan untuk :
a) Menuliskan
nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan
Contoh : Majalah Suara Hidayatullah sedang dibaca
b) Menegaskan
dan mengkhususkan huruf, bagian kata, dan kelompok kata
Contoh : Dia bukan menipu, tetapi ditipu
c)
Menuliskan kata nama – nama ilmiah
atau ungkapan asing.
Contoh : Weltanschauung diterjemahkan
menjadi pedagang dunia
2.3.3
Penulisan
Kata
Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu[7]
:
1)
Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis
terpisah (bediri sendiri)
Contoh : Dia teman baik saya
2)
Kata Turunan (kata berimbuhan)
Kaidah yang harus diikuti dalam penulisan
kata turunan, yaitu:
a) Imbuhan semuanya ditulis serangkai dengan kata
dasarnya
Contoh : Membaca
b) Awalan dan akhiran ditulis serangkai dengan
kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa
gabungan kata
Contoh : Sebar luaskan
c) Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan
sekaligus mendapat awalan dan akhiran, kata itu ditulis serangkai
Contoh : Menandatangani
d) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya
dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai
Contoh : Antarkota
3)
Kata Ulang
Kata ulang ditulis dengan menggunakan tanda
hubung (-)
Contoh : Buku-buku
2.3.4
Penulisan
Unsur Serapan
Dalam
hal penulisan unsur serapan dalam bahasa Indonesia, sebagian ahli bahasa Indonesia
menganggap belum stabil dan konsisten. Dikatakan demikian karena pemakai bahasa
Indonesia sering begitu saja menyerap unsur asing tanpa memperhatikan aturan,
situasi, dan kondisi yang ada. Pemakai bahasa seenaknya menggunakan kata asing
tanpa memproses sesuai dengan aturan yang telah diterapkan.
Penyerapan
unsur asing dalam pemakaian bahasa indonesia dibenarkan, sepanjang : (a) konsep
yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa Indonesia, dan (b)
unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak ada yang layak mewakili
dalam Bahasa Indonesia, akhirnya dibenarkan, diterima, atau dipakai dalam
bahasa Indonesia. Sebaliknya apabila dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur
yang mewakili konsep tersebut, maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu
diterima.[8]
Menerima
unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia bukan berarti bahasa
Indonesia ketinggalan atau miskin kosakata. Penyerapan unsur serapan asing
merupakan hal karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya. Sedangkan
kebudayaan setiap penutur bahasa berbeda-beda anatar satu dengan yang lain.
Maka dalam hal ini dapat terjadi saling mempengaruhi yang biasa disebut
akulturasi. Sebagai contoh dalam masyarakat penutur bahasa Indonesia tidak
mengenal konsep “radio” dan “televisi”, maka diseraplah dari bahasa asing
(Inggris). Begitu pula sebaliknya, di Inggris tidak mengenal adanya konsep
“bambu” dan “sarung”, maka mereka menyerap bahasa Indonesia itu dalam bahasa
Inggris.
Berdasarkan
taraf integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dikelompokkan dua
bagian, yaitu :
1)
Secara Adopsi, yaitu apabila unsur asing itu
diserap sepenuhnya secara utuh, baik tulisan maupun ucapan, tidak mengalami
perubahan.
Contoh : Editor, civitas academica,
de facto, bridge.
2) Secara Adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu sudah
disesuaikan ke dlaam kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapannya maupun
penulisannya.
Contoh : ekspor, material, sistem,
atlet, manajemen, koordinasi, fungsi
2.3.5
Pemakaian Tanda Baca
1) Tanda
Titik ( . ), digunakan ketika :
a) Akhir kalimat yang bukan pertanyaan
atau seruan
b) Akhir singkatan nama orang
c) Akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat,
dan sapaan
d) Singkatan atau ungkapan yang sudah
sangat umum. Bila singkatan itu terdiri atas tiga
hurus atau lebih dipakai satu tanda titik saja.
e) Dipakai untuk memisahkan bilangan
atau kelipatannya.
f) Memisahkan angka jam, menit, dan
detik yang menunjukkan waktu.
g) Dipakai di belakang angka atau huruf
dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
h) Tidak
dipakai pada akhir judulyang merupakan kepala karangan atau ilustrasi dan
tabel.
2) Tanda
Koma ( , )
Kaidah
penggunaan tanda koma digunakan ketika :
a)
Antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
b) Memisahkan kalimat setara yang satu
dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi atau melainkan.
c) Memisahkan anak kalimat atau induk
kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
d) Digunakan untuk memisahkan kata
seperti : o, ya, wah, aduh, dan kasihan.
e) Memisahkan petikan langsung dari
bagian lain dalam kalimat.
f) Dipakai diantara : (1) nama dan
alamat, (2) bagina-bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, (4) nama dan tempat
yang ditulis secara berurutan.
g) Dipakai di muka angka persepuluhan
atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
h) Dipakai antara nama orang dan gelar
akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri,
keluarga, atau marga.
i)
Menghindari terjadinya salah baca di belakang keterangan
yang terdapat pada awal kalimat.
j)
Dipakai di antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam
daftar pustaka.
k) Dipakai untuk mengapit keterangan
tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
l)
Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian
lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan
tanda tanya atau seru.
3) Tanda
Tanya ( ? )
Tanda tanya digunakan pada :
a) Akhir kalimat tanya
b) Dipakai di dalam tanda kurung untuk
menyatakan bagian kalimat yang diragukan atau kurang dapat dibuktikan
kebenarannya.
4) Tanda
Seru ( ! )
Tanda seru dugunakan sesudah
ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan
kesungguhan, ketidakpercayaan, dan rasa emosi yang kuat. Contoh : Aku
membencimu !
5) Tanda
Titik Koma ( ; )
Memisahkan bagian-bagian kalimat
yang sejenis dan setara. Memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk
sebagai pengganti kata penghubung
6) Tanda
Titik Dua ( : )
Tanda titik dua dipakai ketika :
a) Sesudah
kata atau ungkapan yang memerlukan pemberian.
b) Pada
akhir suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
c) Di
dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan
d) Di
antara jilid atau nomor dan halaman
e) Di
antara bab dan ayat dalam kitab suci
f) Di
antara judul dan anak judul suatu karangan.
g) Tidak
dipakai apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri
pernyataan.
7) Tanda
Elipsis (…)
Tanda ini menggambarkan
kalimat-kalimat yang terputus-putus dan menunjukkan bahwa dalam suatu petikan
ada bagian yang dibuang. Jika yang dibuang itu di akhir kalimat, maka dipakai
empat titik dengan titik terakhir diberi jarak atau loncatan.
8) Tanda
Garis Miring ( / )
Tanda
garis miring di pakai :
a) Dalam
penomoran kode surat
b) Sebagai
pengganti kata dan,atau, per, atau nomor alamat.
9) Tanda Penyingkat atau Apostrof ( „)
a) Tanda
penyingkat menunjukkan penghilangan sebagian huruf.
b) Tanda
Petik Tunggal ( „…‟ )
c) Tanda
petik tunggal dipakai :
d) Mengapit
petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
e) Mengapit
terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
10) Tanda Petik ( “…” )
Tanda petik digunakan ketika :
a) Mengapit
kata atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan atau yang belum
b) Mengapit
judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat
c) Mengapit
petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis
lain.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Dari penjelasan
diatas, maka penulis menyimpulkan :
1.
Ejaan adalah
keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran, dan bagaimana
menghubungkan serta memisahkan lambang-lambang. Secara teknis, ejaan adalah
aturan penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan penulisan
tanda baca.
2.
Ejaan
memiliki 4 prinsip, yakni : (a) prinsip kecermatan, (b) prinsip kehematan, (c)
prinsip keluwesan, dan (d) prinsip kepraktisan. Empat prinsip ini mengatur
bagaimana EYD dalam penggunaannya seperti yang telah dijelaskan diatas.
3.
Ejaan
memiliki ruang lingkup. Ruang lingkup EYD merupakan tatanan dalam ejaan yang
harus
3.2
Saran
Bahasa
Indonesia adalah bahasa Negara dan bahasa Nasional yang berfungsi sebagai
sarana komunikasi ilmiah, untuk itu kiranya adalah suatu keharusan bagi kita
semua agar mampu memahami ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD). Apa
yang kita mengerti dan pahami tentang ejaan bahasa Indonesia yang
disempurnakan (EYD), sekiranya dapat kita praktekkan dalam penulisan karya
ilmiah agar bahasa kita ini tidak tercampur dengan kata-kata asing.
DAFTAR RUJUKAN
1.
Buku
Masnur
Muslich, Fonologi Bahasa Indonesia
:Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), hlm.77
Ahmad
Husin, Bahasa Indonesia Keilmuan, (Kepanjen
: Percetakan Manual, 2009), hlm.7
2.
Online
EmoticonEmoticon