logo blog

Friday, July 21, 2017

HADIST SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM


BAB I
PEDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Ketika membahas Al Qur’an, kita mengemukakan bahwa Kitab Allah ini bukan sekedar shuhuf petunjuk untuk menyelesaikan sejumlah masalah yang muncul pada masa turunnya, dan yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW beserta para pengikut beliau. Al Qur’an merupakan sebuah uraian lengkap mengenai segala sesuatu yang perlu diketahui manusia, dan dihimpun dalam sebuah sistem. Meskipun Al Qur’an menegaskan mengenai dirinya sebagai Kitab yang menerangkan segala sesuatu, tetapi tidak semua masalah disampaikannya secara tuntas, sejak dari prinsip dasar sampai dengan operasionalisasinya. Rupanya Allah menetapkan untuk memfungsikan Rasul bukan sekedar membacakan Kitab-Nya kepada ummat, tetapi juga menerangkan isinya dan memberi contoh pengamalannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Karena itu sesudah Al Qur’an kaum mukminin menerima As Sunnah – jalan atau tradisi Rasul. Jalan Rasul itu diberitakan secara beranting kepada ummat, maka berita tentang sikap dan akhlak Rasulullah SAW itu dikenal sebagai Al Hadits yang makna harfiahnya adalah berita. Sehubungan dengan itu Rasulullah menyatakan: “Aku tinggalkan dua hal untuk kamu sekalian; maka kamu tidak akan tersesat apabila berpegang kepada keduanya. Dua hal itu adalah Al Qur’an dan Sunnahku”. Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dikemukakan sabda beliau: “Barangsiapa mencintai sunnahku berarti dia mencintai aku, dan barangsiapa mencintai aku maka kelak dia akan bersamaku di dalam surga”.
Al-Quran dan hadits mempunyai hubungan yang sangat erat dimana keduanya tidak dapat dipisahkan meskipun ditinjau dari segi penggunaan hukum syariat, hadist/sunnah mempunyai kedudukan sederajat lebih rendah dibandingkan al-quran. Hal ini akan terasa sekali ketika seseorang membaca atau mendapati ayat-ayat al-Quran yang masih sangat global, tidak terpirinci, dan kerap kali terdapat keterangan-keterangan yang bersifat, tidak muqoyyad. Seperti perintah tentang kewajiban sholat. Dalam al-Qu’ran, tidak dijelaskan bagaimana cara seseorang untuk mendirikan sholat, ada berapa rokaat,apa yang harus dibaca, dan apa saja syarat rukunnya. Akan  tetapi, dari hadist kita dapat mengetahui tata caranya sebagaimana yang telah disyariatkan. Oleh karenanya, keberadaan hadist menjadi hal yang urgen melihat fungsi umum hadist menjadi bayan ayat-ayat al-Quran yang masih butuh kajian lebih dalam untuk mengetahui makna yang sesungguhya.
Akan tetapi banyak ulama yang memperdebatkan antara Al-Hadits yang identik dengan As-Sunnah. Apakah kedua hal itu sama maksudnya tetapi hanya berbeda istilah dan cara orang menafsirkannya ataukah antara keduanya benar-benar memiliki maksud dan pengertian yang berbeda. Oleh karena hal itu kami akan coba memaparkan dan memberikan penjelasan tentang apa itu yang dimaksud dengan hadist, sunnah, khabar dan atsar.

B.                 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1)        Apa yang dimaksud dengan hadits, sunnah, khabar dan atsar ?
2)        Apa perbedaan antara hadist, sunnah, khabar dan atsar ?
3)        Bagaimana hadist sebagai sumber ajaran agama islam ?

C.                Tujuan Masalah
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
1)        Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hadist, sunnah, khabar dan atsar.
2)        Mengetahui dan memahami perbedaan antara hadist, sunnah, khabar dan atsar.
3)        Mengetahui dan memahami hadist sebagai sumber ajaran agama islam.


BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar dan Atsar
1.             Pengertian Hadits
Menurut Ibn Manzhur, kata ”hadits” berasal dari bahasa arab yaitu al-hadist. Secara etimologis, kata ini memilik banyak arti diantaranya al-jadid (yang baru) lawan dari al-qadim ( yang lama) dan al-khabar yang berarti kabar atau berita.[1] Secara terminologis baik muhadditsin ataupun ulama’ fiqh merumuskan pengertian hadist dengan berbeda-beda. Perbedaan pandangan tersebut lebih disebabkan oleh terbatas dan luasnya objek tinjauan masing-masing yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya.[2]
Menurut ahli ushul fiqh pengertian hadis adalah :
كل ما صدرعن النبى ص م غيرالقران الكريم من قول اوفعل اوتقريرممايصلح ان يكون دليلا لحكم شرعى
“Hadis yaitu segala sesuatu yang dikeluarkan dari Nabi SAW selain Al Qur’an al Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan hukum syara”
Sedangkan menurut ulama’ Hadis mendefinisikannya sebagai berikut :
كل ما اثر عن النبى ص م من قول اوفعل اوتقريراوصفة خلقية او خلقية

“Segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat–sifat maupun hal ikhwal Nabi”
Perbedaan pengertian antara ulama’ ushul dan ulama’ hadis di atas disebabkan adanya perbedaan disiplin ilmu yang mempunyai pembahasan dan tujuan masing–masing. Ulama’ ushul membahas pribadi dan prilaku Nabi SAW sebagai peletak dasar hukum syara’ yang dijadikan landasan ijtihad oleh kaum mujtahid dizaman sesudah beliau. Sedangkan ulama Hadis membahas pribadi dan prilaku Nabi Saw sebagai tokoh panutan (pemimpin) yang telah diberi gelar oleh Allah swt sebagai Uswah wa Qudwah (teladan dan tuntunan). Oleh sebab itu ulama hadis mencatat semua yang terdapat dalam diri Nabi saw baik yang berhubungan dengan hukum syara’ maupun tidak. Oleh karena itu hadis yang dikemukakan oleh ahli ushul yang hanya mencakup aspek hukum syara’ saja, adalah hadis sebagai sumber tasyri’. Sedangkan definisi yang dikemukan oleh ulama’ hadis mencakup hal–hal yang lebih luas.
Jadi, Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan), sifat-sifat, keadaan dan himmahnya.

2.             Pengertian Sunnah
Di samping istilah hadis terdapat sinonim istilah yang sering digunakan oleh para ulama’ yaitu sunnah. Pengertian istilah tersebut hampir sama, walaupun terdapat beberapa perbedaan. Menurut ulama hadits sunnah meliputi biografi Nabi, sifat-sifat Nabi baik yang berupa fisik, umpamanya mengenai tubuhnya, rambutnya dan sebagainya, maupun yang mengenai akhlak Nabi dalam keadaan sehari-harinya, baik sebelum atau sesudah di angkat sebagai nabi.
Sedangkan menurut ulama Ushul Fiqh sunnah adalah segala yang di nuklikan dari Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya yang ada sangkut pahutnya dengan Hukum. Dan Menurut Ulama Fiqh sunnah ialah perbuatan yang di lakukan dalam agama, tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardlu. Jadi suatu pekerjaan yang utama di kerjakan atau dengan kata lain sunnah ialah suatu amalan yang di beri pahala apabila di kerjakan, dan tidak dituntut apabila di tinggalkan.

3.      Pengertian Khabar
Khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi dan para sahabat, jadi setiap hadits termasuk khabar tetapi tidak setiap khabar adalah hadits. Sementara Khabar menurut ahli Hadits, yaitu segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW atau dari yang selain Nabi SAW. Ada tiga pendapat mengenai khabar :
a.         Merupakan sinonim bagi hadits, yakni keduanya berarti satu.
b.        Berbeda dengan hadits, di mana hadits adalah segala sesuatu yang datang dan Nabi SAW sedang khabar adalah suatu yang datang dari para sahabat
c.         Lebih umum dari hadits, yakni bahwa hadits itu hanya yang datang dari Nabi saja, sedang khabar itu segala yang datang baik dari Nabi SAW maupun yang lainnya.

4.      Pengertian Atsar
Atsar secara etimologi adalah bekas sesuatu, atau sisa sesuatu, atau berarti sisa reruntuhan rumah dan sebagainya atau nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu do’a umpamanya yang dinukilkan dari Nabi dinamai do’a ma’tsur. Atsar adalah :
ماروي عن الصحابة ويحوزاطلاقه على كلام النبى ايضا
“segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat dan boleh juga disandarkan pada perkataan Nabi SAW”.
Menurut istilah Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan khabar dan hadits, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat dan tabi’in. Jadi, atsar merupakan istilah bagi segala yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in, tapi terkadang juga digunakan untuk hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW.

B.            Perbedaan antara Hadits, Sunnah, Khabar dan Atsar
Dari keempat istilah, yaitu hadits, sunnah, khabar dan atsar, menurut jumhur ulama hadits dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan sunnah, khabar dan atsar. Begitu pula halnya sunnah, dapat disebut dengan hadits, khabar dan atsar. Maka hadits mutawatir dapat juga disebut dengan sunnah mutawatir atau khabar mutawatir. Begitu juga hadits shahih dapat disebut dengan sunnah shahih, khabar shahih dan astar shahih.
Para ulama juga membedakan antara hadits, sunnah, khabar dan atsar sebagai berikut[3] :
1.        Hadits dan sunnah : Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber pada Nabi SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum di angkat menjadi rasulmaupun sesudahnya.
2.        Hadits dan khabar : Sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW., hadits sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan pada Nabi SAW.
3.        Hadits dan atsar : Jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabiin.

C.           Hadist Sebagai Sumber Ajaran Agama Islam
1.             Kedudukan Hadist
Hadits Nabi SAW merupakan penafsiran Al-Qur’an dalam praktek atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Demikian ini mengingat bahwa pribadi Rasulullah merupakan perwujudan dari Al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun kedudukan hadits terhadap Al-Qur’an, sedikitnya mempunya tiga fungsi pokok yaitu[4]:
a.    Memperkuat dan menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an (sebagai bayan taqrir).
b.    Memberikan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih bersifat mujmal dan bersifat mutlak (bayan tafsir).
c.    Menetapkan hukum aturan-aturan yang tidak didapati( diterangkan di dalam Al-Qur’an), misalnya dalam masalah perkawinan (nikah).

2.             Fungsi Hadist
Fungsi Hadits sebagai penjelas (bayan) terhadap al-qur’an ada 3 macam, yaitu:
a.       Bayan Al-Taqrir
Bayan at-taqrir di sebut juga dengan bayan al-ta’qid dan bayan al-isbat yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan dalam al-qur’an. Fungsi hadits ini hanya memperkokoh isi kandungan al-qur’an sekalipun dengan redaksi yang berbeda namun ditinjau dari substansinya mempunyai makna yang sama. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh hadits yang di riwayatkan Muslim dari Ibnu Umar yang berbunyi :
فإذا رأيتم الهلال فصوموا و إذا رأيتموه فأفطروا ( رواه مسلم )
Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah. (HR. Muslim). Hadits ini mentaqrir (menetapkan) ayat al-Quran Surah. Al-Baqoroh : 185 yang berbunyi :
فَمَن شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْه
Maka barangsiapa yang mempersaksikan  pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa
Karena ayat al-quran dan hadist diatas mempunyai makna yang sama maka hadist tersebut berfungsi sebagai bayan taqrir, mempertegas apa yang telah disebut dalam al-quran.
b.      Bayan Al-Tafsir
Bayan al-tafsir adalah fungsi hadits yang memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan persyaratan atau batasan (taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhshish) ayat al-qur’an yang masih bersifat umum.
Diantara contoh tentang ayat-ayat al-qur’an yang masih mujmal adalah perintah mengerjakan sholat. Banyak sekali ayat-ayat terkait perintah kewajiban sholat dalam al-Quran. Salah satunya sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Baqoroh ayat : 43
واقيموا الصلاة واتوا الزكاة واركعوا مع الرا كعين
dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku.
Ayat tersebut menjelaskan tentang kewajiban sholat tetapi tidak dirinci atau dijelaskan bagaimana operasionalnya, berapa rokaatnya, serta apa yang harus dibaca dalam setiap gerakan sholat. Kemudian Rasulullah memperagakan bagaimana mendirikan sholat yang baik dan benar. Hingga beliau bersabda,
صلوا كما رايتموني اصلي(رواه البخاري)
Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat. (HR.Bukhori.)
c.       Bayan Al-Nasakh
Nasakh menurut bahasa berarti (membatalkan dan menghilangkan), oleh para ahli Ushul Fiqih diartikan dengan: “Penghapusan hukum Syar'i dengan suatu dalil syar'i yang datang kemudian”. Dalam menasakh al-Qur’an dengan sunah/hadist ini terdapat dua macam pendapat di antara para ahli Ushul tentang boleh tidaknya. Pendapat pertama menyatakan, menasakh Alquran dengan Sunah diperkenankan, asalkan dengan Sunah Mutawatir atau Sunah Masyhur, bukan sunah Ahad. Sedang pendapat kedua menyatakan, menasakh Alquran dengan Sunah tidak dibolehkan, karena derajat al-quran lebih tinggi dari pada Sunah. Padahal syarat nasikh itu adalah yang lebih tinggi derajatnya atau sepadan. Contohnya :
لا وصية لوارث
Tidak ada wasiat bagi ahli waris.
Hadist ini menaskh firman Allah :
كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيرا الوصية للوالدين و الأقربين بالمعروف حقا على المتقين (البقرة : 180)
Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapa dan karib kerabatnya secara ma’ruf (ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al-Baqoroh : 180).

BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.                  Hadist adalah segala sesuatu yang dikeluarkan dari Nabi SAW selain Al Qur’an al Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan hukum syara. Sunnah meliputi biografi Nabi, sifat-sifat Nabi baik yang berupa fisik, umpamanya mengenai tubuhnya, rambutnya dan sebagainya, maupun yang mengenai akhlak Nabi dalam keadaan sehari-harinya, baik sebelum atau sesudah di angkat sebagai nabi. Khabar yaitu segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW atau dari yang selain Nabi SAW. Sedangkan atsar adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat dan boleh juga disandarkan pada perkataan Nabi SAW.
2.                  Perbedaan (a) Hadits dan sunnah : Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, takrir yang bersumber pada Nabi SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, takrir, tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum di angkat menjadi rasulmaupun sesudahnya. (b) Hadits dan khabar : Sebagian ulama hadits berpendapat bahwa khabar sebagai suatu yang berasal atau disandarkan kepada selain nabi SAW hadits sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan pada Nabi SAW. (c) Hadits dan atsar : Jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan pada Nabi SAW, sahabat dan tabiin.
3.                  Kedudukan dan fungsi hadist dalam islam yakni (a) Bayan Al-Taqrir yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan dalam al-qur’an (b) Bayan Al-Tafsir adalah fungsi hadits yang memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih bersifat global. (c) Bayan At-Nasakh yaitu penghapusan hukum Syar'i dengan suatu dalil syar'i yang datang kemudian.

B.                 Saran
Tujuan dari adanya makalah Ulumul Hadist ini adalah agar seseorang mampu membedakan dan memahami antara dalil Al-Qur’an dan hadist. Setelahnya dengan mempelajari hadist dan yang berkaitan dengannya seseorang lebih mampu untuk memahami ilmu hadist secara mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

Solahudin, Agus.dkk. Ulumul Hadist, (Bandung : Pustaka Setia, 2009) hlm. 13
https://butterflyonly.wordpress.com/pengertian-hadits-sunnah-khabar-dan-astar/ di akses pada tanggal 20 September 2016
http://wildanesia.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-hadits-sunnah-khabar-atsar/ di akses pada tanggal 20 September 2016



[1] Solahudin, Agus.dkk. Ulumul Hadist, (Bandung : Pustaka Setia, 2009) hlm. 13
[2] Ibid. Hlm. 15
[3] https://butterflyonly.wordpress.com/pengertian-hadits-sunnah-khabar-dan-astar/ di akses pada tanggal 20 September 2016
[4] http://wildanesia.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-hadits-sunnah-khabar-atsar/ di akses pada tanggal 20 September 2016




EmoticonEmoticon