logo blog

Friday, July 21, 2017

AL-QUR’AN DAN DEKADENSI MORAL REMAJA DI ERA GLOBALISASI (Telaah Tentang Konsep Pendidikan, Keluarga Dan Lingkungan Dalam Perspektif Islam)


BAB I
PENDAHULUAN

Kemajuan suatu zaman ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta produk-produk yang dihasilkan.[1] Hampir semua kehidupan dewasa ini tidak lepas dari keterlibatan iptek, mulai dari kehidupan yang paling sederhana sampai pada kehidupan yang paling tinggi. Dengan iptek kehidupan yang paling rumit menjadi mudah, masalah yang tidak berguna menjadi berguna. Selebihnya dari itu iptek juga dapat memanipulasi semua kehidupan manusia, sehingga tak heran jika terjadi nuansa-nuansa yang tinggi menjadi rendah, yang jauh menjadi dekat dan yang ghaib menjadi nyata bahkan yang mustahil menjadi realita. Perubahan selalu menjadi proses actual yang tidak pernah berhenti selama belum berhentinya kehidupan manusia. Perubahan menghadirkan sosok baru yang disebut globalisasi. Arus globalisai sudah masuk dalam setiap sendi-sendi masyarakat. Tak dapat dibantah, globalisasi bagaikan sebuah tradisi yang tak dapat dihindari.
Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang keberadaannya sangat penting dalam pembangunan bangsa, disatu sisi juga menjadi tulang punggung bangsa. Fenomena dikalangan remaja saat ini sangat beragam dan pastinya menarik untuk dicermati. Salah satunya adalah fenomena dekadensi moral remaja (kemerosotan moral). Di era Globalisasi saat ini banyak budaya dari luar baik itu yang positif atau negative masuk ke Negara Indonesia. Budaya ini secara otomatis mempengaruhi moral dan perilaku masyarakat dan bisa mengarah ke arah yang dapat menimbulkan dekadensi moral, sehingga fenomena dekadensi moral sudah menjadi hal yang tak asing lagi yang hadir di tengah masyarakat dunia sekarang. Kalangan yang sangat rentan mengalami dekadensi moral adalah remaja. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, salah satu faktor yang mempunyai pengaruh paling besar adalah factor budaya berupa teknologi dan media yang tak asing lagi dikalangan pelajar Indonesia. Media tersebut banyak memperkenalkan tradisi barat hingga pada akhirnya menumbuhkan jiwa-jiwa westernisasi. Tradisi ini dipaparkan melalui banyak media, seperti telivisi, internet dan lain sebagainya.  Media tersebut memberikan dampak yang luar biasa di kalangan remaja saat ini, baik dampak positif ataupun dampak negatif. Budaya-budaya lokal saat ini sudah mulai luntur dan bahkan malah remaja saat ini tidak tahu budaya asli kita sendiri. Salah satu contoh yang sangat ironis yang melanda masyarakat sekarang adalah banyaknya masyarakat yang megikuti budaya luar seperti budaya orang Amerika dan lain sebagainya. Hal yang di khawatirkan sekarang adalah mulai berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat di karenakan masuknya budaya luar yang lebih menarik. Hal ini mungkin dinilai sebagai hal kecil dan sepele, namun dekadensi moral terjadi di mulai dari hal yang sepele seperti mengikuti budaya asing dalam mode berpakaian, berbicara, dan tradisi yang tidak sesuai dengan kepribadian masyarakat bahkan dapat mengurangi keimanan dan akhirnya meninggalkan agamanya hanya karena ingin mengikuti trend yang di adopsi dari budaya asing
Dalam Islam, Rasulullah adalah suri tauladan yang seharusnya kita implementasikan dalam kehidupan sehari- hari. Banyak sunnah Rasulullah yang seharusnya kita praktekan daripada mengikuti mode atau tren yang melekat dalam dada para kaum muslimin pelajar. Dekadensi moral menjadi hal yang biasa, seperti iklan yang sudah tayang lalu di lupakan. Padahal dalam islam kita di anjurkan untuk kembali terhadap Al-Quran dan As-sunnah bila terjadi sesuatu yang kita anggap tidak pantas. Pada zaman sekarang, kita dapat melihat kenyataan sabda Rasulullah dari Abu Hurairah Ra. Beliau berkata:
Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam; “Islam mulai berkembang dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali asing pula. Maka beruntunglah orang-orang yang asing.” (HR. Muslim).
Hadis ini sudah terbukti, banyak orang Islam khusunya pelajar yang kehilangan pegangan di dalam kehidupan. Mereka banyak meniru cara hidup Yahudi dan Nashrani, baik disadari ataupun tidak. Umat islam telah terperangkap dalam tipu muslihat Yahudi dan Nashrani, tak tanggung-tanggung mereka bahkan menjadi alat untuk kepentingan mereka.
Dari yang telah dipaparkan diatas, penulis ingin berbicara tentang fenomena dekadensi moral remaja di era globalisasi yang mana fenomena ini akan dikaji dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang seharusnya diimplementasikan sebagai solusi untuk menghadapi tantangan remaja salah satunya adalah peristiwa dekadensi moral remaja. Tulisan ini akan menelaah konsep pendidikan, keluarga dan lingkungan dalam perspektif Islam.





BAB II
GLOBALISASI DAN TANTANGANNYA

A.    Pengertian Globalisasi
Globalisasi bukanlah hal baru yang dibicarakan dalam ranah sosial, kenyataan sosial hari ini hampir mustahil lepas keterkaitannya dengan Globalisasi. Globalisasi adalah nama lain dari liberalisme. Liberalisme ini bisa dipahami dari tiga dimensi, pertama, filsafat sosialnya atau gagasan, kedua, actor utamanya serta ketiga, dampaknya.[2]
Dengan demikian, istilah Globalisasi sesungguhnya secara sederhana dipahami sebagai suatu proses pengintegrasian ekonomi sosial bangsa-bangsa kedalam suatu sistem ekonomi global. Namun, jika ditinjau dari sejarah perkembangan ekonomi, globalisasi pada dasarnya merupakan salah satu fase perjalanan panjang perkembangan kapitalisme liberal yang secara teoretis sebenarnya telah dikembangan oleh adam Smith.[3] Teori Adam Smith ini mempunyai asumsi bahwa individu mendahului masyarakat. Asumsi yang dibangun adalah jika hendak mencapai kemakmuran masyarakat maka individu diberi hak untuk mengejar kepentingannya. Jika hak individu telah terpenuhi secara otomatis kesejahteraan masyarakat akan terpenuhi. Keputusan individu tersebut akan diarahkan dan diharmonikan oleh invisible hand. Smith dan pengikutnya percaya hanya dengan jaminan kebebasan inndividu kesejahteraan dapat diwujudkan. Sifat altruis sejauh mungkin disingkirkan sebab akan mengganggu kompetisi yang sehat.[4]
Proses globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan paham kapitalisme, yakni kian terbuka dan mengglobalnya peran pasar, investasi, dan proses produksi dari perusahaan-perusahaan transnasional yang kemudian dikuatkan oleh ideology dan tata dunia perdagangan baru dibawah suatu aturan yang ditetapkan oleh organisasi perdagangan bebas secara global. Dewasa ini kita menyaksikan suatu peristiwa krisis pembangunan. Kapitalisme di Asia Timur yang selama ini dijadikan teladan keberhasilan pembangunan dan keberhasilan kapitalisme dunia ketiga yang tengah mengalami kebangkrutan juga mendukung munculnya globalisasi.[5]

B.     Tantangan Globalisasi
Bersamaan dengan pesatnya kemajuan globalisasi dari tingkat internasional hingga tingkat local, berbagai korban terutama masyarakat adat, kaum miskin kota, dan golongan marginal lainnya telah mulai dirasakan. Meskipun hampir semua pemerintah menerima globalisasi dan mulai melakukan penyesuaian kebijakan, dan undang-undang dalam negri disesuaikan dengan kebijakan yang disepakati dalam aturan global menyangkut seluruh aspek kehidupan, namun sesungguhnya tidak semua lapisan masyarakat sepenuhnya menerima globalisasi. Tidak menutup kemungkinan masyarakat yang tidak bisa menerima globalisasi didasari oleh rasa takut akan tantangan dan dampak dari globalisasi itu sendiri.
Sebelum jauh berbicara tentang tantangan globalisasi, perlu dibahas terlebih dahulu tentang ciri-ciri masyarakat global secara detail dan mendalam. Masyarakat global dapat dilihat sebagai sebuah struktur yang menjadikan manusia baik secara individual maupun molektif mendapat rangsangan khusus yang berbeda dengan rangsangan pramodern yang lebih bersifat “Natural Will”.[6] Menurut Tirto Sudiro setidaknya ada empat karakteristik masyarakat global, yaitu :
1)      Saling ketergantungan social ekonomi
2)      Kompetisi antar bangsa yang semakin keras
3)      Makin beratnya usaha berkembang untuk mencapai posisi Negara maju
4)      Munculnya masyarakat hyperindustrial yang akan mengubah budaya-budaya bangsa[7]

Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwasanya tidak seluruh lapisan masyarakat dapat menerima arus globalisasi meskipun kenyataannya globalisasi telah menyentuh seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang status social. Globalisasi yang masuk kedalam celah-celah masyarakat memiliki penyebab tersendiri, atau bisa disebut dengan pembawa atau tantangan globalisasi. Tantangan  tersebut dibagi dalam 3 aspek, pertama aspek Ekonomi, kedua, politik dan ketiga, aspek budaya.

1)      Aspek Ekonomi
Globalisasi berawal dari transportasi dan komunikasi yang akhirnya berdampak luas pada bidang ekonomi dan perdagangan yang pada awalnya menjadi tujuan utama dari komunikasi dan transportasi global.[8] Sejak dikembangkannya kesepakatan The Bretten Woods di Amerika Serikat dengan didirikannya IMF dan Bank Dunia, serta ditandatangani kesepakatan GATT, dunia secara global sesungguhnya telah memihak dan didorong oleh kepentingan perusahaan-perusahaan transnasional (TNCs) yang merupakan actor terpenting  dari globalisasi. Pada konteks itulah sesungguhnya integrasi ekonomi nasional menuju system global yang dikenal dengan globalisasi telah terjadi. Kesepakatan tersebut secara teoritik berhasil memaksakan keinginan perusahaan-perusahaan tersebut untuk mendesakkan terjadinya reformasi kebijakan nasional.[9]
Tidak jauh-jauh masuk dalam ranah globalisasi di dunia, di masyarakat local saja sudah terbukti jika globalisasi mempengaruhi aspek ekonomi. Contoh kecilnya adalah dengan pesatnya tekhnologi yang ada di era globalisasi membuat seluruh lapisan masyarakat merasa bahwa memiliki tekhnologi yang canggih adalah sebuah keharusan, dengan begitu kebutuhan primer akan tergeser dengan kebutuhan tersier. Kenapa kebutuhan tersier ? karena kebutuhan yang hanya digunakan sebagai pemuas hasrat termasuk kebutuhan tersier,  begitu pula dengan tehnologi yang canggih yang di suguhkan di era globalisasi ini. Menguras banyak perekonomian dalam ruang lingkup yang luas ataupun sempit.

2)      Aspek Politik
Dalam aspek politik, tantangan globalisasi banyak memasuki sendi-sendi pemerintahan. Namun gerakan kelompok terkadang tak terelakkan, seperti halnya tantangan gerakan cultural dan agama terhadap globalisasi.[10] Sudah lama terdapat fenomena lahirnya gerakan yang berbasis agama maupun gerakan resistensi budaya melawan pembangunan dan globalisasi. Gerakan berbasis agama ini timbul dimana-mana dengan label yang bermacam-macam pula. Sebut saja di Mesir, kekecewaan terhadap pembangunan yang melanda kalangan warga muslim miskin perkotaan tersebut telah melahirkan gerakan yang berbasis keagamaan yang di labeli dengan foundamentalisme islam.
Gerakan resistensi kegamaan terhadap pembangunan dan globalisasi di tempat lain ternyata juga melahirkan suatu gerakan teologi yang bercorak pembebasan dalam islam seperti yang terjadi di Indonesia dan di tempat lain. Namun di India resistensi cultural terhadap pembangunan dan globalisasi telah membangkitkan kelompok hindu yang mendesak india untuk memboikot barang buatan asing.[11] Pendek kata, gerakan agama tersebut pada dasarnya adalah gerakan resistensi cultural terhadap pembangunan dan globalisasi. Sebagian gerakan cultural menentang pembangunan terlokalisir serta tidak mengidentifikasi problem di luar batas desa atau wilayah mereka.

3)      Aspek Budaya
Tantangan globalisasi tak jauh dari yang namanya aspek budaya, dibanding kedua aspek diatas, aspek budaya lah yang cenderung lebih akrab dengan remaja masa kini. Budaya dapat diartikan sebagai keseluruhan dari pola perilaku yang termanifestasikan melalui kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan serta semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia yang mencakup nilai cipta, karsa dan karya.[12] Dengan adanya globalisasi semakin mudahnya orang mengakses dengan cepat budaya lain yang notabenenya budaya asing. Dengan begitu, budaya merupakan tantangan globalisasi yang bersifat sensitif terhadap sendi-sendi remaja. Tantangan globalisasi dalam aspek budaya dibedakan menjadi dua tantangan, yakni pertama, teknologi dan kedua, media.
a)      Teknologi
Di era globalisasi semua menyodorkan kecanggihan teknologi, sehingga terciptalah gaya hidup yang serba instan seperti gaya hidup mendengar dan menikmati jenis musik sebagai ekspresi dari modernitas dan lapisan sosial tertentu. Namun sangat dimungkinkan bahwa dalam era komoditas ini, komoditas jenis musik sebagai ekspresi gaya hidup, disertai dengan pendangkalan atau kurangnya pengertian dan pemahaman secara mendalam akan esensi musik yang dipilih. Fenomena ini nampak dalam pemahaman dan pilihan dari suatu lapisan terhadap musik klasik dan jazz. Kedua musik ini diduga menjadi bagian dan sekaligus menjadi gaya hidup bagi mereka yang masuk dalam kategori lapisan sosial menengah keatas di tanah air, terutama di kota-kota besar.
Sejalan dengan Globalisasi, jazz lambat laun namun pasti berkembang pesat dan bukan lagi menjadi musik lokal Amerika Serikat, akan tetapi menjadi musik yang mendunia.[13] Salah satu faktor penting yang menopang penyebaran musik jazz ke seantero jagat adalah kemajuan teknologi komunikasi dan elektronik. Dimulai dari teknologi radio gelombang pendek yang menjangkau seluruh dunia, rekaman analog (piringan hitam, tape dan compact) yang kemudian berkembang ke digital (compact disc, laser disc, VCD), media cetak, dan internet yang menyediakan informasi jazz yang dapat di akses oleh siapa pun dan kapanpun. Informasi historis menunjukkan bahwa pada masa perang dunia I jazz hanya merupakan musik yang berkembang di Delta Country Amerika Serikat, tahun 1920-an jazz merebak namun masih merupakan musik spesifik Amerika, tahun1930-an mulai dikenal dan dipelajari di eropa, tahun 1940-an pelan-pelan dikenal diluar kedua benua itu, dan pada tahun 1960-an menjadi musik dunia.[14] Jadi, hanya dengan kurun waktu kurang lebih 40 tahun musik ini telah berkembang menjadi musik global
Tantangan globalisasi dalam ranah teknologi yang menciptakan gaya hidup serba instan juga bisa disebut dengan menumbuhkan jiwa-jiwa konsumtif yang mengancam peradaban manusia. Budaya konsumtif dikemas dalam “gaya Hidup Internasional” dan merupakan simbol modernitas.[15] Dalam tantangan ini manusia akan menuhankan teknologi, dimana teknologi di anggap sebagai salah satu alat yang dapat menuntaskan problematika di masyarakat.
b)      Media
Tak jauh dari tantangan teknologi, media yang dienyam oleh kalangan masyarakat saat ini merupakan pembawa globalisasi. Kehadiran media sangat mempengaruhi terjadinya globalisasi budaya yang pada akhirnya akan merubah tatanan wajah dan identitasnya. Sebut saja TV, radio dan Internet memainkan peranan penting dalam proses globalisasi budaya tersebut. Di indonesia misalnya, saat ini ada sekitar 13 stasiun televisi nasional, 9 televisi yang berjaringan dengan stasiun televisi lokal, dan ada sekitar 13 stasiun televisi berlangganan.[16] Selain itu radio juga merupakan aset penting dalam globalisasi, seperti di Yogyakarta, terdapat 46 stasiun radioswasta dan 32 stasiun radio komunitas.[17] Sebagai agen globalisasi budaya, TV dan radio membawa dampak yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia, dengan adanya media Tv dan radio masyarakat lebih mudah mendengar serta melihat langsung praktek dari kebudayaan-kebudayaan daerah bahkan negara asing.
Internet tak kalah jauh dari TV dan radio. Bahkan, internet merupakan media yang sangat akrab dengan remaja saat ini. Bagaimana tidak, dengan mengakses internet yang fleksibel mereka dapat menemukan apa yang ingin mereka ketahui, dibilang baik jika mereka mengakses sesuatu yang bermanfaat seperti pengetahuan-pengetahuan alam, agama dan lainnya. Namun, akan berbahaya jika masyarakat khususnya remaja mengakses situs yang berbau penyelewengan seperti situs porno dan lain sebagainya. Jejaring sosial yang merupakan anak dari internet juga memberikan dampak bagi pengguna, jejaring sosial seperti Facebook, twitter dan lain sebagainya dapat mengubah kebudayaan asli dan digantikan dengan kebudayaan yang di adopsinya melalui media internet.





C.    Ancaman dan Dampak Globalisasi
Semua yang ada di muka bumi ini pasti mempunyai sisi kemaslahatan dan kemudlorotan, begitu pula dengan globalisasi. Dengan terjadinya globalisasi, masyarakat rentan dengan ancaman dan dampaknya. Ketiga aspek diatas merupakan pembawa globalisasi yang dapat memberikan dampak bagi masyarakat, terutama remaja. Remaja yang rentan mengikuti arus globalisasi harus memahami betul bahwasanya globalisasi memberikan dampak dan ancaman. Ancaman tersebut datang dari arah mana saja, terutama dari ketiga aspek pembawa globalisasi.
Sebut saja aspek budaya, dalam aspek yang mana teknologi dan media menjadi arus pembawa globalisasi ini memberikan dampak yang tak terduga. Remaja, yang lebih dominan mengikuti lika-liku dan seluk beluk perkembangan media dan teknologi dengan mudah terancam arus globalisasi. Contoh kecilnya adalah remaja dengan bangganya mengadopsi kebudayaan barat seperti cara berpakaian dan sebagainya, tanpa disadari bahwa dirinya telah menomer duakan kebudayaannya sendiri demi mengikuti mode dan trend orang lain yang dianggapnya itu lebih baik. Padahal anggapan yang seperti itu belum tentu benar adanya, generasi bangsa yang seperti inilah yang nantinya akan merusak bangsa indonesia sendiri. Bukannya menjadi generasi penerus yang meperjuangkan bangsa malah menjadi generasi yang cinta plagiat.
Jauh dari aspek budaya, dalam aspek ekonomi globalisasi juga memberikan dampak dan ancaman yang saling berkaitan dengan aspek budaya. Seperti halnya dengan mengikuti mode dan trend orang barat yang wauw dan mewah, Secara otomatis hal ini dapat menguras perekonomian pengadopsinya.




Mimesis
INlander
Tatta NIlai





BAB III
GLOBALISASI DAN DEKADENSI MORAL REMAJA

A.      Pengertian Dekadensi Moral
Dekadensi moral bukanlah hal baru yang diperbincangkan, meskipun demikian tak jarang seseorang yang tak peduli dengan hal tersebut.  Dekadensi moral adalah penurunan atau kemerosotan moral. Jika diartikan secara bebas dan lebih luas lagi, dekadensi moral adalah kemerosotan atau menurunnya moral pada seseorang yang diakibatkan oleh faktor-faktor tertentu.[18] Seperti kita ketahui bahwa dewasa ini dekadensi moral yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia sungguh sangat terasa. Sebagai buktinya, lihatlah di sekeliling kita, bahwa kasus-kasus kejahatan semakin hari semakin meningkat. Mulai dari pencurian, penjarahan, perampokan, perzinahan, penipuan, pemerkosaan, pelecehan seksual, perjudian, dan masih banyak lagi, termasuk pembunuhan.
Jelasnya fakta membuktikan bahwa semakin hari, akibat menurunnya kualitas moral masyarakat ini semakin banyak saja yang menjadi korbannya. Kalau sudah seperti ini, siapakah yang kasihan? ya jelas, yang kasihan adalah orang yang menjadi korban akibat perilaku yang mengalami dekadensi moral. Semua orang bisa saja mengalami dekadensi moral termasuk remaja. Tak bisa terbantahkan lagi bahwasanya remaja saat ini mengalami dekadensi moral, baik itu disebabkan oleh faktor ekonomi, lingkungan ataupun yang lainnya.



B.       Globalisasi : Pertarungan Nilai dan  Dekadensi Moral
Dekadensi moral di era ini telah terjadi. Pernyataan ini diperkuat dengan fakta yang membicarakan mengenai penurunan etika dan moral pelajar yang di dapat dari berbagai masyarakat :
1)         15 - 20 persen dari remaja usia sekolah di Indonesia sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah
2)         15 juta remaja perempuan usia 15 -19 tahun melahirkan setiap tahunnya
3)          Hingga Juni 2009 telah tercatat 6332 kasus AIDS dan 4527 kasus HIV positif di Indonesia, dengan 78 ,8 persen dari kasus- kasus baru yang terlaporkan berasal dari usia 15 -29 Tahun
4)         Diperkirakan terdapat sekitar 270. 000 pekerja seks perempuan yang ada di Indonesia, di mana lebih dari 60 persen adalah berusia 24 tahun atau kurang, dan 30 persen berusia 15 tahun atau kurang
5)         Setiap tahun ada sekitar 2, 3 juta kasus aborsi di Indonesia di mana 20 persen diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh remaja
6)         Berdasarkan data kepolisian , setiap tahun penggunaan narkoba selalu naik . Korban paling banyak berasal dari kelompok remaja, sekitar 14 ribu orang atau 19 % dari keseluruhan pengguna .
7)         Jumlah kasus kriminal yang dilakukan anak-anak dan remaja tercatat 1. 150 sementara pada 2008 hanya 713 kasus . Ini berarti ada peningkatan 437 kasus. Jenis kasus kejahatan itu antara lain pencurian, narkoba, pembunuhan dan pemerkosaan
8)         Sejak Januari hingga Oktober 2009, kriminalitas yang dilakukan oleh remaja meningkat 35 % dibandingkan tahun sebelumnya , Pelakunya rata -rata berusia 13 hingga 17 tahun.

Dari fakta yang sudah disebutkan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya dekadensi moral tidak terjadi secara spontan akan tetapi adanya faktor yang menyebabkan seseorang mengalami dekadensi moral.[19] Diantaranya adalah :
1)        Pengaruh budaya asing yang tidak baik
Pengaruh budaya asing yang dimaksud disini adalah budaya asing yang memberikan dampak negatif. Tak jarang remaja di era ini mengalami kemerosotan moral akibat tradisi yang di adopsinya dari kebudayaan asing. Budaya asing telah mempengaruhi gaya hidup seseorang, baik itu gaya berpakaian, gaya bergaul, atau pun gaya dalam berbicara. Budaya barat telah sukses disuntikkan ke dalam urat nadi Bangsa Indonesia, ketika telah banyak masyarakat yang berpakaian ala barat yang melanggar syariat, ketika banyak yang bergaul secara bebas tanpa batas, ketika banyak yang berkata-kata tanpa perlu berfikir, apakah yang keluar dari mulutnya baik atau buruk.
2)        Akibat pergaulan bebas
Sungguh sangat disayangkan, ketika banyak sekali orang-orang yang bergaul secara bebas, namun tidak mau memilah dan memilih pergaulan yang benar dan teman pergaulan yang baik. Akibatnya banyak dari mereka yang ikut terjerumus di dalam kesesatan karena tidak mau memagari dirinya sendiri. Bergaul dengan pecandu narkoba, pastinya juga akan menjadi pecandu. Yang jelas akibat pergaulan bebas, akan berdampak buruk bagi moral seseorang.
3)        Akibat media yang merusak
Media merupakan sarana nomor satu sebagai tempat menyebarluaskan berita, ilmu, dan pengetahuan baru. Di televisi, majalah dan internet, pornografi tersebar luaskan. Model busana-busana yang seolah hakikatnya telanjang pun, telah banyak ditayangkan di media-media tersebut. Akibatnya, yang seperti itu akan di tiru oleh muda-mudi bangsa kita, bahkan termasuk orang yang sudah tua sekali pun.
4)      Akibat perkembangan teknologi
Harus diakui bahwa perkembangan teknologi memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Namun sayang, perkembangan teknologi juga turut membawa dampak buruk bagi manusia salah satunya adalah dekadensi moral. Sekarang, banyak manusia yang menghambakan diri pada teknologi, dan terlena untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akibatnya, ilmu yang baik-baik pun mulai luntur dari kehidupan manusia, dan berganti dengan ilmu yang buruk-buruk yang didapatkan dari berbagai teknologi yang dapat melenakan tersebut.
5)        Kurangnya pengetahuan agama
Agamalah yang mendidik manusia untuk selalu berbuat baik, apakah itu kepada Allah, sesama manusia, ataupun kepada binatang. Ilmu agamalah yang membuat akhlak manusia mengalami kemajuan, selalu menjaga diri dari perbuatan buruk, dan mengamalkan kebaikan kepada semuanya. Maka dari itu, kurangnya pengetahuan agama pada manusia, pastilah berakibat pada menurunnya kualitas manusia tersebut.






BAB IV
AL-QUR’AN SEBAGAI SOLUSI BAGI REMAJA

Rasulullah adalah contoh tauladan yang seharusnya kita implementasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Banyak sunnah-sunnah Rasulullah yang seharusnya kita praktekan ketimbang mengikuti mode atau tren yang melekat dalam dada para kaum muslimin remaja ini. Dekadensi moral menjadi barang biasa, seperti iklan yang setelah tayang di lupakan saja, tidak pedas dan sengaja di lupakan. Padahal dalam islam kita di anjurkan untuk kembali terhadap Al-Qur’an dan hadist bila terjadi sesuatu yang kita anggap tidak pantas. Fenomena Dekadensi Moral di Era Globalisasi telah menjadi santapan pagi dan makan malam serta menjadi pakaian masyarakat dalam lingkungan yang sudah tercampur dengan norma-norma kotor zaman ini. Perempuan menjadi laki-laki, laki- laki menjadi perempuan , Pemerkosa menjadi artis, artis menjadi pemerkosa, artis cabul menjadi tuntunan, tontonan menjadi gaya hidup , free sex menjadi tren, tren negatif di konsumsi matang-matang. Beginilah keadaan remaja di era globalisasi saat ini.
Allah dan Rasulullah sudah memberikan pedoman kepada manusia dalam menentukan jalan hidup, pedoman tersebut yakni Al-Qur’an dan Hadist. Al-Qur’an telah menjelaskan dan menuntun kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari begitu pula dalam menghadapi tantangan zaman. Al-Qur’an memberikan solusi bagi umat manusia khusunya remaja dalam menghadapi kehidupan dan perkembangan zaman agar supaya tidak terjadi dekadensi moral yang tidak dinginkan. Solusi tersebut sudah dituangkan dalam beberapa point kehidupan, yang mana point tersebut merupakan langkah awal agar remaja tidak jatuh dalam kenistaan di era globalisasi. Langkah tersebut dapat diaplikasikan dimulai dari :
1)        Pendidikan
Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah tarbiyah.[20] Tarbiyah dapat diartikan dengan “proses transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik, agar ia memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketaqwaan, budi pekerti dan kepribadian yang luhur.[21] Pemahaman istilah tarbiyah lebih luas dapat dilihat pada pengertian sebagai berikut :
Tabligussay’i...
“Proses menyampaikan (transformasi) sesuatu sampai pada batas kesempurnaan yang dilakukan tahap demi tahap sebatas pada kesanggupannya”
Asumsi pengertian ini, sebagaimana yang diisyaratkan dalam QS. An-Nahl 78,[22] bahwasanya manusia dilahirkan kedunia dengan tidak mengetahui apa-apa.
Beberapa kemajuan yang dicapai dalam segala aspek kehidupan manusia yang tergambar dalam bingkai kehidupan globalisasi mau tidak mau memaksa dunia pendidikan untuk mengembangkan model pendidikannya. Model pendidikan yang diharapkan di satu sisi agar anak didik tidak tergilas oleh lajunya teknologi dan ilmu pengetahuan yang kian cepat. Di sisi yang lainnya agar anak didik masih memegang nilai luhur yang diyakini masyarakat. Muara pendidikan model ini nanti diharapkan tidak hanya menjadikan manusia sosok yang potensial secara intelektual melalui pengetahuan. Namun demikian juga bermuara pada upaya pembentukan masyarakat yang berwatak, beretika dan berestetika.
Islam merupakan agama yang diyakini dapat diterima kapanpun dan dimanapun. Dalam pandangan yang demikian ini, maka memberikan penjelasan bahwa universalitas islam tergambar dalam nilai yang sesungguhnya dapat diterapkan dalam kehidupan modern. Relevansinya dengan pendidikan islam adalah bahwa pendidikan islam bersumber dari ajaran isla yang tentunya juga akan memiliki universalitas yang sama secara ruh tinggal aplikasi dan kemasannya disesuaikan dengan kondisi waktu yang melingkupinya. Untuk lebih jelasnya mengenai pendidikan islam sebagai solusi dalam menghadapi persoalan remaja perlu diketahui terlebih dahulu tentang karakteristik dan tujuan pendidikan islam.
a)      Karakteristik Pendidikan Islam
Dalam study kependidikan, kata “pendidikan islam” biasanya difahami sebagai suatu ciri khas yaitu jenis pendidikan yang berlatar belakang keagamaan. Hal ini juga ditetapkan dalam UUD No.2 tahun 1989 tentang system pendidikan nasional.[23] Bentuk-bentuk pemahamn tentang pendidikan islam yang lebih spesifik juga dapat dilihat menurut sifat dan bentuk kelembagaan seperti yang dikenal luas dengan pesantren, madrasah dan sekolah.[24] Dari sini dapat difahami bahwa keberadaan pendidikan islam tidak hanya ada pada lembaga formal sebagai penyelenggara pendidikan namun juga non formal.
b)      Tujuan Pendidikan Islam
Dalam pendidikan, islam memiliki tujuan yang digunakan sebagai solusi masalah remaja. Tujuan tersebut adalah[25] :
ü  Tujuan pendidikan jasmani
Untuk mempersiapkan diri manusia sebagai pengemban tugas khalifah di bumi, melalui ketrampilan-ketrampilan fisik. (Qs. Al Baqoroh 247, Al Anfal 60)
ü  Tujuan pendidikan akal
Untuk menemukan kebenaran dan sebab-sebab telaah tanda-tanda kekuasaan Allah dan menemukan pesan-pesan ayat-Nya yang berimplikasi pada peningkatan iman kepada sang pencipta (Qs. At takatsur 5 dan 7, waqiah 95)
ü  Tujuan pendidikan rohani
Meningkatkan jiwa dari kesetiaan yang hanya kepada Allah semata dan melaksanakan moralitas islami yang diteladani oleh nabi SAW. (Qs. Albaqarah 10 dan 126, qs. Ali Imran 19)
ü  Tujuan pendidikan social
Pembentukan kepribadian yang utuh yang menjadi bagian dari komunitas social. Yang ditekankan dalam ranah ini adalah moral (hadist)

Dengan demikian, melalui pendidikan yang ditekankan kepada telaah Al-Qur’an dapat membantu remaja untuk menghadapi masalah di era globalisasi ini. Dengan pemahaman melalui pendidikan ini diharapkan remaja mengembalikan setiap masalah yang dihadapinya dengan berpijak kepada Al-Qur’an.



2)        Keluarga
Dalam pembentukan moral remaja, keluarga merupakan salah satu aspek yang berperan penting. Sebelum melangkah jauh keluar, orang tua hendaknya menanamkan sedikit modal untuk anaknya agar tak terjerumus dalam menghadapi tantangan diluar rumah. Karena pendidik pertama dan utama adalah orang tua sendiri. Mereka berdua yang bertanggungjawab penuh atas kemajuan perkembangan anak-anaknya. Sukses tidaknya anak sangat tergantung pengasuhan, perhatian dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cerminan atas kesuksesan orang tuanya. Seperti firman Alloh dalam Qs. At Tahrim : 6
Ya ayyuhalladzinaamanu….

Sebagai pendidik utama dan pertama, orang tua tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain karena kesibukan orang tuanya sendiri, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya dikelola secara ilmiah. Dalam konteks ini, anak lazimnya dimasukkan kedalam lembaga formal ataupu non formal. Penyerahan anak ke lembaga-lembaga pendidikan bukan berarti melepaskan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik yang utama dan pertama, akan tetapi orang tua memiliki saham yang besar dalam membina dan mendidik anak-anaknya.
Secara umum, kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya adalah sebagai berikut[26] :
a)      Mendoakan anak-anaknya dengan doa yang baik (Qs. Al furqon 74)
b)      Memelihara anak dari api neraka (Qs. At-Tahrim 6)
c)      Menyerukan sholat pada anaknya (Qs. Thaha 132)
d)     Menciptakan kedamaian dalam rumah tangga (Qs. An-nisa’ 128)
e)      Mencintai dan menyayangi anak-anaknya (Qs. Ali Imran 140)
f)       Bersikap hati-hati terhadap anaknya (qs. At taghabun 14)
g)      Dan lain sebagainya
3)        Lingkungan
Dalam A Dalam lingkungan, remaja harus memiliki pembatas……..(refrensinya?)
Baldatun Yoyyibatun



BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari penjabaran diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya perubahan selalu menjadi proses actual yang tidak pernah berhenti selama belum berhentinya kehidupan manusia. Perubahan menghadirkan sosok baru yang disebut globalisasi. Arus globalisai sudah masuk dalam setiap sendi-sendi masyarakat. Tak dapat dibantah, globalisasi bagaikan sebuah tradisi yang tak dapat dihindari. Arus globalisasi dapat menyeret banyak orang untuk lebih cenderung melakukan hal yang negative. Remaja merupakan korban dari arus globalisasi karena remaja sangat rentan dengan ini semua. Aspek ekonomi, politik dan budaya sudah membawa gloobalisasi masuk dengan mudahnya dalam setiap celah-celah kehidupan.
Salah satu contoh dari globalisasi dalam remaja adalah mulainya mengadopsi tradisi Negara lain yang mana tradisi tersebut dianggapnya sebagai tradisi yang baik. Kultur kebudayaan sendiri telah dilupakan bahkan lenyap dalam sejarah hidupnya. Hal ini terjadi karena begitu canggihnya teknologi yang disodorkan di era globalisasi. Media yang sudah banyak booming tanpa batasan menjadi salah satu pendorong jiwa-jiwa westernisasi. Memang, teknologi dan media ada sisi positivnya juga namun siapa sangka jika terlalu banyak remaja yang mengedepankan fungsi negative dibanding dengan fungsi positifnya.[27]
Fenomena kehidupan remaja saat ini sangat beragam, terutama fenomena dekadensi moral remaja. Dewasa ini, remaja tengah mengalami dekadensi atau kemerosotan moral. Banyak factor yang menyebabkan hal ini terjadi seperti yang telah disebutkan diatas. Yakni : 1) Pengaruh kebudayaan asing, 2) pergaulan bebas, 3) media yang merusak, 4) Akibat perkembangan teknologi, 5) Kurangnya pengetahuan agama. Penyebab dekadensi moral tersebut merupakan ancaman dan dampak dari globalisasi.
Dalam islam, semua permasalahan kemanusiaan telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadist. Banyak nilai Al-Qur’an yang harusnya diimplementasikan untuk tantangan remaja. Al-Qur’an memberikan solusi bagi remaja dimana solusi tersebut dimulai dari tiga lembaga yang sudah disebutkan diatas. Yakni : Pendidikan, keluarga dan lingkungan. Tiga lembaga ini memberikan pedoman untuk menjaga remaja agar tidak terjerumus dalam lembah kenistaan dan mengalami dekadensi moral yang mendalam.

B.     Saran
Dalam konteks diatas, disarankan bagi remaja untuk membentengi dirinya dengan pengetahuan agama agar tidak terjerumus dalam indahnya kehidupan duniawi sehingga melupakan ukhrowi. Bagi para orang tua agar supaya selalu memantau anaknya dan berusaha mengikuti perkembangan zaman agar mengerti seuk beluk apa yang dilakukan oleh anaknya di era globalisasi ini.



[1] Nur Ahid,dkk, Jurnal Empirisma (kediri : STAIN Kediri, 2006) Hlm. 102
[2] Ahmad Atho’ ukman Hakim, “Pesantren dan Perubahan Sosial”, Jurnal Pusaka, (Malang:Jurnal,2013),  hlm.24
[3] Mansur Fakih, Teori Pembangunan dan Globalisasi, (Yogyakarta:Insist Press,2001), hlm.211
[4] Khudori, Neoliberalisme menumpas petani, (Jogjakarta : resist book,2004), hlm,16. Dikutip dari Athok Lukman, Jurnal Pusaka, (Malang:Jurnal,2013),  hlm.24

[5] Mansur Fakih, Teori Pembangunan dan Globalisasi, (Yogyakarta:Insist Press,2001), hlm.108
[6] Ferdinant Tonies, Community and Society (New York: harper, 1965) Hlm,55 dikutip dari Nur Ahid,dkk, Empirisma (kediri : STAIN Kediri, 2006) Hlm. 94
[7] Achmad Tirto Sudiro, keluar dari kemelut pendidikan nasional (Jakarta : Intermasa, 1997) Hlm,76 dikutip dari Nur Ahid,dkk, Empirisma (kediri : STAIN Kediri, 2006) Hlm. 94

[8] J.Soejati Djiwandono, globalisasi dan pendidikan nilai sindunata (Yogyakarta : Kanisius, 2000) Hlm,186 dikutip dari Nur Ahid,dkk, Empirisma (kediri : STAIN Kediri, 2006) Hlm. 93

[9] Mansur Fakih, Teori Pembangunan dan Globalisasi, (Yogyakarta:Insist Press,2001), hlm.220
[10] Mansur Fakih, Teori Pembangunan dan Globalisasi, (Yogyakarta:Insist Press,2001), hlm.223
[11] Ibid
[12] Mibtadin, Jurnal Pusaka, (Malang:Jurnal,2013),  hlm.39
[13] Heru Nugroho, menumbuhkan ide-ide kritis, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), hlm.143
[14] Collier (1981), op cit, hlm 3 dikutip dari Heru Nugroho, menumbuhkan ide-ide kritis, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), hlm.145
[15] ibid
[16] Mibtadin, Jurnal Pusaka, (Malang:Jurnal,2013),  hlm.41
[17] ibid
[18] ibid
[19] ibid
[20] Suyanto, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Prenada Media, 2006), hlm.10
[21] ibid
[22] Qs. An Nahl : 78
[23] Nur Ahid,dkk, Empirisma (kediri : STAIN Kediri, 2006) Hlm. 97
[24] Steen birk, Karel A, Pesantren Madrasah dan Sekolah (Jakarta : LP3ES, 1986) hlm,22 dikutip dari Nur Ahid,dkk, Empirisma (kediri : STAIN Kediri, 2006) Hlm. 97


[25] Suyanto, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Prenada Media, 2006), hlm.79
[26] ibid
[27] Opini penulis berdasarkan hasil observasi dilingkungan sekitar


EmoticonEmoticon