BAB I
PENDAHULUAN
Kemajuan
suatu zaman ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
produk-produk yang dihasilkan.[1]
Hampir semua kehidupan dewasa ini tidak lepas dari keterlibatan iptek, mulai
dari kehidupan yang paling sederhana sampai pada kehidupan yang paling tinggi.
Dengan iptek kehidupan yang paling rumit menjadi mudah, masalah yang tidak
berguna menjadi berguna. Selebihnya dari itu iptek juga dapat memanipulasi
semua kehidupan manusia, sehingga tak heran jika terjadi nuansa-nuansa yang
tinggi menjadi rendah, yang jauh menjadi dekat dan yang ghaib menjadi nyata
bahkan yang mustahil menjadi realita. Perubahan selalu menjadi proses actual yang tidak pernah
berhenti selama belum berhentinya kehidupan manusia. Perubahan menghadirkan
sosok baru yang disebut globalisasi. Arus globalisai sudah masuk dalam setiap
sendi-sendi masyarakat. Tak dapat dibantah, globalisasi bagaikan sebuah tradisi
yang tak dapat dihindari.
Remaja merupakan
generasi penerus bangsa yang keberadaannya sangat penting dalam pembangunan
bangsa, disatu sisi juga menjadi tulang punggung bangsa. Fenomena dikalangan
remaja saat ini sangat beragam dan pastinya menarik untuk dicermati. Salah satunya
adalah fenomena dekadensi moral remaja (kemerosotan moral). Di era Globalisasi
saat ini banyak budaya dari luar baik itu yang positif atau negative masuk ke
Negara Indonesia. Budaya ini secara otomatis mempengaruhi moral dan perilaku
masyarakat dan bisa mengarah ke arah yang dapat menimbulkan dekadensi moral, sehingga
fenomena dekadensi moral sudah menjadi hal yang tak asing lagi yang hadir di
tengah masyarakat dunia sekarang. Kalangan yang sangat rentan mengalami dekadensi
moral adalah remaja. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, salah satu faktor
yang mempunyai pengaruh paling besar adalah factor budaya berupa teknologi dan
media yang tak asing lagi dikalangan pelajar Indonesia. Media tersebut banyak
memperkenalkan tradisi barat hingga pada akhirnya menumbuhkan jiwa-jiwa
westernisasi. Tradisi ini dipaparkan melalui banyak media, seperti telivisi,
internet dan lain sebagainya. Media tersebut
memberikan dampak yang luar biasa di kalangan remaja saat ini, baik dampak
positif ataupun dampak negatif. Budaya-budaya lokal saat ini sudah mulai luntur
dan bahkan malah remaja saat ini tidak tahu budaya asli kita sendiri. Salah satu
contoh yang sangat ironis yang
melanda masyarakat sekarang adalah banyaknya masyarakat yang megikuti budaya
luar seperti budaya orang Amerika dan lain sebagainya. Hal yang di khawatirkan sekarang
adalah mulai berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat di karenakan masuknya
budaya luar yang lebih menarik. Hal ini mungkin dinilai sebagai hal kecil dan
sepele, namun dekadensi moral terjadi
di mulai dari hal yang sepele seperti mengikuti budaya asing dalam mode berpakaian, berbicara, dan tradisi yang
tidak sesuai dengan kepribadian masyarakat bahkan dapat mengurangi keimanan dan
akhirnya meninggalkan agamanya hanya karena ingin mengikuti trend yang di adopsi dari budaya asing
Dalam Islam, Rasulullah
adalah suri tauladan yang seharusnya kita implementasikan dalam kehidupan
sehari- hari. Banyak sunnah Rasulullah yang seharusnya kita praktekan daripada mengikuti
mode atau tren yang melekat dalam dada para kaum muslimin pelajar. Dekadensi
moral menjadi hal yang biasa, seperti iklan yang sudah tayang lalu di lupakan. Padahal
dalam islam kita di anjurkan untuk kembali terhadap Al-Quran dan As-sunnah bila
terjadi sesuatu yang kita anggap tidak pantas. Pada zaman sekarang, kita dapat
melihat kenyataan sabda Rasulullah dari Abu Hurairah Ra. Beliau berkata:
Bersabda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam; “Islam mulai berkembang dalam keadaan
asing. Dan ia akan kembali asing pula. Maka beruntunglah orang-orang yang
asing.” (HR. Muslim).
Hadis ini sudah
terbukti, banyak orang Islam khusunya pelajar yang kehilangan pegangan di dalam
kehidupan. Mereka banyak meniru cara hidup Yahudi dan Nashrani, baik disadari
ataupun tidak. Umat islam telah terperangkap dalam tipu muslihat Yahudi dan
Nashrani, tak tanggung-tanggung mereka bahkan menjadi alat untuk kepentingan
mereka.
Dari yang telah
dipaparkan diatas, penulis ingin berbicara tentang fenomena dekadensi moral
remaja di era globalisasi yang mana fenomena ini akan dikaji dengan ayat-ayat
Al-Qur’an yang seharusnya diimplementasikan sebagai solusi untuk menghadapi
tantangan remaja salah satunya adalah peristiwa dekadensi moral remaja. Tulisan
ini akan menelaah konsep pendidikan, keluarga dan lingkungan dalam perspektif
Islam.
BAB II
GLOBALISASI DAN TANTANGANNYA
A.
Pengertian Globalisasi
Globalisasi bukanlah hal baru yang
dibicarakan dalam ranah sosial, kenyataan sosial hari ini hampir mustahil lepas
keterkaitannya dengan Globalisasi. Globalisasi adalah nama lain dari liberalisme. Liberalisme ini bisa
dipahami dari tiga dimensi, pertama, filsafat
sosialnya atau gagasan, kedua, actor
utamanya serta ketiga, dampaknya.[2]
Dengan demikian, istilah
Globalisasi sesungguhnya secara sederhana dipahami sebagai suatu proses
pengintegrasian ekonomi sosial bangsa-bangsa kedalam suatu sistem ekonomi global. Namun, jika
ditinjau dari sejarah perkembangan ekonomi, globalisasi pada dasarnya merupakan
salah satu fase perjalanan panjang perkembangan kapitalisme liberal yang secara
teoretis sebenarnya telah dikembangan oleh adam Smith.[3]
Teori Adam Smith ini mempunyai asumsi bahwa individu mendahului masyarakat.
Asumsi yang dibangun adalah jika hendak mencapai kemakmuran masyarakat maka
individu diberi hak untuk mengejar kepentingannya. Jika hak individu telah
terpenuhi secara otomatis kesejahteraan masyarakat akan terpenuhi. Keputusan
individu tersebut akan diarahkan dan diharmonikan oleh invisible hand. Smith dan
pengikutnya percaya hanya dengan jaminan kebebasan inndividu kesejahteraan
dapat diwujudkan. Sifat altruis sejauh mungkin disingkirkan sebab akan
mengganggu kompetisi yang sehat.[4]
Proses globalisasi ditandai dengan
pesatnya perkembangan paham kapitalisme, yakni kian terbuka dan mengglobalnya
peran pasar, investasi, dan proses produksi dari perusahaan-perusahaan
transnasional yang kemudian dikuatkan oleh ideology dan tata dunia perdagangan
baru dibawah suatu aturan yang ditetapkan oleh organisasi perdagangan bebas
secara global. Dewasa ini kita menyaksikan suatu peristiwa krisis pembangunan.
Kapitalisme di Asia Timur yang selama ini dijadikan teladan keberhasilan
pembangunan dan keberhasilan kapitalisme dunia ketiga yang tengah mengalami kebangkrutan
juga mendukung munculnya globalisasi.[5]
B.
Tantangan Globalisasi
Bersamaan dengan pesatnya kemajuan
globalisasi dari tingkat internasional hingga tingkat local, berbagai korban
terutama masyarakat adat, kaum miskin kota, dan golongan marginal lainnya telah
mulai dirasakan. Meskipun hampir semua pemerintah menerima globalisasi dan
mulai melakukan penyesuaian kebijakan, dan undang-undang dalam negri
disesuaikan dengan kebijakan yang disepakati dalam aturan global menyangkut
seluruh aspek kehidupan, namun sesungguhnya tidak semua lapisan masyarakat
sepenuhnya menerima globalisasi. Tidak menutup kemungkinan masyarakat yang
tidak bisa menerima globalisasi didasari oleh rasa takut akan tantangan dan
dampak dari globalisasi itu sendiri.
Sebelum jauh berbicara tentang
tantangan globalisasi, perlu dibahas terlebih dahulu tentang ciri-ciri
masyarakat global secara detail dan mendalam. Masyarakat global dapat dilihat
sebagai sebuah struktur yang menjadikan manusia baik secara individual maupun
molektif mendapat rangsangan khusus yang berbeda dengan rangsangan pramodern
yang lebih bersifat “Natural Will”.[6]
Menurut Tirto Sudiro setidaknya ada empat karakteristik masyarakat global,
yaitu :
1)
Saling
ketergantungan social ekonomi
2)
Kompetisi
antar bangsa yang semakin keras
3)
Makin
beratnya usaha berkembang untuk mencapai posisi Negara maju
4)
Munculnya
masyarakat hyperindustrial yang akan mengubah budaya-budaya bangsa[7]
Seperti yang telah disebutkan
diatas, bahwasanya tidak seluruh lapisan masyarakat dapat menerima arus globalisasi
meskipun kenyataannya globalisasi telah menyentuh seluruh lapisan masyarakat
tanpa memandang status social. Globalisasi yang masuk kedalam celah-celah
masyarakat memiliki penyebab tersendiri,
atau bisa
disebut dengan pembawa atau tantangan globalisasi.
Tantangan tersebut dibagi dalam 3 aspek, pertama aspek Ekonomi, kedua, politik dan ketiga, aspek budaya.
1)
Aspek
Ekonomi
Globalisasi berawal dari transportasi dan komunikasi yang
akhirnya berdampak luas pada bidang ekonomi dan perdagangan yang pada awalnya
menjadi tujuan utama dari komunikasi dan transportasi global.[8]
Sejak dikembangkannya kesepakatan The
Bretten Woods di Amerika Serikat dengan didirikannya IMF dan Bank Dunia,
serta ditandatangani kesepakatan GATT, dunia secara global sesungguhnya telah
memihak dan didorong oleh kepentingan perusahaan-perusahaan transnasional
(TNCs) yang merupakan actor terpenting
dari globalisasi. Pada konteks itulah sesungguhnya integrasi ekonomi
nasional menuju system global yang dikenal dengan globalisasi telah terjadi.
Kesepakatan tersebut secara teoritik berhasil memaksakan keinginan
perusahaan-perusahaan tersebut untuk mendesakkan terjadinya reformasi kebijakan
nasional.[9]
Tidak jauh-jauh masuk dalam ranah globalisasi di dunia, di
masyarakat local saja sudah terbukti jika globalisasi mempengaruhi aspek
ekonomi. Contoh kecilnya adalah dengan pesatnya tekhnologi yang ada di era
globalisasi membuat seluruh lapisan masyarakat merasa bahwa memiliki tekhnologi
yang canggih adalah sebuah keharusan, dengan begitu kebutuhan primer akan
tergeser dengan kebutuhan tersier. Kenapa kebutuhan tersier ? karena kebutuhan
yang hanya digunakan sebagai pemuas hasrat termasuk kebutuhan tersier, begitu pula dengan tehnologi yang canggih
yang di suguhkan di era globalisasi ini. Menguras banyak perekonomian dalam
ruang lingkup yang luas ataupun sempit.
2)
Aspek
Politik
Dalam aspek politik, tantangan globalisasi banyak memasuki
sendi-sendi pemerintahan. Namun gerakan kelompok terkadang tak terelakkan,
seperti halnya tantangan gerakan cultural dan agama terhadap globalisasi.[10]
Sudah lama terdapat fenomena lahirnya gerakan yang berbasis agama maupun
gerakan resistensi budaya melawan pembangunan dan globalisasi. Gerakan berbasis
agama ini timbul dimana-mana dengan label yang bermacam-macam pula. Sebut saja
di Mesir, kekecewaan terhadap pembangunan yang melanda kalangan warga muslim
miskin perkotaan tersebut telah melahirkan gerakan yang berbasis keagamaan yang
di labeli dengan foundamentalisme islam.
Gerakan resistensi kegamaan terhadap pembangunan dan
globalisasi di tempat lain ternyata juga melahirkan suatu gerakan teologi yang
bercorak pembebasan dalam islam seperti yang terjadi di Indonesia dan di tempat
lain. Namun di India resistensi cultural terhadap pembangunan dan globalisasi
telah membangkitkan kelompok hindu yang mendesak india untuk memboikot barang
buatan asing.[11]
Pendek kata, gerakan agama tersebut pada dasarnya adalah gerakan resistensi
cultural terhadap pembangunan dan globalisasi. Sebagian gerakan cultural menentang
pembangunan terlokalisir serta tidak mengidentifikasi problem di luar batas
desa atau wilayah mereka.
3)
Aspek
Budaya
Tantangan globalisasi tak jauh dari yang namanya aspek
budaya, dibanding kedua aspek diatas, aspek budaya lah yang cenderung lebih
akrab dengan remaja masa kini. Budaya dapat diartikan sebagai keseluruhan dari
pola perilaku yang termanifestasikan melalui kehidupan sosial, seni,
agama, kelembagaan serta semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu
kelompok manusia yang mencakup nilai cipta, karsa dan karya.[12]
Dengan adanya globalisasi semakin mudahnya orang mengakses dengan cepat budaya
lain yang notabenenya budaya asing.
Dengan begitu, budaya merupakan tantangan globalisasi yang bersifat sensitif
terhadap sendi-sendi remaja. Tantangan globalisasi dalam aspek budaya dibedakan
menjadi dua tantangan, yakni pertama, teknologi
dan kedua, media.
a) Teknologi
Di
era globalisasi semua menyodorkan kecanggihan teknologi, sehingga terciptalah
gaya hidup yang serba instan seperti gaya hidup mendengar dan menikmati jenis
musik sebagai ekspresi dari modernitas dan lapisan sosial tertentu. Namun
sangat dimungkinkan bahwa dalam era komoditas ini, komoditas jenis musik
sebagai ekspresi gaya hidup, disertai dengan pendangkalan atau kurangnya
pengertian dan pemahaman secara mendalam akan esensi musik yang dipilih.
Fenomena ini nampak dalam pemahaman dan pilihan dari suatu lapisan terhadap
musik klasik dan jazz. Kedua musik ini diduga menjadi bagian dan sekaligus
menjadi gaya hidup bagi mereka yang masuk dalam kategori lapisan sosial
menengah keatas di tanah air, terutama di kota-kota besar.
Sejalan
dengan Globalisasi, jazz lambat laun namun pasti berkembang pesat dan bukan
lagi menjadi musik lokal Amerika Serikat, akan tetapi menjadi musik yang
mendunia.[13] Salah satu faktor penting
yang menopang penyebaran musik jazz ke seantero jagat adalah kemajuan teknologi
komunikasi dan elektronik. Dimulai dari teknologi radio gelombang pendek yang
menjangkau seluruh dunia, rekaman analog (piringan hitam, tape dan compact) yang
kemudian berkembang ke digital (compact disc, laser disc, VCD), media cetak,
dan internet yang menyediakan informasi jazz yang dapat di akses oleh siapa pun
dan kapanpun. Informasi historis menunjukkan bahwa pada masa perang dunia I
jazz hanya merupakan musik yang berkembang di Delta Country Amerika Serikat,
tahun 1920-an jazz merebak namun masih merupakan musik spesifik Amerika,
tahun1930-an mulai dikenal dan dipelajari di eropa, tahun 1940-an pelan-pelan
dikenal diluar kedua benua itu, dan pada tahun 1960-an menjadi musik dunia.[14]
Jadi, hanya dengan kurun waktu kurang lebih 40 tahun musik ini telah berkembang
menjadi musik global
Tantangan
globalisasi dalam ranah teknologi yang menciptakan gaya hidup serba instan juga
bisa disebut dengan menumbuhkan jiwa-jiwa konsumtif yang mengancam peradaban
manusia. Budaya konsumtif dikemas dalam “gaya
Hidup Internasional” dan merupakan simbol modernitas.[15]
Dalam tantangan ini manusia akan menuhankan teknologi, dimana teknologi di
anggap sebagai salah satu alat yang dapat menuntaskan problematika di
masyarakat.
b) Media
Tak
jauh dari tantangan teknologi, media yang dienyam oleh kalangan masyarakat saat
ini merupakan pembawa globalisasi. Kehadiran media sangat mempengaruhi
terjadinya globalisasi budaya yang pada akhirnya akan merubah tatanan wajah dan
identitasnya. Sebut saja TV, radio dan Internet memainkan peranan penting dalam
proses globalisasi budaya tersebut. Di indonesia misalnya, saat ini ada sekitar
13 stasiun televisi nasional, 9 televisi yang berjaringan dengan stasiun
televisi lokal, dan ada sekitar 13 stasiun televisi berlangganan.[16]
Selain itu radio juga merupakan aset penting dalam globalisasi, seperti di
Yogyakarta, terdapat 46 stasiun radioswasta dan 32 stasiun radio komunitas.[17]
Sebagai agen globalisasi budaya, TV dan radio membawa dampak yang sangat besar
bagi masyarakat Indonesia, dengan adanya media Tv dan radio masyarakat lebih
mudah mendengar serta melihat langsung praktek dari kebudayaan-kebudayaan
daerah bahkan negara asing.
Internet
tak kalah jauh dari TV dan radio. Bahkan, internet merupakan media yang sangat
akrab dengan remaja saat ini. Bagaimana tidak, dengan mengakses internet yang
fleksibel mereka dapat menemukan apa yang ingin mereka ketahui, dibilang baik
jika mereka mengakses sesuatu yang bermanfaat seperti pengetahuan-pengetahuan
alam, agama dan lainnya. Namun, akan berbahaya jika masyarakat khususnya remaja
mengakses situs yang berbau penyelewengan seperti situs porno dan lain
sebagainya. Jejaring sosial yang merupakan anak dari internet juga memberikan
dampak bagi pengguna, jejaring sosial seperti Facebook, twitter dan lain sebagainya
dapat mengubah kebudayaan asli dan digantikan dengan kebudayaan yang di adopsinya
melalui media internet.
C. Ancaman dan Dampak Globalisasi
Semua yang ada
di muka bumi ini pasti mempunyai sisi kemaslahatan dan kemudlorotan, begitu
pula dengan globalisasi. Dengan terjadinya globalisasi, masyarakat rentan
dengan ancaman dan dampaknya. Ketiga aspek diatas merupakan pembawa globalisasi
yang dapat memberikan dampak bagi masyarakat, terutama remaja. Remaja yang
rentan mengikuti arus globalisasi harus memahami betul bahwasanya globalisasi
memberikan dampak dan ancaman. Ancaman tersebut datang dari arah mana saja,
terutama dari ketiga aspek pembawa globalisasi.
Sebut saja
aspek budaya, dalam aspek yang mana teknologi dan media menjadi arus pembawa
globalisasi ini memberikan dampak yang tak terduga. Remaja, yang lebih dominan
mengikuti lika-liku dan seluk beluk perkembangan media dan teknologi dengan
mudah terancam arus globalisasi. Contoh kecilnya adalah remaja dengan bangganya
mengadopsi kebudayaan barat seperti cara berpakaian dan sebagainya, tanpa
disadari bahwa dirinya telah menomer duakan kebudayaannya sendiri demi
mengikuti mode dan trend orang lain yang dianggapnya itu lebih baik. Padahal
anggapan yang seperti itu belum tentu benar adanya, generasi bangsa yang
seperti inilah yang nantinya akan merusak bangsa indonesia sendiri. Bukannya
menjadi generasi penerus yang meperjuangkan bangsa malah menjadi generasi yang
cinta plagiat.
Jauh dari
aspek budaya, dalam aspek ekonomi globalisasi juga memberikan dampak dan
ancaman yang saling berkaitan dengan aspek budaya. Seperti halnya dengan
mengikuti mode dan trend orang barat yang wauw
dan mewah, Secara otomatis hal ini dapat menguras perekonomian pengadopsinya.
Mimesis
INlander
Tatta NIlai
BAB III
GLOBALISASI DAN DEKADENSI MORAL
REMAJA
A. Pengertian Dekadensi Moral
Dekadensi moral bukanlah hal baru yang
diperbincangkan, meskipun demikian tak jarang seseorang yang tak peduli dengan
hal tersebut. Dekadensi
moral adalah penurunan atau kemerosotan moral. Jika diartikan secara bebas dan
lebih luas lagi, dekadensi moral adalah kemerosotan atau menurunnya moral
pada seseorang yang diakibatkan oleh faktor-faktor tertentu.[18] Seperti
kita ketahui bahwa dewasa ini dekadensi moral yang terjadi di tengah-tengah masyarakat
Indonesia sungguh sangat terasa. Sebagai buktinya, lihatlah di sekeliling kita,
bahwa kasus-kasus kejahatan semakin hari semakin meningkat. Mulai
dari pencurian, penjarahan, perampokan, perzinahan, penipuan, pemerkosaan, pelecehan
seksual, perjudian, dan masih banyak lagi, termasuk pembunuhan.
Jelasnya fakta membuktikan bahwa semakin hari, akibat menurunnya
kualitas moral masyarakat ini semakin banyak saja yang
menjadi korbannya. Kalau sudah seperti ini, siapakah yang
kasihan? ya jelas, yang kasihan adalah orang yang menjadi korban
akibat perilaku yang mengalami dekadensi moral. Semua orang bisa saja mengalami dekadensi moral termasuk remaja. Tak bisa
terbantahkan lagi bahwasanya remaja saat ini mengalami dekadensi moral, baik
itu disebabkan oleh faktor ekonomi, lingkungan ataupun yang lainnya.
B.
Globalisasi
: Pertarungan Nilai dan Dekadensi Moral
Dekadensi moral di era
ini telah terjadi. Pernyataan ini diperkuat dengan fakta yang membicarakan mengenai
penurunan etika dan moral pelajar yang di dapat dari berbagai masyarakat :
1)
15 - 20 persen dari remaja usia sekolah
di Indonesia sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah
2)
15 juta remaja perempuan usia 15 -19
tahun melahirkan setiap tahunnya
3)
Hingga Juni 2009 telah tercatat 6332 kasus AIDS
dan 4527 kasus HIV positif di Indonesia, dengan 78 ,8 persen dari kasus- kasus
baru yang terlaporkan berasal dari usia 15 -29 Tahun
4)
Diperkirakan terdapat sekitar 270. 000 pekerja
seks perempuan yang ada di Indonesia, di mana lebih dari 60 persen adalah
berusia 24 tahun atau kurang, dan 30 persen berusia 15 tahun atau kurang
5)
Setiap tahun ada sekitar 2, 3 juta kasus
aborsi di Indonesia di mana 20 persen diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh
remaja
6)
Berdasarkan data kepolisian , setiap
tahun penggunaan narkoba selalu naik . Korban paling banyak berasal dari
kelompok remaja, sekitar 14 ribu orang atau 19 % dari keseluruhan pengguna .
7)
Jumlah kasus kriminal yang dilakukan
anak-anak dan remaja tercatat 1. 150 sementara pada 2008 hanya 713 kasus . Ini
berarti ada peningkatan 437 kasus. Jenis kasus kejahatan itu antara lain
pencurian, narkoba, pembunuhan dan pemerkosaan
8)
Sejak Januari hingga Oktober 2009, kriminalitas
yang dilakukan oleh remaja meningkat 35 % dibandingkan tahun sebelumnya ,
Pelakunya rata -rata berusia 13 hingga 17 tahun.
Dari
fakta yang sudah disebutkan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya dekadensi moral tidak terjadi secara spontan akan tetapi
adanya faktor yang menyebabkan seseorang mengalami dekadensi moral.[19]
Diantaranya adalah :
1)
Pengaruh budaya asing yang tidak baik
Pengaruh budaya asing yang dimaksud disini adalah budaya
asing yang memberikan dampak negatif. Tak jarang remaja di era ini mengalami
kemerosotan moral akibat tradisi yang di adopsinya dari kebudayaan asing. Budaya
asing telah mempengaruhi gaya hidup seseorang, baik itu gaya berpakaian, gaya bergaul, atau pun gaya
dalam berbicara. Budaya barat telah sukses disuntikkan
ke dalam urat nadi Bangsa Indonesia, ketika telah banyak masyarakat yang berpakaian ala barat yang melanggar
syariat, ketika banyak yang bergaul secara
bebas tanpa batas, ketika banyak yang berkata-kata tanpa perlu berfikir, apakah yang keluar dari mulutnya baik
atau buruk.
2)
Akibat pergaulan bebas
Sungguh
sangat disayangkan, ketika banyak sekali orang-orang yang bergaul secara bebas, namun tidak mau memilah dan
memilih pergaulan yang benar dan teman pergaulan
yang baik. Akibatnya banyak
dari mereka yang ikut terjerumus di dalam kesesatan karena tidak mau memagari dirinya sendiri. Bergaul
dengan pecandu narkoba, pastinya juga akan menjadi pecandu. Yang
jelas akibat pergaulan bebas, akan berdampak buruk bagi moral seseorang.
3)
Akibat media yang merusak
Media
merupakan sarana nomor satu
sebagai tempat menyebarluaskan berita, ilmu,
dan pengetahuan baru. Di televisi, majalah
dan internet, pornografi tersebar luaskan. Model busana-busana yang seolah hakikatnya telanjang pun,
telah banyak ditayangkan di media-media tersebut.
Akibatnya, yang seperti itu akan di tiru oleh muda-mudi bangsa kita, bahkan termasuk orang yang sudah tua
sekali pun.
4)
Akibat perkembangan teknologi
Harus
diakui bahwa perkembangan teknologi memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Namun sayang,
perkembangan teknologi juga turut membawa dampak
buruk bagi manusia salah satunya adalah dekadensi moral. Sekarang, banyak manusia yang
menghambakan diri pada teknologi, dan terlena untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akibatnya, ilmu yang baik-baik pun mulai luntur dari kehidupan manusia, dan
berganti dengan ilmu yang buruk-buruk yang didapatkan
dari berbagai teknologi yang dapat melenakan tersebut.
5)
Kurangnya pengetahuan agama
Agamalah
yang mendidik manusia untuk selalu berbuat baik, apakah itu kepada Allah, sesama manusia, ataupun kepada
binatang. Ilmu agamalah yang membuat akhlak
manusia mengalami kemajuan, selalu menjaga diri dari perbuatan buruk, dan mengamalkan kebaikan kepada semuanya. Maka dari itu, kurangnya pengetahuan
agama pada manusia, pastilah berakibat pada menurunnya
kualitas manusia tersebut.
BAB IV
AL-QUR’AN SEBAGAI SOLUSI BAGI
REMAJA
Rasulullah adalah
contoh tauladan yang seharusnya kita implementasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Banyak
sunnah-sunnah Rasulullah yang seharusnya kita praktekan
ketimbang mengikuti mode atau tren yang melekat dalam dada para kaum muslimin remaja ini. Dekadensi moral menjadi barang biasa,
seperti iklan yang setelah
tayang di lupakan saja, tidak pedas dan sengaja di lupakan. Padahal dalam islam kita di anjurkan untuk kembali
terhadap Al-Qur’an dan hadist
bila terjadi sesuatu yang kita anggap tidak
pantas. Fenomena Dekadensi Moral di Era
Globalisasi telah menjadi santapan pagi dan makan
malam serta menjadi pakaian masyarakat dalam lingkungan yang sudah tercampur dengan norma-norma kotor zaman
ini. Perempuan menjadi laki-laki, laki- laki
menjadi perempuan , Pemerkosa menjadi artis, artis menjadi pemerkosa, artis cabul menjadi tuntunan, tontonan menjadi
gaya hidup , free sex menjadi tren, tren negatif
di konsumsi matang-matang.
Beginilah keadaan remaja di era globalisasi saat ini.
Allah dan Rasulullah sudah memberikan pedoman kepada manusia dalam
menentukan jalan hidup, pedoman tersebut yakni Al-Qur’an dan Hadist. Al-Qur’an
telah menjelaskan dan menuntun kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari
begitu pula dalam menghadapi tantangan zaman. Al-Qur’an memberikan solusi bagi
umat manusia khusunya remaja dalam menghadapi kehidupan dan perkembangan zaman
agar supaya tidak terjadi dekadensi moral yang tidak dinginkan. Solusi tersebut
sudah dituangkan dalam beberapa point kehidupan, yang mana point tersebut
merupakan langkah awal agar remaja tidak jatuh dalam kenistaan di era
globalisasi. Langkah tersebut dapat diaplikasikan dimulai dari :
1)
Pendidikan
Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan
istilah tarbiyah.[20]
Tarbiyah dapat diartikan dengan “proses transformasi ilmu pengetahuan dari
pendidik kepada peserta didik, agar ia memiliki sikap dan semangat yang tinggi
dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketaqwaan, budi
pekerti dan kepribadian yang luhur.[21]
Pemahaman istilah tarbiyah lebih luas dapat dilihat pada pengertian sebagai
berikut :
Tabligussay’i...
“Proses
menyampaikan (transformasi) sesuatu sampai pada batas kesempurnaan yang
dilakukan tahap demi tahap sebatas pada kesanggupannya”
Asumsi pengertian ini, sebagaimana yang diisyaratkan
dalam QS. An-Nahl 78,[22]
bahwasanya manusia dilahirkan kedunia dengan tidak mengetahui apa-apa.
Beberapa kemajuan
yang dicapai dalam segala aspek kehidupan manusia yang tergambar dalam bingkai
kehidupan globalisasi mau tidak mau memaksa dunia pendidikan untuk
mengembangkan model pendidikannya. Model pendidikan yang diharapkan di satu
sisi agar anak didik tidak tergilas oleh lajunya teknologi dan ilmu pengetahuan
yang kian cepat. Di sisi yang lainnya agar anak didik masih memegang nilai
luhur yang diyakini masyarakat. Muara pendidikan model ini nanti diharapkan
tidak hanya menjadikan manusia sosok yang potensial secara intelektual melalui
pengetahuan. Namun demikian juga bermuara pada upaya pembentukan masyarakat
yang berwatak, beretika dan berestetika.
Islam merupakan agama yang diyakini dapat diterima
kapanpun dan dimanapun. Dalam pandangan yang demikian ini, maka memberikan
penjelasan bahwa universalitas islam tergambar dalam nilai yang sesungguhnya
dapat diterapkan dalam kehidupan modern. Relevansinya dengan pendidikan islam
adalah bahwa pendidikan islam bersumber dari ajaran isla yang tentunya juga
akan memiliki universalitas yang sama secara ruh tinggal aplikasi dan kemasannya
disesuaikan dengan kondisi waktu yang melingkupinya. Untuk lebih jelasnya
mengenai pendidikan islam sebagai solusi dalam menghadapi persoalan remaja
perlu diketahui terlebih dahulu tentang karakteristik dan tujuan pendidikan
islam.
a)
Karakteristik Pendidikan Islam
Dalam study kependidikan, kata
“pendidikan islam” biasanya difahami sebagai suatu ciri khas yaitu jenis
pendidikan yang berlatar belakang keagamaan. Hal ini juga ditetapkan dalam UUD
No.2 tahun 1989 tentang system pendidikan nasional.[23]
Bentuk-bentuk pemahamn tentang pendidikan islam yang lebih spesifik juga dapat
dilihat menurut sifat dan bentuk kelembagaan seperti yang dikenal luas dengan
pesantren, madrasah dan sekolah.[24]
Dari sini dapat difahami bahwa keberadaan pendidikan islam tidak hanya ada pada
lembaga formal sebagai penyelenggara pendidikan namun juga non formal.
b)
Tujuan Pendidikan Islam
Dalam pendidikan, islam memiliki
tujuan yang digunakan sebagai solusi masalah remaja. Tujuan tersebut adalah[25] :
ü Tujuan
pendidikan jasmani
Untuk mempersiapkan diri manusia
sebagai pengemban tugas khalifah di bumi, melalui ketrampilan-ketrampilan
fisik. (Qs. Al Baqoroh 247, Al Anfal 60)
ü Tujuan
pendidikan akal
Untuk menemukan kebenaran dan
sebab-sebab telaah tanda-tanda kekuasaan Allah dan menemukan pesan-pesan
ayat-Nya yang berimplikasi pada peningkatan iman kepada sang pencipta (Qs.
At takatsur 5 dan 7, waqiah 95)
ü Tujuan
pendidikan rohani
Meningkatkan jiwa dari kesetiaan
yang hanya kepada Allah semata dan melaksanakan moralitas islami yang
diteladani oleh nabi SAW. (Qs. Albaqarah 10 dan 126, qs. Ali Imran 19)
ü Tujuan
pendidikan social
Pembentukan kepribadian yang utuh
yang menjadi bagian dari komunitas social. Yang ditekankan dalam ranah ini
adalah moral (hadist)
Dengan demikian,
melalui pendidikan yang ditekankan kepada telaah Al-Qur’an dapat membantu
remaja untuk menghadapi masalah di era globalisasi ini. Dengan pemahaman
melalui pendidikan ini diharapkan remaja mengembalikan setiap masalah yang
dihadapinya dengan berpijak kepada Al-Qur’an.
2)
Keluarga
Dalam
pembentukan moral remaja, keluarga merupakan salah satu aspek yang berperan
penting. Sebelum melangkah jauh keluar, orang tua hendaknya menanamkan sedikit
modal untuk anaknya agar tak terjerumus dalam menghadapi tantangan diluar
rumah. Karena pendidik pertama dan utama adalah orang tua sendiri. Mereka
berdua yang bertanggungjawab penuh atas kemajuan perkembangan anak-anaknya.
Sukses tidaknya anak sangat tergantung pengasuhan, perhatian dan pendidikannya.
Kesuksesan anak kandung merupakan cerminan atas kesuksesan orang tuanya.
Seperti firman Alloh dalam Qs. At Tahrim : 6
Ya ayyuhalladzinaamanu….
Sebagai pendidik
utama dan pertama, orang tua tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam
mendidik anak-anaknya. Selain karena kesibukan orang tuanya sendiri, tingkat
efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya
dikelola secara ilmiah. Dalam konteks ini, anak lazimnya dimasukkan kedalam
lembaga formal ataupu non formal. Penyerahan anak ke lembaga-lembaga pendidikan
bukan berarti melepaskan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik yang utama dan
pertama, akan tetapi orang tua memiliki saham yang besar dalam membina dan
mendidik anak-anaknya.
Secara umum,
kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya adalah sebagai berikut[26] :
a)
Mendoakan anak-anaknya dengan doa yang
baik (Qs. Al furqon 74)
b)
Memelihara anak dari api neraka (Qs.
At-Tahrim 6)
c)
Menyerukan sholat pada anaknya (Qs.
Thaha 132)
d)
Menciptakan kedamaian dalam rumah tangga
(Qs. An-nisa’ 128)
e)
Mencintai dan menyayangi anak-anaknya
(Qs. Ali Imran 140)
f)
Bersikap hati-hati terhadap anaknya (qs.
At taghabun 14)
g)
Dan lain sebagainya
3)
Lingkungan
Dalam A Dalam
lingkungan, remaja harus memiliki pembatas……..(refrensinya?)
Baldatun
Yoyyibatun
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjabaran diatas, dapat
ditarik kesimpulan bahwasanya perubahan selalu menjadi proses actual yang tidak
pernah berhenti selama belum berhentinya kehidupan manusia. Perubahan
menghadirkan sosok baru yang disebut globalisasi. Arus globalisai sudah masuk
dalam setiap sendi-sendi masyarakat. Tak dapat dibantah, globalisasi bagaikan
sebuah tradisi yang tak dapat dihindari. Arus globalisasi dapat menyeret banyak
orang untuk lebih cenderung melakukan hal yang negative. Remaja merupakan
korban dari arus globalisasi karena remaja sangat rentan dengan ini semua.
Aspek ekonomi, politik dan budaya sudah membawa gloobalisasi masuk dengan
mudahnya dalam setiap celah-celah kehidupan.
Salah satu contoh dari globalisasi
dalam remaja adalah mulainya mengadopsi tradisi Negara lain yang mana tradisi
tersebut dianggapnya sebagai tradisi yang baik. Kultur kebudayaan sendiri telah
dilupakan bahkan lenyap dalam sejarah hidupnya. Hal ini terjadi karena begitu
canggihnya teknologi yang disodorkan di era globalisasi. Media yang sudah
banyak booming tanpa batasan menjadi
salah satu pendorong jiwa-jiwa westernisasi. Memang, teknologi dan media ada
sisi positivnya juga namun siapa sangka jika terlalu banyak remaja yang
mengedepankan fungsi negative dibanding dengan fungsi positifnya.[27]
Fenomena kehidupan remaja saat ini
sangat beragam, terutama fenomena dekadensi moral remaja. Dewasa ini, remaja
tengah mengalami dekadensi atau kemerosotan moral. Banyak factor yang
menyebabkan hal ini terjadi seperti yang telah disebutkan diatas. Yakni : 1)
Pengaruh kebudayaan asing, 2) pergaulan bebas, 3) media yang merusak, 4) Akibat
perkembangan teknologi, 5) Kurangnya pengetahuan agama. Penyebab dekadensi
moral tersebut merupakan ancaman dan dampak dari globalisasi.
Dalam islam, semua permasalahan
kemanusiaan telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadist. Banyak nilai Al-Qur’an
yang harusnya diimplementasikan untuk tantangan remaja. Al-Qur’an memberikan
solusi bagi remaja dimana solusi tersebut dimulai dari tiga lembaga yang sudah
disebutkan diatas. Yakni : Pendidikan, keluarga dan lingkungan. Tiga lembaga
ini memberikan pedoman untuk menjaga remaja agar tidak terjerumus dalam lembah
kenistaan dan mengalami dekadensi moral yang mendalam.
B. Saran
Dalam
konteks diatas, disarankan bagi remaja untuk membentengi dirinya dengan
pengetahuan agama agar tidak terjerumus dalam indahnya kehidupan duniawi
sehingga melupakan ukhrowi. Bagi para orang tua agar supaya selalu memantau
anaknya dan berusaha mengikuti perkembangan zaman agar mengerti seuk beluk apa
yang dilakukan oleh anaknya di era globalisasi ini.
[1]
Nur Ahid,dkk, Jurnal Empirisma (kediri : STAIN Kediri, 2006) Hlm. 102
[2]
Ahmad Atho’ ukman Hakim, “Pesantren dan Perubahan Sosial”, Jurnal Pusaka, (Malang:Jurnal,2013), hlm.24
[3]
Mansur Fakih, Teori Pembangunan dan
Globalisasi, (Yogyakarta:Insist Press,2001), hlm.211
[4]
Khudori, Neoliberalisme menumpas petani, (Jogjakarta : resist book,2004),
hlm,16. Dikutip dari Athok Lukman, Jurnal
Pusaka, (Malang:Jurnal,2013), hlm.24
[5]
Mansur Fakih, Teori Pembangunan dan
Globalisasi, (Yogyakarta:Insist Press,2001), hlm.108
[6]
Ferdinant Tonies, Community and Society (New York: harper, 1965) Hlm,55 dikutip
dari Nur Ahid,dkk, Empirisma (kediri : STAIN Kediri, 2006) Hlm. 94
[7]
Achmad Tirto Sudiro, keluar dari kemelut pendidikan nasional (Jakarta :
Intermasa, 1997) Hlm,76 dikutip dari Nur Ahid,dkk, Empirisma (kediri : STAIN
Kediri, 2006) Hlm. 94
[8]
J.Soejati Djiwandono, globalisasi dan
pendidikan nilai sindunata (Yogyakarta : Kanisius, 2000) Hlm,186 dikutip
dari Nur Ahid,dkk, Empirisma (kediri : STAIN Kediri, 2006) Hlm. 93
[9]
Mansur Fakih, Teori Pembangunan dan
Globalisasi, (Yogyakarta:Insist Press,2001), hlm.220
[10]
Mansur Fakih, Teori Pembangunan dan
Globalisasi, (Yogyakarta:Insist Press,2001), hlm.223
[11]
Ibid
[12]
Mibtadin, Jurnal Pusaka, (Malang:Jurnal,2013), hlm.39
[13]
Heru Nugroho, menumbuhkan ide-ide kritis, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011),
hlm.143
[14]
Collier (1981), op cit, hlm 3 dikutip dari Heru Nugroho, menumbuhkan ide-ide kritis, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011),
hlm.145
[15]
ibid
[16]
Mibtadin, Jurnal Pusaka, (Malang:Jurnal,2013), hlm.41
[17]
ibid
[18]
ibid
[19]
ibid
[20]
Suyanto, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Prenada Media, 2006), hlm.10
[21]
ibid
[22]
Qs. An Nahl : 78
[23]
Nur Ahid,dkk, Empirisma (kediri : STAIN Kediri, 2006) Hlm. 97
[24]
Steen birk, Karel A, Pesantren Madrasah
dan Sekolah (Jakarta : LP3ES, 1986) hlm,22 dikutip dari Nur Ahid,dkk,
Empirisma (kediri : STAIN Kediri, 2006) Hlm. 97
[25]
Suyanto, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Prenada Media, 2006), hlm.79
[26]
ibid
[27]
Opini penulis berdasarkan hasil observasi dilingkungan sekitar
EmoticonEmoticon